Menuju konten utama

Luhut Tak Ingin Berandai-andai Soal Kasus Freeport

Freeport McMoran Inc sebagai induk perusahaan PT Freeport Indonesia sudah memberi tanda-tanda akan membawa perselisihan tersebut ke Mahkamah Arbitrase Internasional, jika perundingan dengan Pemerintah tak mampu terselesaikan, mereka memberi jangka waktu 120 hari.

Luhut Tak Ingin Berandai-andai Soal Kasus Freeport
Jenderal TNI (HOR) (Purn.) Luhut Binsar Panjaitan. [ANTARA FOTO/Reno Esnir]

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, tak ingin berandai-andai terkait dengan permasalahan PT Freeport Indonesia dengan Pemerintah terkait Kontrak Karya (KK). Luhut ingin adanya perundingan antara pemerintah dan PT Freeport Indonesia terlebih dahulu.

Sementara Freeport McMoran Inc sebagai induk perusahaan PT Freeport Indonesia sudah memberi tanda-tanda akan membawa perselisihan tersebut ke Mahkamah Arbitrase Internasional jika perundingan dengan Pemerintah tak mampu terselesaikan dengan jangka waktu 120 hari.

"Saya tidak mau berandai-andai. Biarkan saja jalan. Saya kira sekarang semua masih berjalan baik," kata Luhut, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat (24/2/2017).

Sebagai menteri koordinator di bidang kemaritiman, Luhut bertugas mengoordinasikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementeri Pariwisata, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Ia juga menegaskan bahwa perselisihan tersebut sudah di urus oleh Menteri ESDM, Ignasius Jonan.

"Saya kira sudah diurus menteri ESDM, ya biarkan saja," kata Luhut.

Mengenai ancaman PHK dari pihak PT Freeport, dia menyerahkan sepenuhnya urusan tersebut kepada Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri yang akan berkunjung ke Timika, Papua, dalam waktu dekat ini.

Sebelumnya dikabarkan, PT Freeport telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan merumahkan karyawan. Paling tidak 1.000 lebih karyawan tetap dan kontrak yang sudah di-PHK dan dirumahkan.

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, mengaku telah menerima laporan tentang ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan PT Freeport Indonesia. Aksi PHK tersebut merupakan dampak dari berhentinya operasional PT Freeport Indonesia, menyusul bergulirnya polemik perusahaan tersebut dengan pemerintah Indonesia.

"Laporan sudah ada. Tapi harus saya verifikasi dulu. Besok saya baru rencana bertemu dengan serikat pekerja Freeport untuk audiensi," kata Hanif Dhakiri di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis siang (23/2).

Pada dasarnya, Hanif berharap kemelut yang tengah terjadi antara PT Freeport Indonesia dan pemerintah tidak berbuntut dengan PHK. PT Freeport Indonesia seharusnya bisa bertindak dengan cara yang lebih baik, dan tidak merugikan para karyawannya.

"Kementerian [Ketenagakerjaan] mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah. Kalau ada masalah, ya baiknya dirundingkan. Jangan menjadikan PHK sebagai alat untuk menekan pemerintah," ucap Hanif.

Ia pun menegaskan, tidak seharusnya PHK menjadi sebuah pilihan, karena yang sifatnya menyangkut hajat hidup orang banyak.

"PHK sendiri tidak bisa dilakukan secara suka-suka. Harus dibicarakan dengan serikat pekerjanya, serta memenuhi ketentuan peraturan perundangan yang ada," jelas Hanif.

Hanif sendiri belum bisa memastikan jumlah karyawan di PT Freeport Indonesia yang terancam kehilangan pekerjaannya.

"Saya belum tau jumlahnya, apakah mereka karyawan tetap atau kontrak, dan segala detailnya. Tunggu audiensi besok," ujar Hanif.

Sebelumnya, PT Freeport Indonesia menyatakan ketidaksediaannya mengubah status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dampak dari alotnya negosiasi, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017, PT Freeport Indonesia tidak diizinkan untuk mengekspor konsentrat.

Selain mengancam melakukan PHK, induk perusahaan PT Freeport Indonesia, Freeport-McMoran, juga berniat menyelesaikan sengketa di Mahkamah Arbitrase Internasional.

Presiden Joko Widodo sendiri telah menanggapi gaduhnya PT Freeport Indonesia terhadap kebijakan pemerintahannya. Seperti disampaikan Kamis (23/2) pagi di GOR Cibubur, Jakarta Timur, Joko Widodo menyatakan akan mengambil sikap.

"Kalau memang sulit diajak musyawarah, sulit diajak berunding, saya akan bersikap. Sekarang ini biar menteri dulu," katanya.

"Kita ingin dicarikan solusi yang win-win. Kita ingin itu, karena ini urusan bisnis," tambah Joko Widodo.

Baca juga artikel terkait KASUS FREEPORT atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Hukum
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto