tirto.id - Polisi resmi menetapkan 10 tersangka usai penggerebekan acara pesta homoseksual di PT Atlantis Jaya, Ruko Kokan Permata Blok B15-16 Kelapa Gading, RT 15 RW 03, Kelapa Gading Barat, Jakarta, Minggu, (21/5/2017). Polisi menetapkan kesepuluh tersangka lantaran diduga terlibat dalam pembentukan tempat hiburan berkedok gym atau tempat fitness.
“Sudah ditetapkan tersangka 10 orang karena telah melakukan kegiatan pornografi dan pornoaksi,” kata Kapolres Jakarta Utara, Kombes Pol Dwiyono, dalam rilis di Polres Jakarta Utara, Koja, Jakarta Utara, Senin (22/5/2017).
Kesepuluh tersangka itu terdiri dari 2 pengunjung, 4 penari striptis, dan 4 pengelola gedung. Keempat penari striptis adalah SA (29) penari, BY (20) mahasiswa, R (30) seorang pelatih kebugaran, dan TT (28) perancang busana. Sementara dua pengunjung yang ditetapkan sebagai tersangka adalah A (41) karyawan toko, S (25) editor video.
Kemudian mereka juga menetapkan 4 orang penyedia usaha pornografi yakni CD (40) selaku pemilik izin tempat, N (27) selaku pihak yang menyiapkan honor penari striptis, D (27) selaku resepsionis pengumpul bayaran pengunjung, dan RA (28) selaku pemberi honor kepada penari striptis.
Mantan Kapolres Jakarta Pusat itu menerangkan 6 tersangka yakni 2 pengunjung dan 4 penari striptis disangkakan melanggar Pasal 36 jo Pasal 10 UU RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Keenamnya dikenakan ancaman hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp5 miliar.
Sementara itu, para pengelola gedung disangkakan melanggar Pasal 30 jo Pasal 4 ayat (2) UU RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman paling singkat 6 bulan hingga maksimal 6 tahun dan denda maksimal Rp3 miliar.
Sedangkan untuk 131 orang hasil penangkapan masih diperiksa secara intensif oleh pihak kepolisian. Sampai saat ini, mereka semua masih berstatus saksi dalam kasus pesta seks tersebut. Ia menambahkan, polisi akan melakukan tes urine kepada seluruh orang, termasuk tersangka hasil penggerebekan di PT. Atlantis Jaya.
LBH Merasa Dipersulit
Dalam kasus ini, LBH Jakarta masih menemani mereka yang ditahan di Polres Jakarta Utara. Namun, pengacara publik dari LBH Jakarta, Citra Referendum mengatakan, pihaknya baru bisa mendampingi 4 dari total 141 orang yang tertangkap dalam aksi penggerebekan. Ia beralasan, mereka sulit berinteraksi dengan mereka yang ditangkap kepolisian hingga pukul 17.00 WIB.
"[Kami] sekarang sudah mengantongi persetujuan atau mereka mau didampingi sekitar 3-4 orang. Yang lain masih sulit akses bantuan hukum," ujar Citra kepada Tirto, Senin.
Citra menerangkan, pihaknya merasa dihalang-halangi untuk menemui pihak yang ditangkap dalam penggerebekan, Minggu (21/5/2017). Sepengetahuan Citra, klien mereka pun belum diperiksa oleh kepolisian.
Hingga saat ini, sepengetahuan Citra berdasarkan keterangan kliennya, baru sekitar 15 orang yang sudah diperiksa sebagai saksi. Selain itu, semua saksi dilakukan tes urine untuk lebih lanjut. Sayangnya, tim LBH Jakarta tidak bisa mengetahui detail keadaan di lapangan, termasuk keadaan klien mereka karena dilarang oleh aparat kepolisian.
“Alasannya katanya menunggu prosedur padahal mereka punya hak ketemu keluarga atau pengacara,” kata Citra.
Citra sendiri belum bisa berbicara lebih lanjut terkait salah satu kliennya yang ditangkap dikabarkan dalam keadaan bugil. Ia mengaku informasi tersebut masih simpang-siur, apalagi mereka belum mendengar kesaksian langsung dari kliennya. Ia hanya bisa mengatakan bahwa mereka baru memiliki 3-4 klien saja dari total 141 orang.
“Saya masih belum tahu karena saya belum ketemu, tapi saya bilang itu kira-kira 4 orang karena 3 belum ketemu,” jelas Citra.
Citra selaku pengacara publik menilai polisi perlu melakukan pemeriksaan tes urine. Ia menegaskan, mereka tidak berhak untuk dites narkoba dalam pemeriksaan 1 kali 24 jam. Ia mengingatkan pasal yang disangkakan tidak ada unsur narkoba sehingga tidak perlu diperiksa.
“Tidak berhak karena pasal yang disangkakan adalah terkait pornografi,” tegas Citra.
Menurut Citra, informasi tidak perlu tes urine harusnya bisa disampaikan kepada semua yang ditangkap. Akan tetapi, hal itu sulit dilakukan, terutama klien LBH Jakarta. Ia beralasan, Polres Jakarta Utara mempersulit LBH Jakarta memberikan bantuan hukum.
"LBH dipersulit bertemu klien dalam rangka pemberian bantuan hukum," tegas Citra.
Bagaimana Nasib 131 Orang Lainnya?
Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara, AKBP Nasriadi mengatakan, polisi masih mengamankan 131 orang yang masih ditahan aparat di Polres Jakarta Utara. Polisi masih memintai keterangan 131 orang yang terjaring dalam operasi tersebut.
“Ini masih proses pemeriksaan, tadi malam saat kami masuk hanya fokus ke lantai 2,” ujar Nasriadi di Polres Jakarta Utara, Koja, Jakarta, Senin (22/5/2017).
Nasriadi mengklaim, pihaknya menahan 131 orang tersebut sesuai ketentuan penangkapan. Ia menegaskan, 131 itu tidak selamanya ditahan oleh kepolisian. Menurutnya, mereka bisa saja dilepaskan setelah diperiksa selama 24 jam usai penangkapan.
“Enggaklah. Kan 1 kali 24 jam nanti malam,” kata Nasriadi.
Polisi memanfaatkan waktu penahanan untuk mendalami keterangan para saksi. Hal itu dilakukan untuk mendalami kemungkinan ada tersangka baru dalam kasus pornografi homoseksual tersebut. Ia beralasan, pada saat tangkap tangan, mereka tidak dalam keadaan melakukan tindak homoseksual.
“Lantai 3 pas kita ke sana gelap sekali. Enggak ada cahaya sama sekali. Mereka sudah tau kedatangan kita, tapi mereka enggak bisa ke mana-mana karena one key toh? Setelah mereka enggak bisa ke mana-mana, mereka bajunya juga ada di bawah," tutur Nasriadi.
“Jadi tanpa baju. Ketika kita ke atas, kita tidak melakukan tertangkap tangan sedang melakukan hubungan homoseksual. Artinya mereka hanya telanjang, kaget, syok, tapi tak menemukan tertangkap tangan,” ujarnya menambahkan.
Dengan demikian, mereka hanya bisa langsung menetapkan tersangka yang berada di lantai dua, yakni SA, BY, R, TT, A, dan S. Kedua pengunjung itu bisa langsung ditetapkan sebagai tersangka karena memperlihatkan tindak seksualitas. Sementara itu, di lantai 3, mayoritas pihak yang ditemukan sekadar bertelanjang semata. Namun, polisi tetap mencari tahu kemungkinan adanya tindak pornografi lewat pemeriksaan tersebut.
“Nah makanya kita masih [melakukan] pengembangan. Kalau kita tertangkap tangan kan mudah. Kalau ini kan proses pemeriksaan saksi dan sebagainya," kata Nasriadi.
Selain pemeriksaan tentang dugaan keterlibatan kasus pornografi, polisi juga melakukan tes urine kepada 141 orang. Nasriadi mengatakan, satuan narkoba Polres Jakarta Utara dibantu satuan narkoba Polda Metro Jaya melakukan tes urin guna mendeteksi adanya pengguna narkoba di tempat tersebut. Ia menerangkan, polisi bisa saja menetapkan mereka sebagai tersangka narkoba.
“Tergantung apa dari hasil narkobanya sih. Kalau narkobanya ada yang positif mungkin berlanjut ke Sat narkoba,” kata Nasriadi.
Sebelumnya, Koalisi Advokasi untuk Tindak Kekerasan menilai penangkapan yang dilakukan oleh polisi adalah preseden buruk bagi kelompok minoritas gender dan seksual lainnya. Penangkapan di ranah paling privat ini bisa saja menjadi acuan bagi tindakan kekerasan lain yang bersifat publik.
Apalagi, meskipun telah didampingi oleh kuasa hukum dari koalisi ini, para korban tetap diperlakukan secara sewenang-wenang. Kepolisian setempat memotret para korban dalam kondisi tidak berbusana dan menyebarkan foto tersebut hingga beredar viral baik melalui pesan singkat, media sosial maupun pemberitaan. Tindakan tersebut dinilai sebagai bentuk sewenang-wenang dan menurunkan derajat kemanusiaan para korban.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz