tirto.id - Mahkamah Agung (MA) ternyata telah menjawab permohonan fatwa dari Kejaksaan Agung mengenai batasan waktu pengajuan grasi bagi terpidana mati.
Fatwa itu berkaitan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa pengajuan grasi dapat dilakukan lebih dari satu tahun sejak putusan memiliki kekuatan hukum tetap (inkrach).
Putusan MK No.107/PUU-XIII/2015 menghapus berlakunya Pasal 7 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2002 yang mengatur pembatasan waktu pengajuan grasi ke presiden.
Putusan itu membebaskan terpidana mengajukan permohonan grasi kapan saja. Putusan MK mengubah aturan sebelumnya, yakni pengajuan grasi dilakukan paling lambat setahun sejak putusan berkekuatan hukum tetap. Kejaksaan Agung menilai putusan ini membuat waktu eksekusi menjadi tidak pasti.
Jawaban atas permohonan fatwa itu tertuang dalam surat nomor 7/WK.MAY/III/2017 yang keluar tanggal 29 Maret 2017. Surat itu ditandatangani Wakil Ketua MA Bidang Yudisial M. Syarifuddin,
Dalam fatwa itu, MA menilai waktu eksekusi terpidana mati diserahkan kepada eksekutor. Kejaksaan Agung bisa melaksanakan putusan hakim setelah memenuhi hak-hak terpidana sebagaimana putusan MK.
"Secara teknis, pelaksanaan putusan hakim sepenuhnya merupakan wewenang jaksa sebagai eksekutor,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (31/8/2017).
Fatwa MA tersebut tidak melarang terpidana mati untuk mengajukan grasi pada masa lebih dari satu tahun sejak putusan perkaranya berstatus inkrach.
Untuk kepastian hukum, menurut Abdullah, eksekusi terpidana mati bisa dilakukan oleh Kejaksaan Agung setelah bertanya kepada para pihak terpidana mati untuk memastikan rencana mereka menggunakan hak pengajuan grasi.
“Pendapat MA, jika proses (pemberian hak pengajuan grasi terhadap terpidana) tersebut telah dilakukan seluruhnya, maka jaksa sebagai eksekutor dapat melaksanakan putusan hakim," kata Abdullah.
Fatwa MA menilai kepastian hukum justru semakin tidak jelas apabila Kejaksaan Agung menunggu ada pengajuan grasi dari terpidana mati untuk menggelar eksekusi.
Keterangan MA ini berkebalikan dengan pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta pada Jumat (25/8/2017) lalu. Prasetyo menyatakan Kejaksaan Agung justru masih menunggu fatwa dari MA mengenai kepastian batasan waktu pengajuan grasi bagi terpidana mati.
Hal ini menyebabkan Kejaksaan Agung masih menunda eksekusi terhadap sejumlah terpidana mati, khususnya yang terkait kasus narkoba. Prasetyo berharap segera mendapatkan jawaban dari Fatwa MA.
Prasetyo mencatat Kejaksaan Agung sudah memiliki daftar nama 153 terpidana mati yang belum dieksekusi sesuai jadwal pada semester pertama tahun 2017.
"Terus terang, saya sudah geregetan. Bagaimanapun mereka sudah memberikan akibat yang luar biasa dalam bisnis (narkoba) yang mereka lakukan. Kami sedang menunggu fatwa MA, biar nanti dijalankan," ujar Prasetyo.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom