Menuju konten utama

Lingkaran Misteri yang Tak Perlu Jawaban

Istilah crop circle bagi banyak orang di Indonesia mungkin sudah tak asing lagi. Peristiwa di Sleman, Yogyakarta 2011 lalu membuat publik Indonesia gempar dan “melek”. Fakta crop cirle hingga saat ini terus diperdebatkan di berbagai belahan dunia hingga tak ada kepastian siapa pembuatnya. Yang pasti, crop circle di Inggris Selatan jadi tempat wisata selain Stonehenge.

Lingkaran Misteri yang Tak Perlu Jawaban
crop circle [foto/cropcirclesdatabase.com]

tirto.id - Sebuah bentangan crop circle atau pola lingkaran simetris berdiameter 180 meter di ladang jagung di Kota Munich, Jerman muncul beberapa hari lalu. Publik berbondong-bondong menyaksikan fenomena ini. Penampakan crop circle bukanlah barang baru di Jerman, tapi tetap saja masyarakat di salah satu negara paling termaju ini masih penasaran dengan crop circle.

Peristiwa ini mengingatkan hal serupa lima tahun lalu di Indonesia. Ribuan orang berdatangan ingin tahu fakta langka ini. Setidaknya dalam setahun ditemukan dua lokasi crop circle di Sleman, Yogyakarta. Lokasi pertama ditemukan pada Januari 2011 di Dusun Rejosari, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah. Lokasi kedua ditemukan crop circle yang berbentuk menyerupai telapak kaki besar di Dusun Mlandangan, Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik. Keduanya jadi lokasi wisata dadakan bagi warga.

Pada waktu itu, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menegaskan bahwa crop circle yang ditemukan di Sleman bukanlah jejak unidentification flying objek atau UFO melainkan buatan manusia. LAPAN menegaskan pola-pola crop circle banyak ditemukan di Eropa dan beberapa negara lain.

Keberadaan crop circle menuai pro kontra. Ada yang menganggapnya buatan manusia, tapi tak sedikit yang mempercayainya sebagai buatan “tangan lain" di luar manusia, termasuk campur tangan alam.

Crop circle selalu menuai pertanyaan besar setiap kemunculannya. Ia juga melahirkan sebuah “ilmu” bernama cereology. Pegiatnya biasanya disebut cereologists atau “croppies”. Fenomena ini juga menginspirasi pembuatan film “Signs” pada 2002 yang dibintangi Mel Gibson.

Crop circle juga jadi sorotan media internasional. Media populer seperti Telegraph, Straits Times, Huffingtonpost, Nationalgeographic, Mirror dan banyak lainnya dari tahun ke tahun mengangkat tema berabad-abad ini. Sayangnya, jawaban dari fakta crop circle selalu berakhir dengan pertanyaan. Dalam situs cropcirclesecrets.org, fakta crop circle tertangkap di 20 lebih negara. Bentuk crop circle biasanya berada di bentangan ladang gandum, barley, canola, sawah, dan lainnya.

Fakta keberadaannya bukan lah fenomena modern yang baru muncul belakangan ini. Sejak abad ke-17 sudah tercatat ada laporan soal crop circle. Setidaknya sudah ada 200 kasus yang dilaporkan sebelum 1970, dengan puluhan para saksi mata. Sekitar 1980-an, orang mulai melek untuk mempelajari fakta ini, terutama di kawasan Inggris Selatan.

Manusia mulai mengabadikan pola-pola crop circle dari yang awalnya sederhana seperti lingkaran dan garis-garis, crop circle “berevolusi” dalam bentuk yang lebih rumit. Selain bentuknya yang terus berkembang, ukuran crop circle juga makin membesar. Ukuran crop circle terbesar bisa mencakup kawasan hingga 200.000 kaki persegi. Sedikitnya sudah tercatat ada 10.000 laporan soal keberadaan circle di dunia. Keberadaanya makin membuat penasaran, misalnya media BBC melaporkan pada 1999, konglomerat AS Laurance Rockefeller mendanai proyek survei besar-besaran soal fenomena ini di Inggris.

Setahun sebelumnya, sebuah website iklan di AS menawarkan paket wisata crop circle di Inggris dengan tarif 2.199 dolar AS per orang atau sekitar Rp28,5 juta bila pakai kurs saat ini. Paket wisata ini menarik di kala versi tentang terbentuknya crop circle makin beragam. Beberapa versi mengatakan crop circle merupakan karya angin vortex, energi Bumi, fenomena arkeologi bawah tanah, reaksi kimia, eksperimen militer, kekuatan tuhan, hingga hoax atau buatan manusia.

Buatan Manusia

Masalah hoax paling fenomenal soal crop circle bermula dari pengakuan Doug Bower dan Dave Chorley alias “Doug dan Dave” dari Inggris. Pada 1991, dua orang ini mengumumkan telah membuat ratusan crop circle sejak 1978. Agar tak terkesan mengada-ada, mereka mengfilmkannya untuk BBC dengan mempraktikkan membuat lingkaran dengan alat tali dan papan untuk membentuk pola-pola di ladang Wiltshire, Inggris.

Kawasan Wiltshire, Inggris merupakan “gudang” dari keberadaan crop circle. Kawasan ini juga jadi pusat wisata arkeologi berusia 4.600 tahun antara lain Stonehenge, Avebury, Silbury Hill, dan pemakanan West Kennet Long Barrow. Meski demikian, laporan crop circle juga terjadi di Australia, Afrika Selatan, Cina, Rusia, termasuk di Yogyakarta, Indonesia. Biasanya lokasi penemuan crop circle berdekatan dengan kawasan wisata purbakala.

“Saya rasa Doug Bower merupakan seniman terbesar sepanjang abad 20,” kata John Lundberg, seorang perancang grafis yang mempercayai crop circle murni buatan manusia, seperti dikutip dari nationalgeographic.com.

Orang-orang seperti Doug dan Dave maupun Lundberg menamakan diri sebagai Circlemakers. Kelompok ini diperkirakan tersebar di beberapa kelompok kecil di Inggris, setiap tahunnya kelompok kecil Circlemakers membuat satu hingga dua crop circle. Mereka juga melayani permintaan komersial seperti untuk keperluan pembuatan iklan, atau film dokumenter seperti History Channel. Mereka juga dianggap kerap melakukan “aksi malam hari” saat membuat crop circle secara sembunyi-sembunyi.

Bagi yang mempercayainya, kemampuan mereka terus berkembang dalam skala pembuatan crop circle. Pada Agustus 2001 misalnya, di Wiltshire terdapat 409 crop circle yang mencakup kawasan 5 hektare dengan bentangan panjang garis 243 meter. Dengan capaian ukuran crop circle sebesar ini tentunya tak semua orang mempercayai para Circlemakers.

Tangan Lain

Munculnya crop circle oleh para tangan Circlemakers hanya salah satu versi saja. Tak sedikit orang-orang yang mempercayai crop circle sebagai karya tangan di luar manusia, termasuk bagi mereka yang berlatar belakang ilmuan seperti arkeolog, dan ilmu lainnya. Ada juga yang moderat berpandangan bahwa ada crop circle buatan manusia, ada juga campur "tangan lain" seperti hasil penelitian soal kondisi rebahan batang gandum yang patahannya berbeda dengan crop circle campur tangan manusia.

Misalnya saja, Greg Jefferys, seorang yang berlatar belakang ilmu arkeologi bergelar PhD dari penelitian crop circles di University of Tasmania, mencoba menepis kalangan Circlemakers. Faktanya, crop circle telah muncul sebelum klaim dua bersaudara Doug dan Dave 25 tahun lalu. Temuannya yang dibantu oleh aplikasi Google Earth, mengungkap bahwa selama 70 tahun terakhir fenonema crop circle terjadi secara konstan saat musim panas di berbagai lokasi, yang tentunya tak bisa dijelaskan oleh kaum Circlemakers.

“Ini telah menghapus validitas klaim dari kalangan yang mempercayai crop circle hoax. Crop circle sebagai fenomena alam yang tetap tak bisa dijelaskan,” kata Jefferys dikutip dari huffingtonpost.co.uk.

Kalangan ilmuwan lainnya mempercayai, crop circle merupakan karya dari angin. Pada 1991, konferensi yang digelar oleh Tornado and Storm Research Organization (TORRO) dan Circles Effect Research Group (CERES) mengungkapkan crop circle hasil dari sebuah kejadian yang disebut "breakdown vortex" dari angin puyuh.

Namuan semua itu masih teori, faktanya saat ini kawasan yang menjadi langganan munculnya crop circle di Inggris, Wiltshire jadi daya tarik wisata. Ibaratnya, para petani di Wiltshire dengan lahan gandumnya menyediakan kain kanvas bagi para seniman Circlemakers di Inggris. Keduanya menjalin hubungan simbiosis mutualisme. Media nationalgeographic.com mengungkapkan setiap tahun, ada jutaan poundsterling yang memutar ekonomi di Wiltshire, seperti kedatangan pelancong, bus wisata, sewa helikopter, penjualan kaos, buku, souvenir, dan lainnya.

Bagi petani ini sebuah berkah, pusat lingkaran crop circle dianggap punya kekuatan magis. Sehingga bagi pengunjung yang akan masuk ke pusat lingkaran crop circle dikenakan biaya masuk. Pada 1996 misalnya, sebuah crop circle muncul di kawasan situs Stonehenge di Wiltshire. Petani mengenakan tarif untuk pengunjung yang melihat crop circle.

Dalam empat minggu terkumpul 30.000 poundsterling atau 47.000 dolar AS. Jumlah ini sangat besar dibandingkan kerusakan lahan petani yang menjadi tempat crop circle yang bila dihitung hasil panennya hanya menghasilkan 150 poundsterling atau 235 dolar AS. Ini tentunya membuat para petani sumringah.

Ketenaran kawasan Wiltshire di Inggris sebagai surga crop circle dapat dibuktikan dari situs www.visitwiltshire.co.uk. Situs ini mempromosikan bahwa crop circle di Wiltshire muncul dalam rentang bulan April-September di setiap musim panas di daerah Avebury dan Lembah Pewsey. Dalam situs dijelaskan soal aturan main wisata seperti pengunjung harus minta izin kepada pemilik lahan crop circle, dilarang memanjat pagar di lokasi crop circle dan lainnya.

Crop circle merupakan “permainan” wisata para pegiatnya. Dalam situs cropcirclesdatabase.com, terlihat jelas frekuensi “penampakan” crop circle lebih banyak di daratan Inggris, termasuk Wiltshire. Dari data tahun 1989-2016 setidaknya dari 20 negara yang melaporkan keberadaan crop circle, Inggris lah juaranya, disusul oleh Jerman di peringkat kedua. Tercatat ada 865 penampakan crop circle di Inggris, termasuk 33 penampakan selama 2016.

Sedangkan di Jerman ada 95 penampakan, termasuk 5 penampakan di tahun ini, di luar kejadian di Kota Munich beberapa hari lalu. Yang menarik, penampakan crop circle mulai muncul di banyak negara selain di Inggris setelah abad 21 seperti Swiss, Spanyol, Italia, Belgia, Perancis. Beberapa negara di luar Eropa juga tercatat antara lain di Australia, Cina, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, yang rata-rata dalam kurun 25 tahun tak lebih dari satu hingga belasan penampakan crop circle saja.

Crop circle merupakan fakta yang tak bisa dibantahkan soal keberadaannya. Soal siapa yang membuatnya tergantung siapa yang mempercayainya. Crop circle menyebar di berbagai benua, tapi Inggris sebagai negara yang menjadi langganan crop circle memanfaatkannya sebagai ajang wisata. Crop circle memang tak perlu sebuah jawaban, karena bila ditemukan jawabannya maka tak akan menarik lagi bagi wisatawan. Anda setuju?

Baca juga artikel terkait SOSIAL BUDAYA atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti