Menuju konten utama

KPK Dinilai Politis Jika Rilis Sprindik Baru untuk Setnov

Menurut Wakil Bendahara Umum Partai Golkar, Erwin Ricardo Silalahi, ada kekuatan politik besar yang telah sengaja mengarahkan KPK dalam setiap tindakannya.

KPK Dinilai Politis Jika Rilis Sprindik Baru untuk Setnov
Sejumlah aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menggelar aksi di depan gedung KPK menuntut agar Setya Novanto segera ditahan, Jakarta, Kamis, (14/09/2017). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Wakil Bendahara Umum Partai Golkar, Erwin Ricardo Silalahi, menilai langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mempertimbangkan akan merilis Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru untuk Setya Novanto (Setnov) bersifat politis.

"Ini semakin menguatkan dugaan masyarakat bahwa KPK telah menjadi alat politik. Kenapa KPK tidak menerbitkan sprindik baru terhadap Hadi Purnomo dan Budi Gunawan?" tukas Erwin Ricardo Silalahi di Kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Sabtu (30/9/2017).

Menurut Erwin, ada kekuatan politik besar yang telah sengaja mengarahkan KPK dalam setiap tindakannya sehingga melenceng dari koridor KUHAP. Sebagai contoh lain dalam tindakan KPK yang menurutnya telah tersandera kepentingan politik, Erwin menyebut kasus Pelindo II yang menjerat RJ Lino.

"Apa kabar itu? Sudah 2 tahun tersangka tapi masih berkeliaran. Ini menunjukkan bahwa ada kekuatan besar yang memberi garansi RJ Lino untuk tidak ditindak scara hukum padahal beliau sudah tersangka KPK," papar Erwin.

Oleh karena itu, Erwin meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk bersikap tegas kepada KPK. Menurutnya, Presiden Jokowi harus mengingatkan KPK agar kembali ke koridor hukum, bukan turut bermain politik.

"Jangan KPK terseret oleh golongan pilitik tertentu, karena bila KPK melakukan langkah hukum di luar KUHAP akan berbahaya bagi penegakan hukum di Indonesia," kata Erwin.

Sebelumnya, Hakim PN Jaksel Cepi Iskandar memutuskan memenangkan gugatan praperadilan Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP. Cepi menilai, sprindik yang dikeluarkan oleh KPK tidak sesuai dengan KUHAP dan SOP KPK.

Menanggapi hal itu, KPK mempertimbangkan untuk mengeluarkan sprindik baru sebagai langkah hukum yang diatur oleh KUHAP dan PERMA. “Kami akan melakukan pembahasan terlebih dulu, diskusi terlebih dulu, melihat secara rinci putusan praperadilan tersebut. Proses dari awal sampai putusan akhir," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Dengan menangnya Setya Novanto, berarti KPK telah mengalami 4 kali kekalahan di sidang praperadilan. Sebelumnya KPK kalah dari Wakapolri Budi Gunawan, Ketua BPK Hadi Purnomo, dan Bupati Makassar Arief Sirajuddin.

Baca juga artikel terkait SIDANG PRAPERADILAN SETYA NOVANTO atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Iswara N Raditya