tirto.id - Mohammad Mahfud MD menyatakan "bersedia" dan "siap membantu negara" setelah bertemu Presiden Joko Widodo di Istana, Jakarta, Senin (21/10/2019) kemarin. Dia adalah salah satu calon menteri.
Mahfud tidak menyebut posisi apa yang ditawarkan untuknya, dan nampaknya Jokowi memang belum memastikan itu. Namun Mahfud menegaskan "bisa di bidang hukum, politik, agama juga." "Seperti yang selama ini diisukan," katanya. "Kan saya banyak disebut, katanya Menkumham (Menteri Hukum dan HAM), Jaksa Agung, Menteri Agama."
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto mengatakan dibanding Jaksa Agung dan Menteri Agama, Mahfud MD dianggap lebih ideal menjadi Menkumham. Dia menilai Mahfud terbukti punya integritas dan kompetensi.
"Jadi saya punya keyakinan diposisikan sebagai apa pun di kabinet, beliau [Mahfud MD] mampu menunaikan tugas dengan baik," kata Agus kepada reporter Tirto, Senin (21/10/2019).
Mahfud MD punya rekam jejak sebagai menteri. Di era Presiden Abdurrahmad Wahid, dia didaulat sebagai Menteri Pertahanan. Jabatan ini ia emban pada 26 Agustus 2000 sampai 20 Juli 2001. Dia juga sempat menjabat Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia pada 20 Juli 2001-23 Juli 2001.
Saat masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Mahfud menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (19 Agustus 2008-1 April 2013), lalu satu tahun kemudian dipercaya sebagai ketua tim sukses pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam Pilpres 2014.
Pria kelahiran Sampang, Madura, pada 13 Mei 1957 ini juga jadi calon Menkumham terkuat pilihan warganet saat Hukumonline menggelar survei online. Dia mengalahkan nama beken lain seperti Yusril Ihza Mahendra, Haris Azhar, Basuki Tjahaja Purnama, bahkan Menkumham yang lalu Yasonna Laoly.
Terlepas dari siapa yang nanti dipilih Jokowi, Agus berharap Menkumham baru bisa memperkuat pemberantasan korupsi, penegakan hukum, dan HAM.
Dan, katanya, "pengetatan remisi bagi napi koruptor serta penguatan pengawasan di lembaga pemasyarakatan."
Skeptis
Direktur Lokataru cum aktivis HAM cum komentator politik Haris Azhar juga menilai Mahfud pantas menjadi Menkunham. Ia mengatakan jabatan tersebut sesuai bukan hanya karena Mahfud punya kapasitas untuk itu, tapi juga karena selama ini dia selalu membela Jokowi.
Dengan gaya sini, kepada reporter Tirto Haris mengatakan: "kalau lihat Mahfud MD-nya bolehlah. Kasihan dia, dia sudah pantas diganjar menteri. Dia kan suka membela Jokowi."
Salah satu sikap pro Jokowi ditunjukkan kala Mahfud mengomentari Perppu KPK. Masyarakat sipil meminta Jokowi menerbitkan perppu itu. Tapi Mahfud mengatakan kalau "perppu itu berisiko". Karenanya ia lebih menyarankan agar langkah yang ditempuh adalah legislative review--yang mekanismenya mirip seperti pembuatan undang-undang baru--atau kalau tidak judicial review ke MK.
Ketika Agus optimistis, Haris justru sebaliknya. Menurutnya, Menkumham terpilih, siapa pun itu, harus melayani Jokowi yang menurutnya tidak berpihak pada hak asasi manusia.
"Menteri yang dipilih tidak akan bisa keluar dari jebakan di atas [meladeni presiden]. Karena pemerintahan hari ini bermental agen investor, tahunya hanya dagang, pembangunan sekadar tol dan tol saja. Tidak ada upaya memperbaiki sistem dan jaminan perlindungan hak setiap orang," terangnya.
Jokowi memang sama sekali tidak menuntaskan kasus HAM masa lalu, dia bahkan berpotensi menambah panjang daftarnya jika kasus Mei, Oktober, dan Papua tidak dibongkar.
Sentimen serupa diutarakan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati.
"Dia bisa bagus dan jadi buruk, atau sebaliknya buruk dan jadi baik," kata Asfin kepada reporter Tirto.
Tapi Asfin tetap punya harapan terhadap Menkumham baru. Ia, misalnya, harus punya rekam jejak bersih, dalam arti bukan pelanggar hukum dan HAM. Ia juga berharap Menkumham baru membenahi lembaga permasyarakatan yang saat ini kondisinya kelebihan tahanan dan mampu mengubah peraturan yang tidak sesuai dengan prinsip HAM seperti RUU KUHP dan UU ITE.
"Diganti, baik itu diubah atau dihapus, tergantung posisi UU-nya," kata Asfin.
Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform Erasmus Napitupulu juga tidak mau mengomentari Mahfud secara langsung. Ia hanya berharap siapa pun yang dipilih, "yang penting paham konteks pembaruan pidana."
Ia juga harus punya visi reformasi yang kuat. "Terutama [mengupayakan penghapusan] undang-undang [yang berisi] pasal karet," kata erasmus kepada reporter Tirto.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino