tirto.id - Di tengah berlangsungnya Rapat Pleno Nasional DPP Partai Golkar, Selasa (21/11/2017) sore, redaksi Tirto menerima gambar dua lembar surat yang ditandatangani Ketua Umum Setya Novanto. Dalam surat yang dibubuhi materai Rp6000 itu Novanto menyampaikan dua hal penting.
Dalam lembar surat pertama Novanto meminta agar DPP Partai Golkar tidak membahas pemberhentian dirinya. Lewat surat itu pula, ia menunjuk Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Ketua Umum.
Novanto juga menunjuk politikus Golkar lain, Azis Syamsuddin dan Yahya Zaini, sebagai Plt Sekretaris Jenderal menggantikan Idrus yang naik jabatan. Berikut bunyi surat lengkapnya:
"Kepada Yth DPP Partai Golkar. Bersama ini disampaikan tidak ada pembahasan pemberhentian sementara terhadap saya selaku Ketua Umum Partai Golkar. Dan untuk sementara saya tunjuk Plt Ketua Umum Idrus Marham, Plt. Sekjen Yahya Zaini, Aziz Syamsuddin. Demikian harap dimaklum."
Surat bertanggal 21 November 2017 itu sedikit berbeda dengan surat sejenis yang disampaikan Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar Agung Laksono, di kantor DPP Partai Golkar, Senin (20/10) kemarin.
Dalam surat itu, Novanto memang menunjuk Idrus sebagai Plt. Ketua Umum. Namun, yang ia tunjuk sebagai Plt. Sekretaris Jenderal adalah Agus Gumiwang, Lamhot Sinaga, dan Sarmuji.
Selanjutnya, dalam surat kedua, Novanto meminta agar pimpinan DPR tidak mencopot dirinya sebagai Ketua DPR lewat Rapat Pleno dan Rapat Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Dalam surat itu Novanto meminta diberi kesempatan untuk membuktikan diri tidak terlibat dalam kasus proyek KTP-elektronik yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Bersama ini saya selaku Ketua DPR RI sedang menghadapi kasus hukum proyek e-KTP yang disidik oleh KPK. Saya mohon pimpinan DPR RI lainnya dapat memberi kesempatan saya untuk membuktikan tidak ada keterlibatan saya, dan untuk sementara waktu tidak diadakan rapat pleno, sidang MKD terhadap kemungkinan menonaktifkan saya baik selaku Ketua DPR RI maupun selaku anggota dewan. Demikian permohonan disampaikan," demikian bunyi surat itu.
Politikus Golkar Indra J. Piliang memastikan dua lembar surat yang diterima Tirto autentik ditulis dan ditandatangani oleh Setya Novanto. "Asli," katanya.
John Kenedy Azis, politikus senior Golkar yang juga anggota Komisi IX DPR RI, turut mengkonfirmasi surat tersebut. "Sepengetahuan saya, itu tulisan dan tanda tangan Setya Novanto," ujarnya.
Baca juga:Wasekjen Golkar: Istana Tak Ikut Campur di Pergantian Ketum Golkar
Hari ini, DPP Partai Golkar menggelar Rapat Pleno Nasional dengan agenda utama mengevaluasi kepemimpinan Setya Novanto sebagai ketua umum. Rapat ini digelar sebagai respons atas langkah KPK yang menahan dan menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP-elektronik.
"Kami tidak mungkin membiarkan Golkar dan DPR tersandera dengan dua jabatan [yang diemban Novanto] sebagai Ketua Umum [Partai Golkar] dan Ketua DPR RI," kata Ketua Pelaksana Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid di Kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Neli, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (21/10).
Status hukum Novanto memang menghambat langkah konsolidasi internal dan eksternal Partai Golkar. Partai Golkar setidaknya akan mengalami hambatan dalam menghadapi Pilkada, Pemilu Legislatif, dan Pemilu Presiden jika ketua umum ditahan, demikian kata Nurdin.
Rapat ini juga membahas penunjukan Idrus langsung oleh Novanto. Nurdin menyiratkan keputusan ini belum bersifat final. Semua masih bergantung pada hasil akhir Rapat Pleno hari ini.
"Kalau misalnya [pleno] memutuskan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub), maka tidak perlu ada Plt. Cukup ketua harian, koordinator bidang, dan sekjen yang mengendalikan partai," ujar mantan ketua umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) itu.
Menurut Nurdin, jika Rapat Pleno memutuskan DPP menggelar Munaslub dan menolak penunjukan Idrus, maka dirinya dan Idrus—sebagai dua orang tertinggi di Partai Golkar saat ini—akan membentuk panitia penyelenggara Munaslub.
Kalau arahnya ke sana, diperkirakan Munaslub akan terselenggara pada bulan Desember. "Karena Januari sudah ada pendaftaran Pilkada," katanya.
Selain itu, Nurdin mengatakan ada cara lain yang lebih murah untuk menentukan pimpinan partai, yaitu dengan menunjuk Plt. ketua umum dalam Rapat Pleno. Plt tersebut kemudian dikukuhkan lewat Rapat Pimpinan Nasional, yakni mekanisme pengambilan keputusan tertinggi di bawah Munaslub.
"Tergantung Rapat Pleno apakah mau Plt atau Munas, itu nanti sepenuhnya diserahkan mekanisme organisasi," ujarnya.
Hingga saat ini, Rapat Pleno Partai Golkar masih berlangsung. Belum ada keputusan final yang diambil.
Penulis: Jay Akbar
Editor: Rio Apinino & Maulida Sri Handayani