tirto.id - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indoneaia (LIPI) menilai Capres 02, Prabowo Subianto yang akan menaikan anggaran sektor pertahanan, tak bisa jadi tolok ukur kualitas pertahanan nasional.
"Kalau [anggaran] dinaikan berpengaruh, tapi alokasinya untuk apa? Janji-janji paslon banyak ningkatin kesejahteraan, padahal rumah dinas masih kurang saat ini," ujar Peneliti Puslit Politik LIPI, Diandra Mengko saat ditemui di kantor LIPI, Jakarta Selatan, Senin (1/4/2019).
Menurut dia, belanja alat utama sistem senjata (alusista) hanya 30 persen dari APBN setiap tahunnya. Jika anggaran tersebut dibagi dua antara alusista dengan kesejahteraan militer, kata Diandra, maka pasti tidak terlalu signifikan terhadap kualitas pertahanan negara.
"Tapi kalah naik signifikan, anggaran lain gimana? Sejauh apa dinaikkan? Nggak dibahas [oleh] Prabowo," kata Diandra.
Menurut dia, usulan Capres 01, Joko Widodo berinvestasi bidang industri pertahanan dapat menghasilkan keuntungan dalam negeri dan berdampak signifikan secara ekonomi.
"Tapi investasi dalam industri pertahanan tidak murah. Karena untuk litbang [penelitian dan pengembangan] bisa berhasil, bisa gagal. Tapi memang harus ditempuh untuk meningkatkan pertahanan," ucap Diandra.
Ia menyarankan, agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi kewenangan untuk masuk ke bidang pertahanan untuk megawasi program pertahanan.
Dengan peran KPK, kata dia, diperkirakan efektif membantu transparansi dan akuntabilitas bidang pertahanan yang selama ini dinilai hanya berkutat di internal TNI saja.
"Itu [KPK mengawasi pertahanan] jadi ide menarik kalau [kedua] paslon punya pandangan soal itu. Karena peran KPK bisa membantu transparansi dan akuntabilitas bidang pertahanan yang selama ini hanya berkutat di internal mereka saja," ujar dia.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Zakki Amali