tirto.id - Mahkamah Agung (MA) mencatat jumlah perkara yang ditangani lembaga peradilan tersebut meningkat dari 14.630 perkara di tahun 2016 menjadi 15.181 perkara di tahun 2017 atau naik sekitar 3,77 persen.
Dalam acara Refleksi Akhir Kinerja Mahkamah Agung 2017, Ketua MA Muhammad Hatta Ali menyampaikan, peningkatan jumlah perkara di tahun 2017 itu belum total. Sebab MA masih harus menangani beban perkara di tahun 2016 sebanyak 2.357 perkara. Dengan demikian, total perkara yang ditangani MA pada tahun 2017 mencapai 17.538 perkara.
Lebih lanjut Hatta merinci, dari 17.538 perkara itu MA baru memutus sekitar 15.967 perkara. "Sehingga sisa perkara berjumlah 1.571 perkara," kata Hatta Ali di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (28/12/2017).
Hatta juga menyampaikan sepanjang 2017, perkara perdata masih menjadi tunggakan terbesar di Mahkamah Agung, jumlahnya mencapai 5.334 perkara. Dari jumlah itu, MA baru memutus sekitar 4.734 perkara.
Terbesar kedua adalah perkara pidana khusus. Selama 2017, MA menangani sekitar 3.784 perkara pidana khusus dan baru 3.369 perkara yang diputus, sehingga MA masih punya beban perkara sebanyak 415 perkara.
Selain dua perkara terbesar itu, Mahkamah Agung menangani sekitar 1.824 perkara perdata khusus, 953 perkara perdata agama, 9 perkara jinayat agama, 695 pidana militer, serta 3.107 perkara tata usaha negara.
Sementara itu, perkara yang putus ada sekitar 1.666 perkara perdata khusus, 801 perkara perdata agama, 8 perkara jinayat agama, 629 pidana militer, serta 3.105 perkara tata usaha negara. Dengan demikian, total perkara yang ditangani sebanyak 17.538 dengan jumlah putusan di tahun 2017 sebanyak 15.967 perkara.
"Rata-rata jumlah perkara masuk per bulan pada tahun 2017 sebanyak 1.265 perkara per bulan sedangkan perkara yang diputus per bulan sebanyak 1.331 perkara per bulan," kata Hatta.
Hatta mengatakan, salah satu cara mereka menyelesaikan perkara yang menunggak dengan menegakkan aturan SK KMA 214/2014. SK tersebut menyatakan tentang penyelesaian perkara dengan waktu yang terukur dan konsisten. Penanganan perkara kasasi dan peninjauan kembali setidaknya paling lama 250 hari kecuali ditentukan dengan peraturan undang-undang mulai dari penerimaan berkas hingga pengiriman kembali berkas perkara.
Di sisi lain, MA ingin menambah hakim agung. Namun, seleksi hakim hanya bisa dilakukan Komisi Yudisial dan Komisi 3 DPR. Pihak Mahkamah Agung hanya bisa merekomendasikan hakim yang layak untuk menangani perkara.
Saat ini, jumlah hakim agung di Mahkamah Agung masih 49 dari total 60 hakim sesuai undang-undang mahkamah agung. Mahkamah Agung hanya merekomendasikan penambahan jumlah hakim. Salah satu kendala yang dialami Mahkamah Agung adalah tengah kekurangan hakim penyelesaian perkara dalam masalah pajak.
"Bahkan hampir setiap tahun hakim pajak kita selalu minta tambah karena hakim pajak sekarang ini di mahkamah agung hanya satu orang sehingga mengalami kesulitan di dalam memeriksa kasus-kasus yang berkaitan dengan pajak. sudah dua tahun berturut-turut kita minta, tapi sampai sekarang belum ada yang bagus," kata Hatta.
Kendati berwenang mengangkat hakim non karier, MA mengedepankan hakim karir. Alasannya, hakim karier sudah memahami seluk beluk perkara. "Sebab kalau perkara-perkara yang ditangani hakim karier paling tidak akan jauh lebih cepat sebab sudah terbiasa menangani perkara-perkara mulai dari tingkat pertama sampai tingkat banding," kata Hatta.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Agung DH