Menuju konten utama

Mahalnya Biaya Korupsi

Korupsi menimbulkan kerugian yang sangat besar. PBB mencatat, uang korupsi di seluruh dunia sebesar $116 miliar, bisa digunakan untuk mengentaskan kelaparan selama satu dekade.

Mahalnya Biaya Korupsi
KPK menahan Choel Mallarangeng terkait dugaan korupsi proyek pembangunan, pengadaan, peningkatan sarana dan prasarana Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga (P3SON) di Hambalang, tahun anggaran 2010-2012. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Adik mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng, Andi Zulkarnaen Mallarangeng alias Choel Mallarangeng mengembalikan uang terkait korupsi pembangunan proyek Hambalang pada 2013 lalu sebesar $550 ribu.

Dalam dakwaan Andi Mallarangeng, Choel disebut sebagai perantara pemberian uang 550 ribu dolar AS kepada Andi dari mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Kemenpora Deddy Kusdinar. Senin, 6 Februari 2017, ia akhirnya ditahan oleh KPK.

Choel menerima uang miliaran rupiah dari kontraktor pemenang proyek Hambalang. Total kerugian negara dari pat gulipat proyek Hambalang mencapai Rp243,6 miliar dari total nilai proyek yang biasa disebut wisma atlet ini sebesar Rp2,5 triliun. Nilai yang dikembalikan oleh Choel, tentu tidak sebanding dengan besarnya kerugian negara akibat kasus korupsi tersebut.

Kisah suap proyek Hambalang di Indonesia hanya setitik mozaik korupsi global yang terhampar luas di seluruh dunia dan menjangkiti banyak negara. Korupsi telah menggerogoti kue pembangunan dan menjadi borok bagi kesejahteraan masyarakat dunia.

International Monetary Fund (IMF) dalam laporannya yang berjudul “Corruption: Costs and Mitigating Strategies” menyebutkan korupsi salah satu masalah paling krusial yang dihadapi banyak negara di seluruh dunia. Laporan itu juga mengungkapkan estimasi biaya suap—bagian dari keluarga korupsi di seluruh dunia setiap tahunnya mencapai $1,5-2 triliun atau setara dengan 2 persen perekonomian dunia. Memang tak akan ada angka yang pasti soal berapa nilai ongkos yang sia-sia dari perbuatan para manusia rakus ini.

Laman Word Economic Forum (WEF) memuat sebuah artikel yang berjudul “We waste $2 trillion a year on corruption. Here are four better ways to spend that money” berandai-andai bila uang sebesar itu tak dikorupsi. Pertama, uang $116 miliar bisa digunakan untuk mengentaskan kelaparan. Pada 2015 PBB memperkirakan dengan uang sebesar itu bisa menghapuskan kelaparan sedikitnya untuk satu dekade. Saat ini, ada 800 juta orang di seluruh dunia kekurangan makanan.

Kedua, $8,5 miliar bisa dibelanjakan untuk program memberantas penyakit malaria. Dua tahun lalu, tercatat ada 212 juta orang terkena malaria, sebanyak 429 ribu meninggal dunia. Gepokan uang harusnya selamat dari korupsinya semestinya bisa bermanfaat bagi 34 negara yang sedang memberantas malaria selama 15 tahun ke depan--estimasi biaya $600 juta per tahun hingga 2022.

Ketiga, menurut PBB ada 100 juta anak-anak di seluruh dunia tak bisa mengakses pendidikan dasar. Dalam sebuah riset 2014 lalu, disebutkan hanya butuh $26 miliar per tahun untuk 46 negara miskin dan berkembang agar bisa memberikan akses pendidikan dasar bagi anak-anak mereka.

Yang terakhir, dan tak kalah penting soal biaya yang bisa digunakan untuk infrastruktur secara global. Uang $1 triliun bisa digunakan untuk pemerataan pembangunan di dunia seperti jalan, jembatan, hingga jaringan listrik. Namun, korupsi telah mengubah segalanya, korupsi sebuah borok yang membikin sakit pembangunan di banyak negara--di Indonesia tak terkecuali.

Infografik Uang Korupsi

Ongkos Korupsi di Indonesia

Uang negara yang hilang akibat korupsi di Indonesia juga tak kecil. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat setiap tahun angka kerugian negara memang menurun, pada 2013 sempat mencapai Rp7,3 triliun, di 2015 menyusut hanya sebesar Rp3,1 triliun dari ratusan kasus yang ada. Barangkali dengan modal ini, jadi alasan Indonesia sedikit “naik kelas” dalam hal Corruption Perceptions Index 2016. Indonesia meraih 37 poin, pada tahun lalu, membaik satu poin dibandingkan 2015 yang tercatat 36 poin. Namun tetap saja, Indonesia masih masuk negara korup, karena Indonesia masih di bawah rata-rata sebesar 43 poin.

Hasil riset Laboratorium Ilmu Ekonomi, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (UGM) 2016 yang berjudul Korupsi Struktural; Analisis Database Korupsi (2001-2015) bisa berbicara lebih banyak. Total kerugian uang negara dari korupsi selama lima tahun mencapai Rp203,9 triliun--data yang dihimpun dari putusan-putusan pengadilan kasus-kasus yang ditangani KPK baik di tingkat MA, PT maupun PN. Dari jumlah itu hukuman finansial--denda, hukuman pengganti, perampasan barang bukti hanya terkumpul Rp21,26 triliun. Angka ini juga belum menghitung biaya sosial hingga lingkungan dari dampak buruk korupsi.

“Lalu siapa yang menanggung kerugian sebesar Rp182,64 triliun tersebut? Tentu saja para pembayar pajak yang budiman, ibu-ibu pembeli susu formula untuk bayi mereka, mahasiswa dan pelajar yang membeli buku teks mereka, orang sakit yang membeli obat-obatan di apotek dan toko obat, generasi di masa datang yang mungkin saat ini belum lahir,” jelas laporan tersebut.

Kajian ini juga menghitung soal realokasi dari uang negara yang sudah dikorupsi. Bila uang itu selamat dari korupsi, seluruh orang Indonesia bisa gratis biaya BPJS hingga Rp60.000/bulan, pembangunan 600 rumah sakit standard internasional. Dana segambreng itu juga bisa untuk meluluskan 182.000 magister luar negeri atau 45.500 doktor luar negeri. Bisa juga untuk meluluskan 546.000 sarjana dengan standard kampus paling top di Indonesia.

Belum cukup berandai--dana itu juga bisa untuk pembangunan jalan tol 10.000 km, pembangunan transportasi massal MRT sepanjang 202 km. Di bidang olahraga, bisa digunakan untuk pembangunan 182 stadion sepakbola berstandar internasional, hingga membiayai 20 orang seperti Rio Haryanto selama 40 tahun.

Sekadar menengok kembali kasus proyek P2SON Hambalang yang membuat proyek ini mangkrak teronggok tak berguna, pastinya banyak potensi yang akhirnya tak tergarap akibat proyek ini jadi ladang tikus korupsi. Berapa ribu lulusan sekolah olahraga yang seharusnya telah lahir dari Hambalang, atau berapa atlet yang mestinya bisa unjuk gigi dan berprestasi dari fasilitas pengganti sekolah atlet Ragunan ini.

Sungguh mahal ongkos yang harus dibayar akibat korupsi ini.

Baca juga artikel terkait KORUPSI atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Hukum
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti