Menuju konten utama

Laporan ASPI: Myanmar Tak Siapkan Repatriasi Rohingya dengan Baik

Menurut laporan yang dirilis oleh ASPI, Myanmar tak mempersiapkan pemulangan kembali etnis Rohingya dengan baik.

Laporan ASPI: Myanmar Tak Siapkan Repatriasi Rohingya dengan Baik
Pengungsi Rohingya menyeberangi Sungai Naf menggunakan rakit buaran untuk sampai di Bangladesh di Sabrang dekat Teknaf, Bangladesh, Jumat (10/11/2017). ANTARA FOTO/REUTERS/Mohammad Ponir Hossain

tirto.id - Pusat Kebijakan Siber di Australia Strategic Policy Institute (ASPI) merilis sebuah analisis yang diperoleh dari gambar satelit pada Rabu (24/7/2019) yang menunjukkan kawasan Desa Aung Zan, desa yang terletak di wilayah Rakhine, beberapa kilometer dari perbatasan Bangladesh, Aljazeera melaporkan.

Desa tersebut hampir terbakar seluruhnya saat perseteruan antara Muslim Rohingya dan pasukan militer setempat pecah pada 2017.

Gambar satelit yang dirilis ASPI menunjukkan persiapan yang minimalis untuk menyambut kembalinya kelompok Rohingya ke wilayah tersebut.

ASPI menyatakan, area kependudukan di Desa Aung Zan diluluh lantakan pada 3 bulan pertama 2019, sedangkan pada pos-pos penjagaan militer terjadi ekspansi.

Ada sekitar 392 pemukiman Rohingya yang tersedia saat ini. Gambar satelit yang dikumpulkan antara Desember 2018 dan Juni 2019 menampakkan 40 persen desa terbakar, rusak, atau dihancurkan selama krisis tahun 2017 telah rata sama sekali, dengan sisa 58 desa lainnya menjadi target baru perusakan.

Sebanyak 45 kamp telah dipancang menggantikan pemukiman penduduk. Selain itu, nampak 6 fasilitas militer juga telah dibangun.

Satelit menunjukkan ada parit pertahanan yang dibangun di sekitaran kamp, helipad, dan pintu masuk yang dijaga.

"Tahanan Rohingya di Bangladesh telah menunjukkan kepemilikan sah mereka terhadap rumah dan tanah [di Aung Zan] sebelum mereka kabur dari sana pada Agustus 2017," kata Elaine Pearson, direktur Pengawas HAM Australia. "Tahanan mengatakan dimana rumahnya dulu berdiri, nampak ada konstruksi yang terlihat seperti bangunan pemerintah dibangun diatas reruntuhan rumah penduduk."

Hal tersebut tidak begitu sejalan dengan rencana pemerintah Myanmar yang menjamin repatriasi 700 ribu Muslim Rohingya yang melarikan diri ke perbatasan Bangladesh pada Agustus 2017 lalu. PBB menyebut kejadian tersebut sebagai kecenderungan niatan genosida.

"Kami tidak menemukan bukti persiapan yang menyeluruh untuk para pengungsi Rohingya untuk kembali ke kondisi yang aman dan layak," tulis laporan bertajuk "Mapping Condition in Rakhine State" tersebut.

Desa tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda desa layak huni bagi Muslim Rohingya. Gambar satelit menunjukkan bahwa pada awal tahun 2019 penghancuran pemukiman penduduk masih berlanjut.

"Yang mengejutkan adalah, pembakaran masih berlanjut setelah [kejadian pada] 2017," kata Nathan Ruser, salah seorang penulis laporan tersebut, dikutip oleh The Guardian.

"Tidak hanya desa yang luluh lantak dan rumah-rumah dibakar pada 2018 dan 2019, militer telah menginvasi seluruh daerah dan membakar desa-desa. Mereka masih tersebar disana, melanjutkan kerusakan di pemukiman penduduk Rohingya."

Ia menambahkan, laporan ini secara khusus melemahkan pesan dari pemerintah Myanmar yang mengatakan bersedia melakukan repatriasi dengan baik.

Sebaliknya, selama ini Myanmar menyalahkan Bangladesh yang menurutnya mempersulit proses repatriasi Rohingya kembali ke Myanmar, Reuters mewartakan.

Hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Myamnar, maupun Kyaw Swar Tun, deputi direktur di Departemen Administrasi Umum Rakhine.

Baca juga artikel terkait PENGUNGSI ROHINGYA atau tulisan lainnya dari Anggit Setiani Dayana

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Anggit Setiani Dayana
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Yandri Daniel Damaledo