tirto.id - Dua belas tahun sudah berlalu sejak kekalahan memalukan itu. Namun, Indonesia sepertinya memang tidak ditakdirkan untuk bisa berpesta di kota Riffa.
Pada 29 Februari 2012, di tengah runyamnya dualisme PSSI yang membuat para pemain Liga Super Indonesia tidak diperbolehkan membela tim nasional, Indonesia bertanding menghadapi tuan rumah Bahrain dengan skuad yang boleh dibilang seadanya.
Memang, di sana ada nama-nama beken macam Irfan Bachdim, Ferdinand Sinaga, Diego Michiels, dan Gunawan Dwi Cahyo. Namun, harus diakui, skuad asuhan Aji Santoso kala itu bukanlah skuad terbaik yang seharusnya bisa dikirimkan Indonesia.
Hasilnya betul-betul menyakitkan. Sepuluh gol bersarang di gawang Timnas Indonesia yang dikawal Syamsidar dan tak ada satu gol pun yang bisa diciptakan para penggawa Garuda. Hari itu, Timnas Indonesia menelan kekalahan terburuknya sepanjang sejarah. Hari itu, Timnas Indonesia menyentuh titik nadir.
Dua belas tahun sudah berlalu sejak kekalahan memalukan itu dan wajah Timnas Indonesia kini sudah benar-benar berbeda. Mereka yang rutin menghuni sebelas awal rata-rata berlaga di Eropa. Bahkan, kapten Timnas Indonesia saat ini, Jay Idzes, adalah pemain berkaliber Serie A Italia. Lalu, masih ada nama-nama macam Calvin Verdonk, Mees Hilgers, dan Thom Haye yang merupakan pemain reguler Eredivisie Belanda, serta Maarten Paes yang senantiasa tampil heroik di Major League Soccer (MLS).
Wajah yang berbeda itu menghasilkan prestasi yang berbeda pula. Kini, Indonesia tengah berlaga di putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026. Ia satu grup dengan Jepang, Tiongkok, Australia, Arab Saudi, dan Bahrain. Artinya, tak hanya Timnas Indonesia sudah selangkah lebih dekat dengan Piala Dunia, mereka pun sudah bisa bersanding dengan para "pentolan" sepak bola Asia.
Langkah Timnas Indonesia di ajang Pra-Piala Dunia ini sejalan dengan berbagai keberhasilan yang sebelumnya juga sudah ditorehkan. Pada awal tahun ini, misalnya, Indonesia sukses melaju ke fase gugur untuk pertama kalinya. Kemudian, dalam ajang Piala Asia U-23, Garuda Muda—yang sebagian besar pemain intinya juga merupakan pemain penting timnas senior—berhasil menjejak babak semifinal dan nyaris lolos ke Olimpiade Paris 2024.
Artinya, Timnas Indonesia yang sekarang sudah jauh lebih baik daripada yang sebelumnya, apalagi jika dibandingkan dengan tim yang bertandang ke Bahrain dua belas tahun silam itu. Namun, kutukan bagi Skuad Garuda di Riffa, tempat Stadion Nasional Bahrain berada, sepertinya memang belum bisa dihapuskan sepenuhnya.
Imbang Rasa Kalah
Indonesia bertandang ke Bahrain dengan bekal positif. Dalam dua pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2026 sebelumnya, Idzes cs. sukses menahan imbang Arab Saudi dan Australia. Di atas kertas, meski ia berhasil mencuri kemenangan 1-0 dari Australia, Bahrain bisa dibilang lebih lemah dibanding dua lawan sebelumnya. Maka target meraih tiga poin pun tidak terlampau muluk dibebankan pada para pemain yang ada saat ini.
Meski begitu, Bahrain terbukti tidak bisa diremehkan begitu saja. Pada babak pertama, Skuad Indonesia belum bisa berbuat banyak, bahkan tertinggal lebih dulu melalui gol Mohamed Marhoon. Gol itu mulanya adalah tendangan bebas yang sangat keras sampai membuat Paes tak bergerak sama sekali. Permainan tim Merah-Putih juga sulit berkembang karena pressing ketat tim lawan yang, sesekali, disertai aksi berguling di tanah.
Baru pada akhir-akhir babak, perlawanan digencarkan hingga akhirnya Ragnar Oratmangoen sukses mencetak gol penyama kedudukan. Gol ini membuat Indonesia kembali memiliki asa untuk, setidaknya, tak lagi dipermalukan di hadapan publik Riffa.
Pada babak kedua, pertandingan relatif lebih berimbang. Indonesia sedikit demi sedikit mampu menekan pertahanan Bahrain, meskipun tekanan tuan rumah pun sejatinya tak mengendur begitu saja. Sampai akhirnya, Rafael Struick sukses mencetak gol indah melalui sepakan lengkung yang tak mampu dijangkau penjaga gawang Bahrain.
Gol Struick ini terjadi pada menit ke-74 dan ini membuat Indonesia mendapatkan momentum untuk "membunuh" laga. Sayangnya, berbagai kans yang didapatkan tak berbuah hasil dan, pada akhirnya, malapetaka terjadi di pengujung laga.
Wasit asal Oman, Ahmed Al Kaf, yang sepanjang pertandingan mudah sekali meniup peluit memutuskan untuk memberi injury time sepanjang enam menit. Akan tetapi, seiring dengan terus mengalirnya tekanan Bahrain ke pertahanan Indonesia, Al Kaf terus membiarkan laga berjalan bahkan ketika injury time seharusnya sudah berakhir.
