tirto.id - PT Pertamina (Persero) hanya anjlok pada kuartal III-2018. Berdasarkan paparan kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perseroan plat merah tersebut hanya membukukan laba sebesar Rp5 triliun.
Berdasarkan catatan Kementerian BUMN angka itu mengalami penurunan cukup jauh jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hingga akhir 2017 lalu Pertamina membukukan laba 1,99 miliar dolar AS atau setara Rp26,8 triliun. Artinya laba BUMN migas tersebut merosot sekitar 81 persen.
"Kalau melihat angka ini, hingga akhir tahun [labanya] saya belum tahu. Masih dihitung," ujar Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Rabu (5/11/2018).
Besarnya penurunan laba tersebut, menurut Fajar disebabkan oleh tingginya harga minyak dunia. Sementara itu di sisi lain, subsidi yang diberikan oleh pemerintah tetap stagnan.
Meski tingginya harga migas membuat pendapatan di sektor hulu naik, kata Fajar hal tersebut belum cukup untuk menjadi kompensasi pendapatan di sektor hilir. Sebab beban hilir Pertamina cukup besar, sementara produksi migas terus merosot.
Karena itu lah, kata dia, otomatis dividen yang diberikan kepada pemerintah akan berkurang.
Meski demikian, kata Fajar, laba sebesar 5 triliun tersebut belum termasuk biaya penggantian atas penyaluran solar di tahun 2017 yang mencapai 1,3 miliar dolar AS.
Angka itu setara Rp18,8 triliun dengan kurs Rp14.528 per dolar AS, kata Fajar. Payung hukum penggantian biaya penyaluran solar itu tertuang dalam Peraturan Presiden nomor 43/2018, yang menetapkan beban biaya tambahan penyaluran BBM bersubsidi dan penugasan akan mendapat penggantian dari negara.
Sejauh ini, penggantian biaya sudah dilakukan secara bertahap. "Itu subsidi yang tahun lalu bayarnya sudah mulai. Sudah ada yang dibayarkan sama Kementerian Keuangan," ucapnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Irwan Syambudi