Menuju konten utama

KPK Sedang Kaji Rencana Penerbitan Sprindik Baru Setnov

KPK masih mengkaji kemungkinan untuk penerbitan Sprindik baru bagi mantan tersangka korupsi e-KTP, yakni Ketua DPR RI, Setya Novanto.

KPK Sedang Kaji Rencana Penerbitan Sprindik Baru Setnov
(Ilustrasi) Ketua KPK Agus Rahardjo dan sejumlah tokoh yang tergabung dalam Koalisi Save KPK Chandra Hamzah, Catharina Widyasrini berfoto bersama sembari memegang poster dukungan untuk KPK seusai memberikan keterangan pers di gedung KPK, Kamis (28/9/2017). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum memutuskan penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru untuk Setya Novanto. KPK memang masih berpeluang menerbitkan Sprindik baru bagi Ketua DPR RI itu setelah Hakim Cepi Iskandar mengabulkan gugatan praperadilannya.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan Komisi Antikorupsi masih mengkaji kemungkinan penerbitan Sprindik baru untuk mantan tersangkan korupsi e-KTP tersebut.

"Itu masih kami diskusikan di dalam, masih kami bahas. Langkah selanjutnya kami harus kuat betul supaya tidak terjadi kegagalan lagi (dibatalkan oleh sidang praperadilan)," kata Agus di gedung KPK, Jakarta, pada Jumat (6/10/2017) seperti dikutip Antara.

Baca juga: Kejanggalan Putusan Praperadilan Setnov Menurut Pimpinan KPK

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengimbuhkan saat ini lembaganya masih berfokus mencermati isi putusan Hakim Cepi di sidang gugatan praperadilan Setya Novanto. "Ada beberapa hal yang harus dicermati dengan hati-hati," ujarnya.

Dia mencontohkan KPK masih mempelajari keabsahan penyidikan bisa dilakukan lebih dahulu tanpa nama tersangka atau dengan nama tersangka langsung.

"KPK memahami ada ketentuan khusus di UU KPK, Pasal 44 ayat 1 dan 4. Jadi, sejak penyelidikan kami sudah bisa mengumpulkan alat bukti dan ketika sudah ada minimal dua alat bukti, kami tingkatkan ke penyidikan," kata Febri.

Oleh karena itu, menurut dia, di kasus Setya Novanto, KPK berpendapat nama tersangka bisa ditetapkan karena sudah ada dua alat bukti dan sesuai dengan definisi tersangka di Pasal 1 angka 14 KUHAP, yakni ada bukti permulaan. Pendapat ini terbantahkan sebab pertimbangan Hakim Cepi hanya sekedar KUHAP.

Febri menambahkan KPK juga sedang menelaah pertimbangan Hakim Cepi bahwa bukti-bukti untuk dasar penetapan Novanto sebagai tersangka tidak bisa diakui karena dari perkara lain, yaitu putusan sidang dua terdakwa korupsi e-KTP Irman dan Sugiharto.

"Karena putusan Pengadilan Tipikor justru menegaskan dalam amar putusan kedelapan itu bahwa lebih dari 6.000 barang bukti yang digunakan kasus tersebut digunakan seluruhnya untuk perkara lain. Jadi, ada dua putusan dengan pertimbangan yang berbeda," kata Febri.

Menurut dia, jika mengikuti putusan sidang Irman dan Sugiharto, bukti-bukti di perkara ini bisa dipakai untuk menjerat semua pihak yang diduga terlibat di korupsi e-KTP.

Indikasi KPK belum menyerah untuk menjerat Novanto di kasus e-KTP sudah muncul tak lama usai putusan sidang praperadilan muncul. Beberapa hari usai putusan itu keluar, KPK memperpanjang masa pencekalan Novanto dari bepergian ke luar negeri.

Masa pencekalan Novanto edisi pertama, yang berlangsung sejak 10 April-10 Oktober 2017, diperpanjang lagi hingga April 2018. KPK beralasan perpanjangan masa pencekalan itu dilakukan sebab kesaksian Novanto masih dibutuhkan di persidangan sejumlah tersangka e-KTP.

Baca juga artikel terkait SIDANG PRAPERDILAN SETYA NOVANTO

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom