Menuju konten utama

MRT: Lahan Jl. Nawi Akan Dibebaskan Tanpa Tunggu Putusan MA

Di Pengadilan Negeri Jaksel, hakim memutus pemprov harus membayar Rp60 juta/meter persegi.

Anies Baswedan dan Sandiaga Uno serta Pemilik Toko Karpet Serba Indah memukul pagar dengan palu sebagai simbol kesediaan untuk mengeksekusi lahan miliknya, saat meninjau proyek Stasiun MRT Haji Nawi, di Jalan RS Fatmawati, Jakarta, Jumat (20/10/2017). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

tirto.id - Kepala Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta Muhammad Najib memastikan pembebasan lahan di Jalan Haji Nawi, Fatmawati, Jakarta Selatan untuk proyek mass rapid transit (MRT) bisa segera direalisasikan. Ia mengklaim pembebasan itu sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Awalnya, warga menggugat nilai pembebasan lahan dan menang. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus pemerintah provinsi (pemprov) untuk membayar Rp60 juta untuk setiap meter lahan warga. Namun, pemprov tak puas dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

“Yang namanya pembangunan tentu ada pro, ada yang kontra,” kata Najib saat dihubungi Tirto, Sabtu (21/10).

Najib mengatakan, dalam proses appraisal (harga perkiraan) oleh pihak ketiga pada 2016, nilai harga tanah hanya Rp30 juta hingga Rp33 juta per meter persegi. Harga itu pun menurutnya sudah cukup tinggi.

Perkara penentuan harga, kata Najib, memang sengaja diserahkan ke pihak ketiga, agar pemprov dan warga sama-sama merasa diperlakukan adil. Najib menegaskan BPN tidak berwenang menambah atau mengurangi harga lahan yang ditetapkan pihak ketiga.

“Jadi bisa dipertimbangkan faktor-faktor apa saja yang diperhitungkan bahkan sampai faktor psikologis dan hubungan dengan tanahnya,” kata Najib. “Itu bukan harga murah, tapi malah disebut ganti untung.”

Najib mengatakan kasasi pemprov ke Mahkamah Agung tidak akan berpengaruh terhadap proses eksekusi. Sebab, menurutnya, pemprov telah menitipkan uang ganti rugi sesuai appraisal di pengadilan tingkat pertama.

“Ya, proyek tetap berjalan dan uang itu tetap dititipkan di pengadilan. Kalau [warga] enggak nerima ya sudah, adanya di pengadilan,” ujar Najib.

Direktur Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta William Sabandar mengatakan lahan di Jalan Haji Nawi menjadi satu-satunya titik yang belum dibebaskan dalam poryek MRT. Ada enam keluarga yang membatasi 4 titik di Jalan Haji Nawi dan melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Mereka menuntut biaya pembebasan lahan sebesar Rp 140 juta-Rp 150 juta per meter persegi, sedangkan appraisal Rp 30-33 juta.

“Mereka tidak mau menyerahkan tanahnya dan yang sangat kritikal itu [pemilik lahan] sampai ngeblok tanahnya di 4 titik itu,” jelas William.

Kemarin, (Jumat, 20/10), Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahuddin Uno sempat meninjau lokasi pembangunan MRT di Jalan Haji Nawi. Ia tiba-tiba disambangi oleh pemilik toko Karpet Serba Indah yang bernama Mahesh, salah satu warga yang sebelumnya menolak lahannya digusur.

Baca Juga:

Dalam pertemuan singkat yang tidak sampai sejam tersebut, Mahesh mempersilakan Anies membongkar lahannya yang sudah dibatasi untuk dipasang pondasi proyek MRT. Menurut William, tindakan Mahesh merupakan langkah tepat yang harus diikuti oleh pemilik lahan lainnya, apapun hasil keputusan pengadilan.

“Bahwa proses pengadilan berjalan silakan saja tapi keputusannya kan soal harga. Berapa harga yang diputuskan, kedua pihak akan tunduk, tapi tanah tetap harus bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan publik,” terang William.

Hingga kini, daerah sekitar tempat tersebut masih berfungsi sebagai pertokoan, di antaranya toko karpet milik Mahesh, toko mebel, dan beberapa toko lain. Namun, William meyakinkan mulai minggu depan daerah tersebut akan dibebaskan demi pembangunan proyek MRT.

“Paling lambat minggu depan dieksekusi. Ini masalah waktu saja, mau diserahkan kemarin atau minggu depan. Jadi, sejak kemarin teman-teman sudah memasang fondasi di titik yang diserahkan,” katanya.

Selama ini, proyek pembebasan tersebut tidak dipaksakan karena pihak pemprov masih mengajukan kasasi. Namun, menurut William, setelah Anies dan Sandi ke lokasi MRT kemarin, pembebasan lahan diputuskan untuk dijalankan.

“Kemarin gubernur dan wakil gubernur turun untuk menegaskan bahwa keputusan MA silakan jalan, tapi lahan itu harus bisa dieksekusi tanpa menunggu keputusan MA,” tandas William.

Kedatangan Anies-Sandi kemarin memang bertujuan untuk menuntaskan masalah pembebasan lahan yang menyebabkan proyek MRT terganggu. Anies menjelaskan, sebanyak 4 rumah atau ruko masih belum mau melepaskan lahannya untuk pembangunan MRT di Jalan Fatmawati.

“173 ribu orang akan lewat jalur ini setiap hari dan kami ingin memastikan Maret 2019 sudah jadi [proyek MRT Fatmawati]," ujar dia.

Dia memastikan akan menggusur lahan yang menghambat proyek MRT. Menurutnya, biaya akan menjadi lebih besar jika proyek ini tidak dituntaskan secepatnya. "Minggu depan akan kita lihat pelaksanaan eksekusinya," ujar Anies.

Baca juga artikel terkait PROYEK MRT atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Jay Akbar & Maulida Sri Handayani