tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd Soetikno Soedarjo pada hari ini, Rabu (7/8/2019).
Emirsyah dan Soetikno sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC di PT Garuda Indonesia.
Selain itu, pada hari ini, KPK kembali menetapkan Emirsyah dan Soetikno menjadi tersangka dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
KPK juga menetapkan tersangka baru di kasus suap itu, yakni Hadinoto Soedigno. Dia pernah menjabat Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia periode 2007-2012.
Baik Emirsyah maupun Hadinoto diduga menerima suap senilai puluhan miliar dari Soetikno. Uang suap itu, menurut keterangan KPK, diduga bersumber dari sejumlah perusahaan klien Soetikno.
Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, berdasar hasil pengembangan perkara, Soetikno diduga menjadi 'makelar' empat perusahaan yang bekerja sama dengan Garuda.
"Selaku Konsultan Bisnis/Komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, SS diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan. Selain itu, SS juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd yang menjadi Sales Representative dari [perusahaan] Bombardier," kata Laode di Gedung KPK pada hari ini.
Sesuai data KPK, kontrak 4 perusahaan yang melakukan kerja sama dengan Garuda Indonesia saat Emirsyah menjabat Direktur Utama itu adalah:
1. Kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce.
2. Kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S.
3. Kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR).
4. Kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.
Dari 4 perusahaan itu, Soetikno menerima uang komisi yang belum jelas jumlahnya. Dia kemudian juga membagikan sebagian uang itu kepada Emirsyah dan Hadinoto.
"Untuk ESA [Emirsyah], SS [Soetikno] diduga memberi Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, [dan] USD680 ribu dan 1,02 juta Euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik ESA [Emirsyah] di Singapura. Dan SGD 1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik ESA [Emirsyah] di Singapura," kata Laode.
"Untuk HDS [Hadinoto], SS [Soetikno] diduga memberikan USD 2,3 juta dan 477 ribu Euro yang dikirim ke rekening HDS [Hadinoto] di Singapura," tambah Laode.
Dia menambahkan, KPK akan membuka penyelidikan bersama otoritas negara lain. Hal ini sudah dilakukan sebelumnya dalam perkara yang sama dengan otoritas hukum di Inggris dan Singapura.
"Dalam pengembangan kasus ini, diduga ada keterlibatan beberapa pabrikan asing yang perusahaan induknya ada di negara yang berbeda-beda. Untuk itu, KPK membuka peluang kerja sama dengan otoritas penegak hukum dari negara-negara tersebut terkait dengan penanganan perkara ini," kata Laode.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom