tirto.id -
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F Sompie menyatakan bahwa tersangka kasus korupsi saham perdana Bank Jatim, La Nyalla Mahmud Mattalitti, yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 29 Maret, diketahui melintasi Singapura.
"Tanggal 29 Maret, yang bersangkutan pada pagi hari sekitar pukul 04.00 sudah melintas ke Singapura," kata Ronny Sompie di Jakarta, Rabu, (20/3/2016).
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur telah menetapkan La Nyalla Matalitti dalam daftar DPO sejak 29 Maret 2016 setelah ia diketahui tidak lagi berada di Indonesia saat akan dipanggil paksa untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembelian saham perdana (Initial Public Offering) Bank Jatim senilai Rp5,3 miliar.
Dari pembelian tersebut, La Nyalla mendapat keuntungan Rp1,1 miliar.
"Dan hasil pengecekan koordinasi kami dengan atase imigrasi yang berada di Kuala Lumpur yaitu kantor imigrasi Malaysia, yang bersangkutan sudah melintas lagi ke Singapura, sekarang ini sedang berupaya dicari di mana keberadaannya," tambah Ronny.
La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini pada 16 Maret dan pada 18 Maret, Kejati Jawa Timur sudah mengirimkan surat permintaan cegah selama 6 bulan kepada Direktorat Imigrasi. Namun, ia ternyata sudah berada di luar negeri sehari sebelum permintaan cegah tersebut keluar.
"Permintaan pencegahan untuk tersangka La Nyalla tidak bisa ke luar negeri itu kami terima 18 Maret. Setelah kami cek, tersangka tersebut sudah melintas ke luar negeri dengan pesawat Garuda No GA 818 pada 17 Maret," ungkap Ronny, sembari menambahkan bahwa ia belum bisa menyampaikan jalur mana yang digunakan oleh La Nyalla untuk melintas ke Singapura.
"Saya belum tahu detailnya, tapi sepertinya melalui Johor [Malaysia]. Kita berupaya mengooordinasikan, karena ada hubungan kerja sama dengan [kantor] imigrasi di luar negeri," tambah Ronny.
La Nyalla disangkakan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau semaksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar. (ANT)