tirto.id -
"Saya sampaikan pada semuanya bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk mengikuti proses hukum. Yang saya sampaikan pada mereka: silakan saja [mengikuti proses hukum], enggak apa-apa," kata Anies saat ditemui di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Sabtu (21/10).
Anies mengatakan pembebasan lahan terkendala masalah harga. Ia mengatakan ada empat warga yang meminta harga pembebasan lahan jauh di atas harga perkiraan (appraisal). "Dan itu bedanya luar biasa. Yang lain semua terima 30an (Rp30 juta) yang ini (minta) Rp120 juta. Ini aneh," ujarnya.
Anies tidak ingin target penyelesaian proyek MRT terlambat. Namun, ia enggan memastikan langkah apa yang akan ditempuh untuk menyelesaikan persoalan selagi proses hukum kasasi berlangsung. Alih-alih menjelaskan, Anies malah mengatakan dirinya akan melakukan pendekatan yang berbeda dengan Basuki Tjahaja Purnama dalam setiap proses pembebasan lahan seperti untuk proyek normalisasi sungai.
"Semuanya akan dibicarakan. Artinya, solusinya, semua orang tidak harus pindah jauh," kata Anies.
Bekas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dasar ini mengaku pernah berdialog dengan beberapa warga yang menempati bantaran sungai. Mereka sadar keberadaannya membuat lebar sungai menyempit. Namun, kata Anies, ada banyak hal yang mesti diperhitungkan sebelum memindahkan warga di bantaran sungai, di antaranya luas lahan, kondisi pemukiman, dan tingkat kepadatan.
"Iya ini Pak, harus dilebarkan. Mau tidak mau [warga harus pindah]. Sungai lebarnya enam meter sekarang lebarnya tinggal dua meter," ujar Anies mengulang ucapan warga.
Anies tak mengungkap kapan rencana pelebaran sungai akan dilakukan. Menurutnya, yang paling dimungkinkan saat ini adalah melakukan pengerukan sungai yang mengalami pendangkalan. "Yang urgent sekarang keruk dulu karena untuk pelebaran perlu waktu. Sambil kita satu persatu pastikan lebar sungai memadai untuk air lewat," kata Anies.
Pada Jumat Sore (20/10/2017 lalu), Anies mengunjungi lokasi proyek MRT di Jalan Haji Nawi, Jakarta Selatan. Dalam kunjungan itu ia berhasil menyepakati pembebasan satu dari empat lahan yang masih bersengketa di Mahkamah Agung lantaran para pemiliknya tak bersepakat dengan harga ganti rugi yang ditawarkan Pemprov DKI.
Harga tanah yang ditawarkan Pemprov pada 2016 lalu, kata Anies, sekitar Rp30 juta sampai Rp33 juta per meter persegi, sesuai proses appraisal. "Semuanya sudah setuju di wilayah itu semuanya dibebaskan," kata Anies.
Hanya saja, pemilik empat lahan tersebut meminta ganti rugi lebih besar. "Ini aneh dibandingkan yang lain," ujarnya.
Kepada seorang pemilik lahan bernama Mahesh, Anies menyampaikan dirinya terbuka untuk dialog. Namun, Anies meminta agar MRT diizinkan untuk menggunakan lahan tersebut agar proyek nasional itu tak terhambat. "Kalau terhambat, [artinya] bapak menghambat manfaat pada jutaan orang," lanjut Anies saat berbincang dengan Mahesh.
Usai perbincangan tersebut, Mahesh akhirnya bersedia lahannya dipakai untuk kelancaran pembangunan MRT sambil menunggu besaran ganti rugi lahannya diputuskan oleh MA.
Sementara itu, ihwal tiga lahan yang belum dilepaskan oleh pemiliknya, Anies secara khusus memerintahkan Walikota Jakarta Selatan Tri Kurniadi untuk segera mengadakan pertemuan dengan ketiganya agar eksekusi lahan bisa segera dilakukan. "Pastikan project ini tak berhenti," pinta Anies.
Sebab, tegas dia, pembebasan tersebut dilakukan untuk kepentingan publik, "bukan untuk kepentingan satu atau dua orang saja. 173 ribu orang akan lewat setiap hari dan kami tinggal memastikan Maret 2018 sesuai dengan perencanaan bisa jalan."
Baca Juga:
- Anies-Sandi Datang, Warga Bilang Mau Lepas Lahan untuk Proyek MRT
- Anies Berjanji Tak Gusur Warga Miskin
- MRT: Lahan Jl. Nawi Akan Dibebaskan Tanpa Tunggu Putusan MA
- Sandiaga Uno Berjanji Tak Gusur PKL
Sebelumnya, Kepala Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta Muhammad Najib memastikan pembebasan lahan di Jalan Haji Nawi, Fatmawati, Jakarta Selatan untuk proyek MRT bisa segera direalisasikan. Ia mengklaim pembebasan itu sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Awalnya, warga menggugat nilai pembebasan lahan dan menang. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus pemerintah provinsi (pemprov) untuk membayar Rp60 juta untuk setiap meter lahan warga. Namun, pemprov tak puas dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
“Yang namanya pembangunan tentu ada pro, ada yang kontra,” kata Najib saat dihubungi Tirto, Sabtu (21/10).
Direktur MRT Jakarta William Sabandar mengatakan lahan di Jalan Haji Nawi menjadi satu-satunya titik yang belum dibebaskan dalam proyek MRT. Ada enam keluarga yang membatasi 4 titik di Jalan Haji Nawi dan melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Mereka menuntut biaya pembebasan lahan sebesar Rp 140 juta-Rp 150 juta per meter persegi, sedangkan appraisal Rp 30-33 juta.
“Mereka tidak mau menyerahkan tanahnya dan yang sangat kritikal itu [pemilik lahan] sampai ngeblok tanahnya di 4 titik itu,” jelas William.
Ia memastikan proyek akan tetap berjalan meski proses kasasi masih berjalan.
“Paling lambat minggu depan dieksekusi. Ini masalah waktu saja, mau diserahkan kemarin atau minggu depan. Jadi, sejak kemarin teman-teman sudah memasang fondasi di titik yang diserahkan,” katanya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Jay Akbar & Maulida Sri Handayani