tirto.id - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan meminta Presiden Joko Widodo mengungkap teror bom ke kediaman dua pimpinan KPK, termasuk teror-teror sebelumnya.
Untuk itu Novel meminta Presiden Joko Widodo ikut turun tangan menyelesaikan rentetan teror ke KPK. Salah satu caranya dengan mendesak pihak kepolisian
"Semoga Bapak Presiden mau mendesak Polri untuk mengungkap ini semua. Tidak sampai seperti yang lain-lain tidak terungkap sama sekali," kata Novel ditemui usai menjadi saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (10/1/2018).
Bahkan ia pun mendesak agar Presiden segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Dengan demikian, seluruh pihak dapat berkolaborasi mengusut kasus teror ke lembaga anti-rasuah tersebut.
"Apabila presiden memberikan dukungan atau perhatian yang serius, saya masih optimis. Kalau tidak ya susah," ujar Novel.
Wadah Pegawai KPK (WP KPK) mencatat teror kepada pimpinan KPK merupakan kejadian kesembilan yang dialami personel dan pimpinan instituti anti-rasuah. Dalam catatan WP KPK, teror menyasar pada personel dan fasilitas KPK. Rincian 9 teror yakni:
- Penyerbuan dan teror terhadap fasilitas KPK
- Ancaman bom ke gedung KPK
- Teror bom ke rumah penyidik KPK
- Penyiraman air keras
- Ancaman pembunuhan terhadap penjabat dan pegawai KPK
- Perampasan perlengkapan penyidik KPK
- Penculikan terhadap pegawai KPK yang sedang bertugas
- Percobaan pembunuhan terhadap penyidik KPK
- Teror bom terhadap ketua KPK Agus Rahardjo dan wakil ketua KPK Laode M. Syarif.
Ketua WP KPK, Yudi Purnomo mengatakan, dari sisi pola dan pelaku sama antara teror di rumah Wakil Ketua KPK Laode M Syarief dengan penyidik lain, Afif Julian Miftah.
“Diduga ada dua pelaku. Selain itu, ada pula penggunaan metode teror dengan bom seperti kediaman Afif atau insiden air keras kepada mobil Afif sebagaimana kasus Novel. Ini menandakan teror belum berakhir ,” kata Yudi.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali