Menuju konten utama

Kritik Amien Rais, IMM: Dukung Capres Salahi Khittah Muhammadiyah

Ketua umum DPP IMM Najih Prasetyo mengkritik pernyataan Amien Rais yang mendorong Muhammadiyah menentukan sikap di Pilpres 2019. Dia juga menyayangkan Amien Rais menyatakan akan menjewer Haedar Nashir.

Kritik Amien Rais, IMM: Dukung Capres Salahi Khittah Muhammadiyah
Penasehat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Amien Rais (tengah) menyampaikan sambutan disela-sela Tabligh Akbar Muhammadiyah 2018 di Islamic Centre Surabaya, Jawa Timur, Selasa (20/11/2018). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat.

tirto.id - Amien Rais belum lama ini mengancam akan menjewer Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir jika ormas Islam tersebut tidak menentukan sikap politik di Pilpres 2019. Pernyataan kontroversial Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut dikritik oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Ketua umum DPP IMM Najih Prasetyo menyayangkan pernyataan Amien. Apalagi, posisi Amien saat ini adalah Penasihat PP Muhammadiyah.

"Pemilihan diksi yang dipilih Pak Amien saya rasa kurang tepat. Apa pun persoalannya, Pak Haedar ini kan simbol [lembaga], yang keputusannya mengikat karena representasi dari PP Muhammadiyah," kata Najih saat dihubungi Tirto, pada Rabu (21/11/2018).

Dia berpendapat semua pihak di internal Muhammadiyah, termasuk Amien, juga seharusnya menghormati keputusan organisasi yang disampaikan oleh Haedar. "Pak Haedar sebagai simbol [Muhammadiyah] yang menyampaikan keputusan Muhammadiyah juga harus dihormati dong oleh semua pihak," kata dia.

Najih menambahkan keputusan PP Muhammadiyah yang menyerahkan pilihan politik pada Pilpres 2019 kepada masing-masing kader ormas Islam tersebut juga sesuai dengan slogan Muhammadiyah: ummatan wasathon atau umat tengahan.

"Saya pikir, kalau Muhammadiyah mendukung salah satu calon, Muhammadiyah tidak akan sanggup mengejawantahkan prinsip tersebut," kata Najih.

Prinsip ummatan wasathon yang dimaksud Najih, berarti Muhammadiyah harus merangkul semua golongan dan orang-orang yang berkepentingan pada hal-hal dengan substansi baik.

Najih mencatat prinsip tersebut sesuai dengan khittah yang ditetapkan dalam Muktamar Muhammadiyah di Makassar pada tahun 1971, yang kemudian ditegaskan kembali pada Muktamar Denpasar pada 2002.

Poin utama dari keputusan pada dua muktamar itu, kata Najih, bahwa Muhammadiyah terpisah dari partai politik. Kalau pun kalau Muhammadiyah mendirikan partai politik, harus dalam bentuk organisasi berbeda sehingga Muhammadiyah tidak menjadi simbol dari parpol tersebut.

"Kalau hari ini Muhammadiyah mendukung calon [presiden], seakan-akan Muhammadiyah menjadi simbol partai politik juga," kata dia.

Meskipun demikian, Najih menambahkan, Muhammadiyah masih bisa mengeluarkan keputusan terkait politik asal tidak terkait langsung dengan keputusan pilihan pada satu kandidat tertentu. Misalnya, dia mencontohkan, PP Muhammadiyah bisa mengeluarkan imbauan mengenai klasifikasi pemimpin yang ideal.

"Tapi kalau sudah harus memilih salah satu calon, saya kira ini yang menyalahi khittahnya [Muhammadiyah]," kata dia.

Sementara itu, Kepala Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana menjelaskan sejak lama sebenarnya Muhammadiyah sudah menegaskan bukan bagian dari partai politik sehingga kadernya bisa berada di mana-mana.

"Namun persoalannya, dalam konteks Pilpres agak rumit untuk dijelaskan. Kita harus paham di kabinetnya Jokowi bukannya tidak ada orang Muhammadiyah. Terus pilihan politik, apakah kemudian di Pilpres mau dukung Prabowo atau Jokowi menurut saya relatif sama, mungkin kaki mereka ada pada keduanya," kata dia.

Dia menilai pernyataan Amien Rais bermaksud mendorong Muhammadiyah agar memperjelas sikap politik ormas Islam tersebut. "Itu dorongan Amien Rais saja untuk bilang, 'ya sudah jangan ke Pak Jokowi' walaupun disampaikan secara halus," ujar Aditya.

Meskipun ada dorongan dari tokoh selevel Amien Rais, Aditya berpendapat pilihan politik para kader ormas Islam itu tidak mudah digiring.

"Mereka sudah terbiasa ada di mana-mana. Mungkin bisa juga sebagian nurut dengan Pak Amien, bisa juga tidak. Karena mereka yang sudah lama, mereka tahu karakter organisasi Muhammadiyah seperti apa, tidak akan berada di satu titik," kata dia

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Politik
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom