Menuju konten utama

KPK Tanggapi Maraknya Terpidana Korupsi Ajukan PK

KPK meyakini bahwa hakim akan bekerja secara independen dan imparsial dalam memproses sidang PK kasus terpidana korupsi.

KPK Tanggapi Maraknya Terpidana Korupsi Ajukan PK
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait kasus suap Bupati Kebumen di gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/1/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi maraknya terpidana kasus korupsi yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Kendati demikian, KPK melalui juru bicaranya, Febri Diansyah, mengaku tidak khawatir soal fenomena itu.

"Kami memang lihat ada gejala cukup banyak terpidana kasus korupsi ajukan PK, kami tidak khawatir sama sekali," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Kamis (12/7/2018).

Adapun beberapa terpidana korupsi yang mengajukan PK adalah: mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, Andi Zulkarnain Anwar alias Choel Mallarangeng.

Kemudian, mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Febri menyatakan, KPK meyakini bahwa hakim akan bekerja secara independen dan imparsial dalam memproses sidang PK kasus terpidana korupsi.

"Itu hak terpidana [mengajukan PK]. Tinggal kami simak bagaimana proses sidang dan kami percaya hakim akan independen dan imparsial untuk memproses hal tersebut,” ungkap Febri.

“Nanti kita lihat bagaimana prosesnya dan hasilnya seperti apa," lanjut dia.

Ia juga meyakini bahwa KPK telah bekerja dengan baik dalam memproses kasus terpidana korupsi karena sudah diuji melalui proses panjang.

"Diuji di Pengadilan Tingkat Pertama, itu pembuktiannya baik dari Jaksa ataupun dari pihak Penasihat Hukum kemudian diputus oleh Hakim, diuji lagi di tingkat banding kalau dia banding sampai berkekuatan hukum tetap," tuturnya.

Terkait dengan langkah terpidana korupsi mengajukan PK, KPK juga menilai hal itu sebagai suatu proses yang biasa saja dalam hukum acara.

"Meskipun banyak pertanyaan muncul kenapa tiba-tiba sekarang seolah-olah ada gejala banyak terpidana kasus korupsi ajukan PK tetapi kami hanya fokus pada proses hukumnya saja," kata Febri.

Sebelumnya beredar kabar bahwa maraknya pengajuan Peninjauan Kembali (PK) oleh terpidana korupsi ini terjadi setelah pensiunnya Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Artidjo Alkostar pada Mei 2018.

Artidjo merupakan salah satu hakim terkenal di Indonesia. Sepak terjangnya membuat hakim kelahiran Situbondo itu mendapat amanah menjadi Ketua Muda Kamar Pidana Mahkamah Agung.

Artidjo menjadi nama yang menakutkan bagi koruptor. Nama Artidjo mulai dikenal publik setelah memperberat vonis Angelina Sondakh dari 4 tahun penjara menjadi 12 tahun. Sejak saat itu, Artidjo seringkali memberikan vonis yang memberatkan kepada para koruptor.

Artidjo pernah memperberat hukuman OC Kaligis, penyuap Mantan Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan, Sumatera Utara Tripeni. Hukuman terhadap pengacara kondang itu diperberat dari tujuh tahun menjadi 10 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, Artidjo juga pernah menolak kasasi yang diajukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Ia memperberat hukuman terhadap Anas dari tujuh tahun menjadi 14 tahun serta denda Rp5 miliar subsider satu tahun empat bulan kurungan.

Baca juga artikel terkait PENINJAUAN KEMBALI

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto