tirto.id - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menyatakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap hakim dan panitera PN Jakarta Selatan baru-baru ini harus menjadi catatan penting bagi Mahkamah Agung (MA). Sebab, KPK sudah berulang kali menangkap hakim dan panitera karena menerima suap.
"Ini sekali lagi memberikan kode keras kepada Mahkamah Agung RI untuk mengubah total, bukan hanya sistem pengawasannya tetapi juga paradigmanya tentang pengawasan hakim," kata Arsul kepada Tirto, di Jakarta, Rabu (28/11/2018).
Arsul mengaku sering mendapat masukan dari sejumlah ahli hukum mengenai pentingnya mekanisme pengawasan hakim dirombak. Langkah ini mendesak dilakukan untuk menekan praktik korupsi di lembaga peradilan.
Untuk itu, Sekretaris Jenderal PPP tersebut mendorong agar RUU Jabatan Hakim segera diselesaikan. Ia berharap RUU tersebut membuat peran MA dan Komisi Yudisial menjadi lebih kuat dalam mengawasi hakim.
"Jika format hukum terkait dengan pengawasan ini tidak berubah, maka akan sulit untuk melimitasi perilaku menyimpang hakim, termsuk yang bersifat koruptif," kata Arsul.
Dalam operasi tangkap tangan yang digelar sejak Selasa (27/11/2018) malam hingga Rabu (28/11/2018) dini hari, KPK mencokok 6 orang, termasuk hakim dan penitera PN Jakarta Selatan, serta advokat.
Mereka ditangkap karena diduga terlibat kasus dugaan korupsi penanganan perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Keenam orang tersebut telah digiring ke Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Rabu dini hari untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Selain itu KPK juga menemukan uang tunai sekitar 45 ribu dollar Singapura. Uang tersebut pun turut diamankan sebagai barang bukti.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom