tirto.id - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari turut menanggapi salah satu panelis debat kelima atau terakhir yang berpartisipasi dalam menyampaikan Petisi Bulaksumur. Petisi tersebut disuarakan sejumlah guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) terkait kritik terhadap pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Hasyim meyakini panelis debat kelima atau debat terakhir yang mempertemukan antarcapres merupakan pribadi dewasa dalam berpolitik.
"Saya meyakini beliau-beliau yang menjadi panelis adalah orang yang sudah dewasa dalam berpolitik dan biasa bersikap proporsional untuk menempatkan kapan pernyataan-pernyataan itu tepat digunakan atau tidak, baik secara waktu maupun tempat," kata Hasyim di Gedung KPU RI, Jakarta, Jumat (2/2/2024) dilansir dari Antara.
Hasyim mengatakan seorang panelis terlibat dalam menyuarakan petisi bukanlah hal perdana dalam Pemilu 2024. Sebelumnya, dalam debat keempat yang mempertemukan antarcawapres, terdapat Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia Prof. Sulistyowati Irianto.
Menurut Hasyim penyampaian petisi merupakan hak berpendapat setiap orang, termasuk seorang guru besar. Namun, terkait bila orang tersebut menjadi panelis dalam debat, Hasyim meyakini mereka akan menjalankan tugasnya secara profesional sebagai seorang akademisi.
"Kemarin salah satu panelis debat keempat, ada prof dari antropologi hukum UI, dan juga ikut petisi UI. Saya kira begini, orang memiliki kebebasan sebagai warga negara untuk menyatakan pendapat, dan kemudian ketika bertugas sebagai panelis yang diperlukan adalah pandangan-pandangan profesionalnya," ujarnya.
Hasyim kemudian menjelaskan bahwa rumusan pertanyaan yang disusun para panelis kemudian bergantung pada undian saat debat berlangsung, sehingga tidak dapat menentukan bahwa pertanyaan dalam debat ditujukan kepada siapa.
"Jadi misalkan panelis diberi kesempatan untuk menyampaikan rumusan pertanyaan, tetapi tidak bisa diidentifikasi pertanyaan yang menyusun siapa, yang tahu kan mereka (panelis) sendiri. Karena apa? Publik tahu, pasangan calon tahu, moderator tahu, itu kan semuanya melalui undian, diacak, jadi tidak bisa kemudian ini pertanyaannya mengarah kepada siapa? Dan kemudian ini pertanyaan disusun oleh siapa?" katanya.
Oleh sebab itu, Hasyim menegaskan bahwa hadirnya panelis yang menyuarakan petisi tidak akan mempengaruhi kualitas debat.
"Kalau ada 12 panelis, itu tugasnya juga sama seperti 11 panelis pada empat debat sebelumnya yang menyusun 18 pertanyaan. Kalau kemudian pertanyaan panelis ada 18, itu digunakan hanya untuk dua segmen, yaitu pertama dan kedua. Itu bisa jadi tidak semua pertanyaan muncul karena munculnya melalui undian secara acak. Jadi menurut saya tidak berpengaruh terhadap kualitas panelis dan juga kualitas debat," kata Hasyim.
Sebelumnya, beberapa akademisi dari sejumlah universitas seperti alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) dan civitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) menyampaikan petisi berupa kritik terhadap pemerintahan Jokowi. Mereka menyinggung soal etika hingga kenegarawanan dalam petisinya.
Salah satu yang menyuarakan petisi tersebut adalah panelis debat kelima, yakni Guru Besar Antropolog Fakultas Ilmu Budaya UGM Prof. Emiritus PM Laksono Ph.D.
Debat kelima yang menampilkan tiga capres, yaitu Anies Baswedan (capres nomor urut 1), Prabowo Subianto (capres nomor urut 2), dan Ganjar Pranowo (capres nomor urut 3) bertemakan antara lain pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, kebudayaan, teknologi informasi, serta kesejahteraan sosial dan inklusi.
Debat capres akan dipandu oleh dua moderator, yakni Andromeda Mercury dan Dwi Anggia. Stasiun televisi penyelenggara debat terakhir adalah TV One, ANTV dan Net TV.
Editor: Bayu Septianto