tirto.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria menyatakan perubahan peraturan soal calon kepala daerah (calon kada) yang menjadi tersangka korupsi tidak bisa sekadar dituangkan di Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
"Enggak bisa dong. Itu kan Undang-Undang. KPU harus berdasarkan UU. Jadi harus diubah UU-nya," kata Riza, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (27/3/2018).
Karena, menurut Riza, peraturan tentang calon kada tersangka terdapat di Undang-Undang No 10 tahun 2016 tentang Pilkada pasal 53. Sehingga, untuk mengubahnya harus melalui Perppu.
"KPU harus punya dasar. Kalau dia dituntut gimana kalau enggak punya dasar?" kata Riza.
Wacana perubahan peraturan calon kada tersangka melalui PKPU disampaikan Mendagri Tjahjo Kumolo. Menurutnya, Perppu akan memakan proses yang lama dan akan menghambat proses Pilkada serentak 2018.
Riza menilai sikap Tjahjo tersebut memperlihatkan bahwa selama ini pemerintah tidak antisipatif terhadap kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di Pilkada serentak 2018, termasuk calon kada yang menjadi tersangka.
Sehingga, menurut Riza, ketika banyak calon kada yang menjadi tersangka pemerintah kelabakan. Terlebih, menurutnya, banyak dari calon kada tersebut berasal dari koalisi pemerintah.
Calon kada koalisi partai pemerintah yang menjadi tersangka di antaranya adalah Cabup Jombang, Nyono Suharli dan Cabup Subang Imas Aryumningsih dari Golkar, serta Cagub NTT Marianus Sae dari PDIP. Mereka menjadi tersangka kasus korupsi.
"Jangan sampai nanti masyarakat melihat, wah, kalo kebijakan ini keluar karena ada pihak partai penguasa yang dirugikan baru keluar kebijakannya," kata Riza.
Riza berharap pemerintah dapat memandang persoalan dengan proporsional. Sehingga, ketika mengusulkan sebuah kebijakan dan peraturan tidak berdasarkan kepentingan mereka saja.
"Jadi di sini kita bisa lihat pemerintah ini sebetulnya fair atau tidak, bijaksana atau tidak. Kalau fair dan bijaksana harusnya diberlakukan untuk semua," kata Riza.
Status calon kada yang menjadi tersangka menjadi polemik karena UU Pemilu menyatakan tidak bisa diganti. Partai-partai merasa peraturan tersebut merugikan mereka, lantaran merusak citra calon mereka dan menghambat proses pelaksanaan Pilkada, seperti kampanye.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Maya Saputri