Menuju konten utama

LIPI-BMKG-NOAA Lakukan Pemetaan Batimetri

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan melakukan penelitian pemetaan batimetri atau dasar laut di Samudera Hindia untuk mengetahui potensi ancaman gempa dalam Ekspedisi Indonesia Prima 2017.

LIPI-BMKG-NOAA Lakukan Pemetaan Batimetri
Petugas Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika yang sedang memeriksa alat pemantau cuaca. ANTARA FOTO/Lucky R.

tirto.id - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan melakukan penelitian pemetaan batimetri atau dasar laut di Samudera Hindia untuk mengetahui potensi ancaman gempa dalam Ekspedisi Indonesia Prima 2017.

"Supaya ahli kita bisa melihat apakah pola-pola itu bisa memberikan potensi ancaman gempa ke depan atau tidak," kata Kepala LIPI Iskandar Zulkarnain dalam peresmian Ekspedisi Indonesia Prima 2017 di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Muara Baru Jakarta Utara, Senin, (20/2/2017) seperti dilansir dari Antara.

Selanjutnya ia menjelaskan, kegunaan pemetaan batimetri sebagai dasar analisis ada tidaknya pola patahan yang berpotensi memicu gempa.

Dalam ekspedisi LIPI akan melakukan penelitian oseanografi seperti karakteristik massa air laut, konektivitas, temperatur air, dan juga profil arus laut yang sangat mempengaruhi kondisi oseanografi.

"Penelitian kelautan yang berbasis pada pengamatan dasar laut sangat penting karena kita merupakan daerah pertemuan lempeng samudera dan lempeng benua yang jadi sumber gempa selama ini," ujar dia.

Namun Iskandar menyebutkan bisa saja terjadi anomali patahan penyebab sumber gempa seperti yang pernah terjadi di Samudera Hindia meski tidak terdapat pola patahan sebelumnya.

Iskandar mengemukakan penelitian maritim khususnya di wilayah Samudera Hindia masih sangat minim dibandingkan Samudera Pasifik.

Padahal, kata dia, wilayah laut Indonesia masih banyak menyimpan sumber daya mineral, biodiversitas, dan oseanografi yang belum diketahui.

Ekspedisi Indonesia Prima (Indonesia Program Initiative on Maritime Observation and Analysis) 2017 berlangsung pada 20 Februari hingga 16 Maret 2017 ini bekerjasama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan badan cuaca Amerika NOAA.

Ekspedisi tersebut akan menempuh dua rute, yaitu mulai dari Jakarta, Samudera Hindia, Sabang dan rute Sabang, Pidie, Selat Malaka Jakarta.

BMKG akan melakukan penelitian untuk mendapatkan data-data kelautan untuk mengkaji fenomena iklim dan cuaca yang terjadi saat ini.

"Ekspedisi ini melakukan perbaikan buoy di Samudera Hindia, juga bermanfaat untuk mengetahui iklim ekstrem," kata Kepala BMKG Andi Eka Sakya di Dermaga Perikanan Muara Baru, Jakarta, Senin.

Kegiatan ini akan dilengkapi dengan open ship dan miniworkshop yang dapat dikunjungi oleh masyarakat umum pada saat kapal bersandar di Sabang.

"Kita juga mengundang masyarakat untuk mengenal aktivitas kapal ini lewat miniworkshop," tambah Andi.

Indonesia Prima 2017 merupakan kelanjutan dari misi sebelumnya kerja sama sains dan teknologi kelautan bersama dengan Amerika selama tiga tahun terakhir.

Kegiatan tersebut bertujuan melakukan perawatan dan pembaruan buoy/mooring laut ATLAS yang merupakan bagian dari dari Program Penelitian RAMA (Research Moored Array for African-Asian-Australian Monsoon Analysis and Prediction) dengan memasang rangkaian buoy mooring laut dalam.

RAMA sendiri merupakan program kerja sama penelitian multi nasional dalam pembangunan data dasar kelautan untuk pemantauan dan prediksi sistim monsun, variabilitas iklim, dan interaksi antara laut dan atmosfer global, khususnya di sekitar benua Asia dan Samudera Hindia, dan menjadi bagian dari GOOS (Global Ocean Observing System) yang melengkapi kekosongan data laut di sekitar Benua Maritim Indonesia.

Pada Ekspedisi kali ini, BMKG-NOAA-LIPI menggunakan kapal Baruna Jaya VIII akan membawa tiga pakar kelautan NOAA, 25 personil/peneliti BMKG dan P2O LIPI, dan 23 kru kapal dan teknisi.

Baca juga artikel terkait PENELITIAN atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Humaniora
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh