Menuju konten utama

Kuasa Hukum Ahok Ragukan Keterangan Saksi Ahli Bahasa

Kuasa hukum Ahok ragukan keterangan saksi ahli bahasa, Mahyuni. Ia dinilai terlalu berasumsi daripada menjelaskan secara ilmiah.

Kuasa Hukum Ahok Ragukan Keterangan Saksi Ahli Bahasa
Terdakwa kasus penistaan agama Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjalani persidangan yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) di ruang sidang di Auditorium Kementan Jakarta, Selasa (7/2). Persidangan kali ini beragendakan mendengarkan keterangan dua saksi fakta dan satu saksi ahli dari MUI. ANTARA FOTO/Isra Triansyah.

tirto.id - Penasihat hukum Basuki Tjahja Purnama (Ahok), Humphrey Djemat meragukan keterangan saksi ahli bahasa, Mahyuni, lantaran terdapat beberapa kejanggalan dalam BAP saksi ahli lainnya yang belum diperiksa, yakni Husni Muaz.

Hal itu ia sampaikan usai sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Senin (13/2/2017).

"Ini saksi ahli, tapi banyak kejanggalan-kejanggalan yang kita lihat. Begitu banyak BAP mungkin ada 10-14 nomor BAP yang sama dengan saksi ahli lainnya yang belum didengar yaitu Profesor Husni Muaz," katanya.

Sebelumnya, di ruang sidang juga sempat terjadi perdebatan antara Mahyuni dengan tim penasehat hukum Ahok. Kredibilitas Mahyuni dipertanyakan saat mengatakan bahwa Ahok menganggap Surat Al-Maidah ayat 51 dalam pidatonya di Kepulauan seribu sebagai alat dan sumber kebohongan.

Menurut Mahyuni, pidato yang diduga menistakan agama itu dapat dilihat dari latar belakang situasi: dengan siapa, di mana dan dalam kapasitas apa Ahok berbicara. Mahyuni menilai bahwa saat itu, Ahok meyakini betul apa yang ia bicarakan sehingga ia menempatkan dirinya sebagai superior dan berhak berbicara apa saja kepada audiens yang dianggap inferior.

Pernyataan itu lantas diragukan oleh penasehat hukum Ahok. Menurut pengacara Ahok, saat itu hadir pula beberapa pejabat birokrasi dan Pegawai Negeri Sipil di Kepulauan Seribu yang secara pendidikan setingkat dengan Ahok. Mereka lalu menyanggah bahwa status superior-inferior yang digunakan Mahyuni tidak tepat.

"Anda sudah buat penelitian ga ke kepulauan seribu untuk membuktikan bahwa audiens di sini lebih inferior dari bapak Basuki Tjahaja Purnama? Kalau tidak ada, tidak valid," cecar Humphrey.

Karena itu pula kemudian penasehat hukum menunjukkan buku "Merubah Indonesia" yang diterbitkan Ahok pada 2008. Di sana terdapat tulisan berjudul "Di Balik Ayat-ayat Suci" yang mengungkapkan bahwa ayat 51 di surat Al-Maidah itu digunakan sebagai alat kampanye oleh elit politik.

Mereka menilai, isu penistaan agama itu muncul berkaitan dengan pencalonan kembali Ahok pada Pilkada DKI Jakarta. Alasannya, sejak buku itu diterbitkan, tak pernah ada laporan yang mengatakan bahwa klien mereka menistakan agama.

"Kalau begitu kenapa yang di Pulau Seribu yang katakanlah hanya 13 detik kok jadi masalah? Karena itulah kami menilai ini berkaitan dengan persoalan Pilkada DKI," ujar Humphrey.

Selain Mahyuni, dalam sidang lanjutan kesepuluh ini, JPU juga memanggil tiga saksi ahli antara lain: ahli Agama Islam Muhammad Amin Suma, dan dua ahli hukum pidana yakni Mudzakkir dan Abdul Chair Ramadhan.

Dari keempat saksi, hanya Muhammad Amin Suma dan Mahyuni yang memenuhi panggilan.

Sidang baru berakhir pukul 15.15 WIB setelah Mahyuni selesai memberikan kesaksiannya sebagai ahli bahasa.

Mahyuni adalah peneliti sekaligus dosen di Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat. Ia merupakan ahli kajian analisis discourse dalam masyarakat dan dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Ia memperoleh gelar Magister Linguistik Terapan (M.App Ling) dari Macquarie University (Sydney, Australia).

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Agung DH