Menuju konten utama

Makna Baju Adat Bali "Payas Agung", Filosofi, dan Keunikannya

Apa makna dari baju adat Bali “Payas Agung” dan apa saja keunikannya? Berikut penjelasan selengkapnya.

Makna Baju Adat Bali
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo (kanan) berjalan saat akan menghadiri Welcoming Dinner and Cultural Performance KTT G20 di kawasan Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) Badung, Bali, Selasa (15/11/2022). Media Center G20 Indonesia/M Risyal Hidayat/wsj/22.

tirto.id - Payas Agung merupakan salah satu baju adat tradisional Bali. Dahulu kala, orang yang menggunakan busana ini hanya kalangan bangsawan. Namun, kini semua kalangan bisa memakainya di acara-acara besar.

Ida Ayu Gede Prayitna Dewi dalam artikel “Simbol Tri Murti dalam Payas Agung Pengantin Bali” (Jurnal Sanjiwani, Vol.9, No. 1, 2018), menjelaskan bahwa Payas Agung yang digunakan keluarga kerajaan kini dipakai dalam acara pernikahan masyarakat Bali.

Perubahan bentuk serta pemakaiannya ini terjadi lantaran menyesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Sehubungan dengan hal tersebut, tata rias dan busana tradisional biasanya mengandung pesan-pesan tersendiri.

Ida Bagus Dharmika dkk. dalam Arti Lambang dan Fungsi Tata Rias Pengantin dalam Menanamkan Nilai-Nilai Budaya Provinsi Bali (1988, hlm. xi) menjabarkan bahwa ada ungkapan budaya yang berusaha disampaikan lewat busana tanpa menyisihkan nilai estetikanya. Hal ini juga berlaku pada baju Payas Agung, pakaian adat Bali.

Lalu, apa makna dari baju adat Bali “Payas Agung” dan apa saja keunikannya?

Filosofi Payas Agung dan Keunikannya

Mengutip ungkapan Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Payas Agung hanya dipakai ketika ada acara besar. Misalnya, ada peringatan adat berupa Munggah Deha (Upacara Kedewasaan), Mesagih (Upacara Potong Gigi), Pitra Yadnya (Ngaben), dan lain-lain.

Dari kepala sampai kaki, Payas Agung masing-masing bagiannya mempunyai filosofi tersendiri. Warna pakaian adat ini mayoritas berwarna kuning keemasan. Dari corak tersebut, digunakan demi memberi kemewahan, keanggunan, kecantikan, dan keeleganan.

Selain itu, di bagian kepala terdapat mahkota yang diklaim paling suci sebagai pemegang kecantikan perempuan (Ida Ayu Gede Prayitna Dewi, hlm. 44).

Di mahkota tersebut, biasanya ditempelkan bunga kenanga dan cempaka. Kedua bunga ini merupakan alat untuk sembahyang dan juga sering digunakan sebagai persembahan. Selain itu, keduanya juga dianggap wujud Tri Murti (tiga dewa di agama Hindu).

Tepat di bawah mahkota, bagian dahi, terdapat lengkungan yang disebut srinata. Pencantuman bagian ini dituju untuk memberikan kesan bersahaja. Selain itu, di antara kedua alis terdapat titik yang disapa Bindi.

Dalam kepercayaan di agama Hindu, Bindi dianggap simbol kecntikan, cinta, kemakmuran, dan kehormatan. Selain itu, dipercaya juga sebagai penangkal hal negatif lantaran berada di titik indera ke-6 manusia.

Berlanjut ke bagian lain, ada kain yang menutup bagian dada hingga kaki (untuk para perempuan). Kain tersebut dilapisi lagi dengan kemben di bagian dada dan kamen yang menutupi hingga mata kaki.

Pakaian ada Payas Agung untuk perempuan juga dilengkapi dengan aksesoris-aksesoris bercorak keemasan. Di antaranya ada gelang di tangan, pergelangan tangan, bahu, dan ditambah ikat pinggang bernama pending emas.

Sementara itu, para laki-laki memakai kain yang seukuran dada hingga betis. Bagian tubuh atasnya dilengkapi dengan jas berbahan beludru. Bukan hanya itu, khusus pria akan diberi tambahan keris sebagai aksesorisnya.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Yuda Prinada

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Yuda Prinada
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yulaika Ramadhani