Menuju konten utama

KPK Pertimbangkan Bentuk Tim Independen untuk Kasus Novel

Kepolisian dinilai lamban dalam penyidikan kasus Novel, KPK mempertimbangkan akan membuat satgas tim independen untuk mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.

KPK Pertimbangkan Bentuk Tim Independen untuk Kasus Novel
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan pernyataan pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/4). ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - KPK mempertimbangkan akan membuat satgas tim independen untuk mengungkap pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, mengingat penyidikan kasus ini di Kepolisian dinilai lamban.

"Awalnya kami mendapat informasi dari pihak Novel dan keluarga bahwa pihak keluarga cukup kecewa. Ini kan lebih dari sebulan. Pelaku penyerangan belum terungkap. Ini concern bagi KPK mempertimbangkan untuk membuat kelompok satuan tugas atau satgas menyelesaikan kasus ini," kata Febri Diansyah, Jakarta, Jumat (12/5/2017) malam.

Febri mengatakan proses penyidikan kasus yang ditangani Kepolisian ini menunjukkan perkembangan yang sangat lamban. Menyusul tindakan Polda Metro Jaya yang akhirnya justru melepaskan pria berinisial AL yang sempat diduga sebagai pelaku penyiraman cairan kimia terhadap Novel karena tak cukup bukti.

KPK, dikatakan Febri, kecewa dengan perkembangan penyidikan kasus Novel ini yang belum menunjukkan titik terang meski sudah berjalan satu bulan.

"Dari kejadiannya 11 April 2017 lalu, sekarang tanggal 12 Mei 2017. Sudah sebulan tapi belum ada titik terang. Kemarin kami harap AL adalah pelakunya. Ternyata bukan. Ini bukan kami tidak percaya tapi kami jadi penasaran sendiri," kata Febri.

Pembentukan satgas ini, dikatakan Febri, bukan berarti KPK tak menghormati instruksi Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan Kepolisian mengusut kasus. Namun, KPK juga menginginkan adanya perkembangan yang signifikan dalam kasus ini.

Permintaan lain yang diakomodir pihak KPK, menurut Febri, agar Presiden membentuk tim investigasi khusus yang sifatnya netral. Maka ini bisa menjadi pembuktian bahwa Presiden berada di titik tengah dalam mengusut keadilan untuk Novel Baswedan.

"Kita hormati Polri, tapi karena sudah lewat 30 hari, kita perlu duduk bersama membahas rencana ke depan agar pelaku penyerangan bisa diproses lebih lanjut dan pikirkan bicara ke Presiden," tegasnya.

Namun sampai sekarang KPK juga belum merealisasikan satgas tim pencari fakta (TPF). KPK, menurut Febri, memastikan bahwa pihaknya akan mencari strategi jitu dan efektif mengenai tim independen ini asal sudah disetujui oleh Presiden.

"Masih sebatas wacana sih. Kita belum sampai secara spesifik apa dibentuk tim independen TPF atau perkuat tim yang ada atau joint operation. Tapi lewat dari 30 hari kita tidak bisa hanya menunggu saja. Perlu ada strategi lain yang diperlukan. Dan kita yakin Presiden concern betul karena mengutuk keras aksi (teror) tersebut. Agar tidak ada lagi teror kasus ini kedepannya bagi semua pegawai KPK," tegasnya.

Sementara itu, Julius Ibrani dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga menyayangkan kinerja penyidik Polri untuk mengungkap kasus Novel. Apalagi waktu pencarian satu bulan terbilang sudah terlalu lama untuk mencari pelaku penyiraman yang kemungkinan masih berada di Indonesia.

"Kelamaan. Iya saya cuma bisa bilang itu aja. Sebulan itu untuk personel PMJ dan Polri itu sebenarnya mudah untuk mereka. Alat ada, personil terampil banyak. Tapi kenapa lama? Salah satunya niat," jelas Julius Ibrani di Cikini, Jakarta, Jumat (12/5/2017).

Menurut Julius, semua penindakan hukum dan investigasi penyidikan akan lebih mudah bila Polda memiliki niat menuntaskan perkara, dan bukan memanfaatkan momentum untuk balas dendam atau conflict interest yang terjadi di dalamnya.

"Yang pasti KPK tidak bisa bekerja sendiri. Tapi sayangnya Polri atau Polda juga tidak bisa diandalkan seratus persen juga. Karena kasus penyiraman Novel itu sebenarnya adalah pekerjaan mudah bagi Polri. Yang jadi pertanyaan ini ada apa di dalamnya. Patut diduga bisa saja ada conflict interest juga atau mungkin balas dendam," jelas Julius Ibrani.

Perlu diketahui, Novel diteror dengan disiram air keras oleh dua orang tak dikenal usai menjalani salat subuh di mesjid sekitar rumahnya, Selasa, 14 April 2017. Akibat serangan teror tersebut, kedua mata Novel harus dirawat intensif di salah satu rumah sakit di Singapura.

Perkembangan terakhir per hari ini, Febri mengatakan, pemeriksaan tim dokter menunjukkan tekanan mata sebelah kiri Novel di atas batas normal. Pertumbuhan selaput kornea pun stagnan. Sementara, mata sebelah kanan secara umum sudah dapat melihat huruf meski dalam ukuran yang besar.

"Mata kiri pertumbuhannya sangat lamban," ungkapnya.

Seperti diketahui, Polda Metro Jaya akhirnya justru melepaskan pria berinisial AL yang sempat diduga sebagai pelaku penyiraman cairan kimia terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan status AL hanya sebatas saksi. Argo mengatakan polisi mengedepankan asas praduga tidak bersalah dan telah memeriksa AL selama 1x24 jam, namun belum ditemukan alibi yang kuat sehingga tidak menahan pria tersebut.

Ia menjelaskan AL tercatat sebagai petugas keamanan salah satu spa di wilayah Jakarta dengan jam kerja sejak pukul 15.00 WIB hingga 00.00 WIB. Namun berdasarkan pemeriksaan tiga rekaman kamera tersembunyi belum terindikasi AL sebagai tersangka penyiraman Novel.

Baca juga artikel terkait NOVEL BASWEDAN DISIRAM AIR KERAS atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Dimeitry Marilyn
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri