Menuju konten utama

LaporCOVID-19: TNI dan Polri Dominasi Penanganan Pandemi Corona

Peran TNI/Polri yang dominan membuat penanganan pandemi COVID jadi tidak efektif. 

LaporCOVID-19: TNI dan Polri Dominasi Penanganan Pandemi Corona
Warga antre untuk melakukan vaksinasi di aula Gedung Serbaguna Pemprov Sumatera Utara, Kota Medan, Selasa (3/8/2021). ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/Lmo/hp.

tirto.id - LaporCOVID-19 sebuah koalisi warga untuk keterbukaan data, laporan warga, kajian, dan advokasi COVID-19 menyatakan dominiasi militer membuat penanganan pandemi jadi tak efektif. Dalam kajiannya Lapor COVID-19 menyebut lembaga-lembaga kesehatan malah tak banyak dilibatkan.

Relawan LaporCOVID-19 Firdaus Ferdiansyah dalam paparannya mengatakan hasil kajian yang dilakukan berdasarkan produk hukum yang diterbitkan pemerintah dan pemantauan implementasi kebijakan dari Maret 2020-Mei 2021 menunjukkan bahwa adanya kekuasaan militer yang berlebihan dalam penanganan pandemi.

Dominasi militer ini, menurut Firdaus, berasal dari cara pandang pemerintah atau atau pengambil kebijakan mengaitkan erat isu pandemi dengan keamanan. Isu keamanan ini kemudian dipandang dan diwujudkan dalam satu kerangka berpikir yang menurut pemerintah perlu dikerahkan pasukan bersenjata dalam hal ini TNI/Polri dalam penanganan pandemi

"Adanya pengerahan militer dalam penanganan pandemi ini juga diawali masuknya unsur militer baik TNI/Polri dalam susunan atau struktur Gugus atau Satuan Tugas COVID-19 yang bisa kita lihat pada Keputusan Presiden nomor 7 tahun 2020," kata Firdaus dalam konferensi pers virtual, Rabu (18/8/2021).

Pemegang kewenangan penanganan pandemi diserahkan ke Kepala BPNB yang merupakan militer aktif yang dibantu wakil ketua masing-masing TNI/Polri.

Ketika Gugus Tugas COVID-19 diubah menjadi Satgas COVID-19 sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden nomor 9 tahun 2020 juga tak ada perubahan berarti. Militer tetap menjadi kendali dalam penanganan pandemi.

Firdaus menyebut sejumlah peran penanganan pandemi yang dijalankan oleh militer di antaranya adalah sebagai petugas pelacakan kontak erat, sampai dengan penegakan protokol kesehatan.

"Yang keduanya bisa dikatakan tidak cukup efektif, karena kita lihat per April 2021 LaporCOVID-19 terima 1.096 laporan warga mengenai ketidakpatuhan prokes meskipun sudah ada pengerahan TNI/polri. Dalam penegakan prokes Polri banyak menerapkan saksi fisik seperti menyuruh orang tidur di dalam peti mati, push up bahkan penggunaan meriam air,” katanya.

Kemudian TNI/Polri juga diberikan peran yang berlebih terutama dalam menyelenggarakan vaksinasi yang justru menimbulkan persoalan lain terutama dalam proses pendistribusian vaksin ke daerah.

“Puskesmas kehabisan stok vaksin, tapi ternyata vaksinnya diselenggarakan pada sentra-sentra milik TNI/Polri,” jelasnya.

Co-Founder LaporCOVID-19, Irma Hidayana mengatakan temuan itu menunjukkan kebijakan pengendalian pandemi itu justru diberikan kebanyakan ke lembaga nonkesehatan.

Sementara itu di sisi lain Kementerian Kesehatan, lembaga kesehatan, lembaga penelitian, kajian terkait ilmu virus tidak tampak secara struktural dan perannya tidak terlalu menonjol. Padahal seharusnya kata Irma mereka yang harus lebih berperan.

“Ketimbang peran yang diberikan kepada TNI, Polri dan juga kepada lembaga lain yang ada dalam ranah ekonomi,” ujarnya.

Sementara itu Deputi Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden Abetnego Panca Putra Tarigan mengatakan distribusi vaksin dan penanganan pandemi lainnya masih menjadi persoalan di daerah, sehingga institusi vertikal dalam hal ini TNI/Polri dilibatkan untuk mengatasinya.

Terkait dengan sentra vaksinasi yang lebih banyak dilakukan oleh TNI/Polri, menurut Abetnego, hal ini dilakukan untuk percepatan vaksinasi. Dalam tahap berikutnya maka pengutan vaksinasi melalui puskesmas-puskesmas dilakukan.

"Karena problem kita itu sumber daya dan tenaga kesehatan. Saya hari ini baru bicara di Papua banyak gedung tapi tidak ada dokternya, tidak ada bidannya," kata Abetnego.

Abetnego bilang saat masih berlaku Keputusan Presiden nomor 7 tahun 2020, militer tak begitu banyak dilibatkan. Akibatnya salah satu contoh kesulitan yang dialami adalah dalam hal distribusi dan transportasi menggunakan pesawat dan lain sebagainya.

“Akhirnya kita simpulkkan TNI kita masukkan saja [dalam Satgas COVID-19] supaya lebih mudah koordinasinya,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait VAKSIN atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Zakki Amali