tirto.id - Manajemen Liverpool membatalkan rencana mereka menggunakan bantuan pemerintah Inggris untuk menggaji para karyawan yang dirumahkan.
Semula, Liverpool berencana mengakses fasilitas bantuan pemerintah Inggris untuk perusahaan yang terdampak pandemi virus corona (Covid-19).
Program bernama The Coronavirus Job Retention tersebut memungkinkan 80 persen dari gaji para karyawan yang dirumahkan selama pandemi bisa dibayar oleh negara.
Dengan begitu, perusahaan-perusahaan di Inggris hanya perlu membayar sebesar 20 persen gaji karyawan mereka.
Rencana ini sebenarnya akan menguntungkan bagi Liverpool dan banyak klub Liga Inggris lainnya karena mereka bisa melakukan penghematan di saat pemasukan seret karena kompetisi berhenti.
Namun, mengingat Liverpool merupakan salah satu klub terkaya di Inggris, rencana manajemen mengakses fasilitas bantuan pemerintah di masa yang sulit seperti sekarang menuai kritik tajam.
Kritik keras datang dari banyak kalangan, termasuk mantan bek Liverpool Jamie Carragher.
Setelah menuai banyak kritik, Liverpool memutuskan untuk membatalkan rencana tersebut. Hal ini disampaikan CEO Liverpool Peter Moore melalui surat yang ditujukan kepada para fans klub.
"Kami telah mengambil keputusan yang salah pekan kemarin, saat mengumumkan bahwa kami berencana mengakses skema bantuan Coronavirus Job retention dan merumahkan para karyawan sebab Premier League dihentikan," kata Moore dalam surat yang dilansir laman Liverpool, pada 6 April 2020 waktu setempat.
"Oleh karena itu, kami benar-benar minta maaf," tambah Moore.
Moore menjelaskan Liverpool memiliki setidaknya tiga skenario untuk menghadapi situasi sulit saat pandemi berlangsung. Dia mengklaim tiga skenario ini telah dibahas bersama banyak pihak.
Opsi pertama adalah mengakses skema bantuan Coronavirus Job Retention serta memakai hibah negara itu untuk membayar 80 persen dari gaji para staf yang dirumahkan. Sementara 20 persen sisanya akan ditutup dengan uang manajemen.
Sementara opsi kedua ialah mengakses skema bantuan Coronavirus Job Retention, tetapi dengan jaminan bahwa klub akan mengganti uang dari negara tersebut.
Sedangkan opsi ketiga adalah mencari alternatif lain untuk membayar gaji para karyawan Liverpool yang dirumahkan. Opsi ketiga ini akhirnya dipilih oleh Liverpool.
"Kami memilih untuk mencari cara alternatif lain meskipun kami memenuhi syarat untuk melamar skema bantuan Coronavirus Job Retention," ujar Moore.
Dia berjanji, meskipun sedang tidak memperoleh pemasukan, manajemen klubnya akan berupaya mencari cara untuk menjamin gaji para karyawan terpenuhi selama pandemi corona.
"Terlepas dari fakta bahwa posisi keuangan kami masih sangat sehat sebelum krisis ini muncul, pemasukan klub saat ini benar-benar berhenti sementara pengeluaran tetap ada," ujar Moore.
"Klub terus mempersiapkan berbagai skenario berbeda sebelum situasi pulih seperti semula. Kami pun harus memikirkan kemungkinan terbaik, sampai yang paling buruk," tambahnya.
The Reds merupakan salah satu klub dengan pendapatan tertinggi di Liga Inggris, dengan laba sebelum pajak, pada bulan Januari-Februari 2020, mencapai 42 juta pound.
Bahkan, dalam empat musim terakhir Liverpool selalu sukses mencatat laba bersih di atas 100 juta pound. Pendapatan klub paling tinggi tercatat pada musim 2017/2018, sebesar 158 juta pound.
Fakta ini membuat banyak pihak mengkritik rencana Liverpool mengakses bantuan negara untuk menggaji karyawan saat pandemi membikin perekonomian Inggris remuk redam. Sebab, banyak perusahaan lain yang tidak sekaya Liverpool lebih membutuhkan fasilitas bantuan tersebut.
Penulis: Permadi Suntama
Editor: Addi M Idhom