Menuju konten utama

Laba Bersih PLN 2016 Turun 32,69 Persen, Terbebani Pajak

Laba bersih PLN anjlok 32,26 persen. Dalihnya, beban penyusutan dan pajak.

Laba Bersih PLN 2016 Turun 32,69 Persen, Terbebani Pajak
Dirut PT PLN (Persero) Sofyan Basir (kedua kiri) didampingi Direktur Human Capital Management Muhammad Ali Direktur Keuangan Sarwono Sudarto (kedua kanan) dan Direktur Perencanaan Korporat Nicke Widyawati (kanan) memberikan keterangan pers mengenai Laporan keuangan Tahun 2016 di Kantor PLN Pusat, Jakarta, Rabu (5/4). PLN mencatat laba bersih perseroan sebesar Rp10,5 triliun atau lebih rendah 32,7 persen dibandingkan 2015 sebesar Rp15,6 triliun, penurunan laba bersih tersebut karena perseroan berusaha menurunkan tarif yang kompetitif bagi masyarakat dan dunia usaha. ANTARA FOTO/Reno Esni.

tirto.id - PT PLN (Persero) mencatat Laba bersih tahun 2016 mencapai Rp10,5 triliun. Pencapaian tersebut mengalami penurunan dibanding tahun 2015 dengan laba bersih sebesar Rp15,6 triliun atau besaran persentase turun hingga 32,69 persen.

Menanggapi hasil kinerja tersebut, Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengungkapkan beberapa faktor yang menjadi penyebab kemerosotan. Ia berdalih, salah satunya karena kenaikan beban penyusutan dari Rp21,41 triliun menjadi Rp27,51 triliun yang ditanggung perusahaan.

“Beban penyusutan bertambah karena pada 2015 kami melakukan revaluasi aset, sehingga penyusutan per tahunnya bertambah,” kata Sarwono dalam konferensi pers pelaporan keuangan PT PLN 2016 di kantornya, Rabu (5/4/2017).

Tak hanya itu, keikutsertaan dalam tax amnesty juga dikatakan sebagai faktor lain penyebab kemerosotan laba bersih PLN.

“Itu karena PLN berusaha memberikan tarif yang kompetitif bagi masyarakat dan dunia usaha. Selain itu, PLN juga mengikuti tax amnesty untuk mendukung program pemerintah, sehingga beban pajak di 2016 meningkat cukup signifikan,” ujar Direktur Perencanaan PLN, Nicke Widyawati, yang turut hadir di konferensi pers.

“Kami kena pajak Rp5 triliun bukan karena biaya operasional, melainkan tambahan beban pajak,” tambah Sarwono.

Selain terjadi pada beban penyusutan, kenaikan pun dialami beban pembelian tenaga listrik yang berada di angka Rp59,72 triliun pada 2016, dari sebelumnya Rp51,69 triliun. Peningkatan itu lantas berimbas pada total beban usaha yang ikut naik menjadi Rp254,44 triliun dari Rp246,26 triliun.

Sementara itu, pertumbuhan volume penjualan dari 202,8 Terra Watt hour (TWh) menjadi 216 TWh berdampak pada peningkatan penjualan tenaga listrik yang sebelumnya berada di angka Rp209,84 triliun menjadi Rp214,14 triliun.

“Peningkatan tersebut sejalan dengan keberhasilan perusahaan dalam menambah kapasitas pembangkit sebesar 3.714 mw yang berasal dari pembangkit PLN sebesar 1.782 mw, dan menyelesaikan 2.859 kilometer sirkuit (kms) jaringan transmisi dan gardu induk sebesar 14.123 MVA,” ucap Sarwono lagi.

Dari segi jumlah pelanggan pun dilaporkan mengalami kenaikan. Pada 2015, banyaknya pemakai listrik sebesar 61,2 juta. Sedangkan di 2016 lalu, jumlahnya naik menjadi 64,3 juta.

Berdasarkan laporan tersebut, dapat diketahui juga bahwa harga jual tenaga listrik berhasil ditekan sebanyak Rp41 per kWh pada 2016. Dengan begitu, harga di 2016 hanya sebesar Rp994 per kWh dari yang sebelumnya, Rp1.035 per kWh.

Di samping menekan harga jual tenaga listrik, rasio elektrifikasi di 2016 juga menorehkan catatan tersendiri. Rasionya berhasil naik dari yang sebelumnya 88,3 persen, menjadi 91,16 persen. “Ini melampaui target rasio elektrifikasi 2016 yang sebesar 90,15 persen,” ungkap Sarwono.

Lebih lanjut, saat disinggung soal dividen yang akan diberikan kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir mengaku pihaknya belum memutuskan besarannya. “Nanti akan diputuskan dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dengan Kementerian BUMN,” ujar Sofyan.

Baca juga artikel terkait PLN atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Agung DH