Menuju konten utama

Makian Sontoloyo Jokowi Dituding Ceroboh & Picu Budaya Anti-Kritik

Gaya berkomunikasi Jokowi dianggap disesuaikan dengan permintaan pasar.

Makian Sontoloyo Jokowi Dituding Ceroboh & Picu Budaya Anti-Kritik
Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo menyapa wartawan usai pertemuan dengan Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Hotel Santika, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (22/10/2018). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/pras.

tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta mengubah cara berkomunikasi dengan masyarakat. Permintaan itu disampaikan setelah Jokowi menyebut keberadaan politikus sontoloyo usai membagikan ribuan sertifikat tanah untuk warga Jakarta Selatan, Selasa (23/10/2018).

Saat itu, Jokowi mengatakan ada politikus yang baik dan sontoloyo di Indonesia. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sontoloyo merupakan makian yang memiliki arti konyol, tidak beres, atau bodoh.

"Banyak politikus yang baik dan banyak juga politikus yang sontoloyo, saya ngomong apa adanya aja. Kita saring mana yang benar, mana yang tidak benar. Masyarakat sudah pintar berpolitik," kata Jokowi.

Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade memberikan komentar atas pernyataan Presiden Jokowi. Ia menganggap, Jokowi harus mengubah caranya berbicara. Ia juga meminta Jokowi berintrospeksi setelah menyebut keberadaan politikus sontoloyo.

Menurut Andre, cara komunikasi Jokowi yang menggunakan kata makian seperti sontoloyo rentan ditiru masyarakat serta perangkat daerah. Dia khawatir kedepannya ada replikasi pernyataan serupa oleh perangkat negara di pusat atau daerah.

"Katanya mau pemilu yang riang dan gembira, kenapa harus menggunakan kata makian?" ujar Andre kepada reporter Tirto, Kamis (25/10/2018).

Politikus Partai Gerindra itu menganggap Jokowi telah menunjukkan jati dirinya sebagai orang yang tak tahan kritik. Menurut Andre, harusnya Jokowi selaku presiden terbuka menerima kritik dari siapa pun.

"Jangan sampai nanti budaya enggak bisa dikritik ini [meluas]. Jadi pemimpin harus siap dikritik," lanjut Andre. "Gunakan lah bahasa yang santun karena Pak Jokowi kan presiden kita semua, berilah contoh yang baik."

Dalih Gaya Komunikasi Sesuai Permintaan Pasar

Memasuki 2018, Jokowi tercatat beberapa kali mengaku bahwa dirinya korban fitnah. Salah satu pernyataannya ia lontarkan saat memberikan sambutan dalam acara silaturahmi dengan Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Rabu (25/4/2018). Jokowi gerah dianggap sebagai kader PKI.

Ungkapan serupa juga disampaikan Jokowi kala membagi belasan ribu sertifikat tanah untuk warga Kabupaten Bogor, 16 Maret lalu. Saat itu, Jokowi juga curhat soal dirinya yang selalu disebut terlibat dan menjadi bagian PKI.

Belakangan Jokowi menyampaikan kekesalannya dengan makian, melalui ungkapan banyaknya politikus sontoloyo. Menurut Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko, ada perubahan gaya komunikasi yang memang dilakukan Jokowi saat ini.

"Ada perubahan-perubahan. Dalam komunikasi kan dinamis. Sesuai permintaan pasar, kan gitu," kata Moeldoko diiringi tawanya di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta.

Moeldoko berkata, Jokowi sebenarnya bercanda saat menyebut keberadaan politikus sontoloyo. Menurutnya, Jokowi mencoba mengingatkan masyarakat dan semua politikus.

"Ya namanya jengkel kan bisa juga di-joke-kan. Ya mengingatkan kita semua berpolitik yang santun, itu saja sih. Pak Jokowi juga punya pasukan, pasukannya diingatkan. Jadi semua diingatkan agar berpolitik santun," kata Moeldoko.

Pandangan lain disampaikan Kepala Posko Pemenangan Jokowi-Ma'ruf cum politikus PDI Perjuangan Garda Maharsi. Menurutnya wajar jika Jokowi menggunakan kata sontoloyo. Pasalnya, kata itu dianggap kerap diucapkan masyarakat Jawa saat kesal.

"Bapak Jokowi kan orang Jawa, lahir besar di Solo. Hal yang biasa itu menyampaikan kekesalan dengan kata sontoloyo. Itu bukan umpatan, itu pilihan kata yang gambarkan kedekatan," kata Garda kepada reporter Tirto, Kamis (25/10/2018).

Jokowi Dianggap Ceroboh

Menurut peneliti komunikasi politik dari Universitas Brawijaya Anang Sudjoko, Jokowi ceroboh dengan memakai makian sontoloyo. Dia menganggap, harusnya Jokowi memikirkan retorika yang hendak disampaikan agar tidak muncul tuduhan-tuduhan ke pihak tertentu dengan nada negatif.

"Saya menyebutnya sebagai kecorobohan dalam pemilihan diksi seorang presiden dalam public speaking," kata Anang kepada reporter Tirto.

"Apa yang dikatakan seseorang itu mencerminkan bagaimana kepribadian seseorang. Namun saya katakan bahwa hal tersebut juga menggambarkan siapa-siapa saja yang dekat dalam kehidupan seseorang tersebut," imbuhnya.

Anang menganggap makian itu berpotensi memunculkan efek negatif atau positif, terhadap elektabilitasnya sebagai petahana dalam Pilpres 2019. Dampak negatifnya, kemungkinan masyarakat semakin negatif melihat integritas Jokowi. Sedangkan positifnya membuat orang kritis terhadap pernyataan para politikus.

"Namun saya yakini hal tersebut tidak akan mudah mengubah pilihan seseorang yang sudah menentukan memilih atau tidak memilih Jokowi. Mungkin undecided voters saja yang akan berpikir," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Dieqy Hasbi Widhana