Keputusan itu berujung bencana bagi Indonesia ketika Marhoon mencetak gol keduanya—kali ini dalam sebuah situasi tendangan penjuru. Angka 2-2 terpampang di papan skor Stadion Nasional Bahrai, tetapi bagi Indonesia, ini terasa seperti sebuah kekalahan.
Hasil ini tidak bisa diterima begitu saja, baik oleh para pemain maupun suporter Indonesia. Terlihat para pemain mengajukan protes selepas laga. Kemudian, para suporter pun berang hingga akhirnya menyerbu akun media sosial milik sang wasit, Asosiasi Sepak Bola Bahrain, AFC, bahkan FIFA. Keluhan, umpatan, amarah, semua ditumpahkan oleh suporter Indonesia yang merasa bahwa hasil di Riffa itu bukan hasil yang adil.
Perjalanan Makin Alot
Bagi Indonesia, hasil imbang menghadapi Bahrain memang tidak menguntungkan. Sebab, hanya dengan tiga poin dari tiga pertandingan, skuad asuhan Shin Tae-yong tersebut melorot ke urutan lima klasemen sementara Grup C.
Memang, masih ada tujuh pertandingan lagi yang mesti dilalui untuk menentukan kelolosan langsung ke Piala Dunia 2026 serta putaran keempat kualifikasi. Namun, jalan Timnas Indonesia jelas akan lebih mulus apabila dua poin dari Riffa tidak "dirampok" Bahrain.
Di Putaran Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia ini, enam tim bakal lolos langsung ke putaran final turnamen, yaitu para juara serta runner-up grup. Sementara itu, enam tim lainnya—yang finis di urutan tiga dan empat masing-masing grup—bakal melakoni satu putaran kualifikasi lagi untuk memperebutkan tiga tiket tersisa.
Bagi Indonesia, target paling realistis adalah dengan mengunci satu tempat untuk kualifikasi putaran keempat. Sebab, Rizki Ridho dkk. berada dalam grup yang tidak mudah. Jepang, Arab Saudi, dan Australia adalah langganan Piala Dunia. Tiongkok pun sudah pernah mencicipi Piala Dunia. Sedangkan Bahrain, meski belum pernah lolos ke putaran final Piala Dunia, punya rekam jejak lumayan di level Asia, salah satunya kala jadi semifinalis Piala Asia 2004.
Prestasi serta rekam jejak para rival di Grup C membuat Indonesia tampak seperti anak bawang. Oleh karenanya, meski saat ini sudah diperkuat pemain-pemain level Eropa, Indonesia perlu menjaga ekspektasi. Suka tidak suka, jam terbang para pemain Timnas Indonesia pun belum cukup tinggi di level saat ini. Finis di urutan empat menjadi realistis karena Jepang, Arab Saudi, dan Australia diprediksi bakal menghuni urutan satu sampai tiga.
Kenyataannya, hasil imbang kontra Arab Saudi dan Australia sempat membumbungkan asa para suporter Indonesia. Kemenangan memang belum diraih, tapi paling tidak para penggawa Garuda sudah membuktikan bahwa mereka tidak tertinggal jauh dari para pesaing di level Asia.
Ini pulalah yang membuat hasil melawan Bahrain—kendati, harus diakui, Indonesia tidak bermain bagus—jadi terasa lebih menyakitkan.
Namun, tentu saja, langkah Indonesia masih panjang. Jika Jepang nantinya terlampau sulit untuk sekadar ditahan imbang, masih ada cukup banyak poin yang bisa dicuri dari negara-negara lainnya. Kans terbesar, tentu saja, adalah dengan memenangi laga kandang melawan Bahrain, Tiongkok, serta Arab Saudi.
Setelah itu, ada pula pertandingan away melawan Australia dan Tiongkok yang bisa dibebani target satu poin. Jika rentetan hasil ini bisa diraih, bukan mustahil Indonesia bisa lolos langsung ke Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko kelak.
Timnas Indonesia seiring berjalannya waktu hanya akan bertambah kuat dan solid. Sebab, para pemain diaspora yang baru saja bergabung, macam Eliano Reijnders dan Mees Hilgers, pasti bakal lebih nyetel dengan permainan Shin Tae-yong. Selain itu, tak menutup kemungkinan bakal ada nama-nama baru yang bisa memperkuat tim, seperti Kevin Diks dan Ole Romeny. Belum lagi jika nanti ada kejutan dari Liga 1 seperti Malik Risaldi yang tampil oke sebagai debutan saat melawan Bahrain.
Artinya, hasil imbang kontra Bahrain kemarin tak perlu disesali lama-lama. Memang, ada unsur ketidakadilan dalam cara wasit memimpin laga. Namun, perlu diingat pula bahwa performa tim secara overall juga belum sempurna. Masih ada ruang perbaikan di sana-sini karena, pada hakikatnya, apa yang dilakukan Indonesia sekarang merupakan awal dari sebuah proses panjang.
Maka yang perlu dilakukan para pemain, khususnya, saat ini adalah mencamkan baik-baik dalam diri mereka bahwa masih ada banyak kesempatan meraih poin. Untuk itu, mereka harus terus bekerja sekeras mungkin.
Sementara itu, para suporter juga harus mawas diri. Ingatlah bahwa apa pun hasilnya nanti di Pra-Piala Dunia ini, Timnas Indonesia sudah menorehkan sejarah baru. Apabila progres ini berlanjut, kelolosan ke Piala Dunia hanya tinggal hitungan waktu.
Apa yang terjadi di Riffa tak perlu disesali lama-lama. Sh*t happens dan itu adalah bagian dari sepak bola. Cara terbaik untuk segera bangkit, tentunya, adalah dengan mengalahkan Cina pada 15 Oktober mendatang.
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi