Menuju konten utama

Mantan Anggota Parlemen Rusia Ditembak Mati di Ukraina

Mantan anggota parlemen Rusia yang melarikan diri, tewas dalam penembakan di Ukraina. Juru bicara Vladimir Putin menyangkal bahwa Rusia terlibat dalam pembunuhan itu.

Mantan Anggota Parlemen Rusia Ditembak Mati di Ukraina
Denis Voronenkov mantan anggota parlemen Rusia yang ditembak mati di pusat keramaian kota Kiev, Ukraina. Foto/AP

tirto.id - Seorang mantan anggota parlemen Rusia yang melarikan diri ke Ukraina ditembak mati di jalan yang sibuk di pusat kota Kiev pada Kamis (23/3/2017) waktu setempat.

Denis Voronenkov, yang bersuara menentang kebijakan Vladimir Putin dan Kremlin, ditembak tiga kali di luar Hotel Premier Palace, demikian yang dikutip dari The Guardian, Jumat (24/3/2017).

Menanggapi kejadian ini, Presiden Ukraina Petro Poroshenko segera menuding pemerintah Rusia dan menyebut aksi pembunuhan ini sebagai tindakan "terorisme negara".

Menurut pengakuan Kepala Kepolisian Kiev, Voronenkov yang telah diberikan kewarganegaraan Ukraina setelah melarikan diri pada tahun 2016 itu, ditembak tiga atau empat kali di kepala dan leher serta meninggal di tempat kejadian.

Sebelumnya, sebuah baku tembak pecah antara pengawal Voronenkov yang telah disediakan oleh layanan keamanan Ukraina, dan pembunuh. Keduanya terluka dan dibawa ke rumah sakit, di mana pembunuh meninggal beberapa jam kemudian.

Mantan anggota parlemen yang berusia 45 tahun itu telah menjadi anggota partai Komunis Rusia. Istrinya, penyanyi opera Maria Maksakova, adalah seorang anggota parlemen dengan partai pro-Kremlin, Rusia Bersatu. Dia dilaporkan melarikan diri ke Ukraina dengan suaminya lima bulan yang lalu.

"Dia bilang dia menerima ancaman dari FSB [Badan Intelijen Rusia]," ujar Ilya Ponomarev, mantan anggota parlemen lain yang juga telah melarikan diri dari Rusia, mengatakan kepada The Guardian melalui telepon dari Kiev. "Sejujurnya, saya pikir dia sedang sedikit paranoid."

Dia menambahkan bahwa Voronenkov telah meminta jasa keamanan Ukraina untuk perlindungan bersenjata setelah menerima ancaman tersebut. Ponomarev mengatakan ia telah berbicara dengan Voronenkov setiap hari baru-baru ini dan menjadwalkan bertemu pada Kamis pagi.

Setelah bertemu Ponomarev, Voronenkov rupanya berencana untuk memberikan bukti dalam kasus mantan presiden Ukraina Viktor Yanukovych, yang melarikan diri ke Rusia setelah Revolusi Maidan pada 2014 silam.

Saat itu, sebagai buntut dari pemberontakan, Rusia pun mencaplok Krimea dan mendukung kekuatan separatis di Ukraina timur dalam perang yang telah menewaskan 10.000 orang. Setelah melarikan diri ke Kiev, Voronenkov menjelaskan dirinya terpaksa mendukung aneksasi Krimea tersebut sebagai anggota parlemen karena tekanan politik.

Pejabat senior Ukraina pun dengan cepat menuding pembunuhan tersebut direncanakan Kremlin. Jaksa, Yuri Lutsenko, salah satunya, menyebutkan dalam postingan Facebooknya bahwa aksi itu adalah "hukuman publik terhadap saksi yang khas Kremlin.”

Lutsenko juga mengungkapkan bahwa Voronenkov telah memberikan kesaksian yang mengimplikasikan bahwa mantan presiden Yanukovych telah menyediakan perlindungan dalam intervensi militer Rusia di Ukraina.

Sementara itu, Presiden Poroshenko dalam sebuah pernyataan mengatakan Voronenkov adalah salah satu "saksi utama dari agresi Rusia melawan Ukraina dan, khususnya, [saksi atas] keterlibatan Yanukovych dalam pengerahan pasukan Rusia ke Ukraina".

Tudingan itu kemudian mendapat tanggapan dari Rusia. Juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Peskov mengatakan bahwa tidak masuk akal menuduh Moskow dalam pembunuhan tersebut.

Juru bicara kementerian luar negeri Maria Zakharova mengatakan, “rezim pembunuh di Kiev akan melakukan yang terbaik untuk memastikan bahwa tidak akan ada yang tahu kebenaran tentang apa yang terjadi".

Voronenkov telah berbicara tentang kemungkinan retribusi dari Rusia setelah ia melarikan diri, namun mengatakan ia menolak untuk pergi bersembunyi. Dia memberi sejumlah wawancara setelah pembelotan yang sangat kritis terhadap Presiden Rusia dan kebijakan Kremlin di Ukraina. Dia pun membandingkan Rusia modern dengan Nazi Jerman dan menyebut aneksasi Krimea sebagai tindakan ilegal.

"Saya percaya bahwa apapun yang akan terjadi, [pasti] akan terjadi. Saya tidak berniat untuk bersembunyi, " katanya dalam sebuah wawancara televisi baru-baru ini. Dia mengatakan dia yakin layanan keamanan Ukraina mampu untuk membuatnya tetap aman.

Dalam sebuah wawancara dengan Washington Post pekan ini, ia mengatakan ia dan istrinya dianggap pengkhianat di Rusia. "Sulit untuk membayangkan kita akan diampuni," katanya.

Baca juga artikel terkait PENEMBAKAN atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari