tirto.id - Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta bersiap menghadapi rencana pengajuan banding Pemprov DKI Jakarta atas putusan hakim PTUN tentang pencabutan izin reklamasi Pulau F, I dan K.
Kuasa Hukum nelayan Teluk Jakrarta dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), anggota koalisi, Tigor Hutapea berencana meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Yudisial (KY) mengawasi sidang banding putusan itu di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN).
"Ketika di G (banding pencabutan izin reklamasi Pulau G) kami tidak melibatkan KPK dan KY. Kalau terkait ini (banding pencabutan izin reklamasi Pulau F, I dan K), kami akan libatkan KPK dan KY di meja banding," kata Tigor di kantor Walhi Indonesia, Tegal Parang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017).
Menurut Tigor, koalisi kecewa dengan sikap Pemprov DKI Jakarta yang berencana mengajukan banding atas putusan itu. Semestinya Pemprov DKI Jakarta menjadikan putusan itu bahan evaluasi penerbitan izin proyek pembangunan di DKI Jakarta, khususnya reklamasi.
"Memang bakal pasti banding (Pemprov DKI Jakarta), tapi ini sebagai bentuk apa, kami lihat justru saat ini pemerintah antikritik, antikoreksi, kami mengkritik dan mengoreksi di luar pengadilan disalahkan, tapi saat mengkritik dan dibawa ke meja hijau, lalu hakim memutuskan kalau kebijakan itu salah, mereka malah ngotot," Tigor mengeluh.
Berkaca dari putusan banding Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), yang membatalkan pencabutan izin reklamasi Pulau G, Tigor memperkirakan dalih Pemprov DKI Jakarta tidak akan berubah.
Ia memprediksi, untuk banding putusan kasus Pulau F, I dan K, Pemprov DKI Jakarta akan kembali menyoroti masalah prosedur pengajuan gugatan. Misalnya, Walhi akan dianggap tidak layak mengajukan gugatan karena tidak bermukim di Teluk Jakarta.
Padahal, kata Tigor, putusan Hakim PTUN yang mencabut izin reklamasi empat pulau sudah menunjukkan secara jelas bahwa proyek ini memang bermasalah. "Reklamasi sangat jelas akan merampas dan melanggar hal-hal nelayan tradisional skala kecil," kata dia.
Dia mengimbuhkan, hak untuk menolak dan keberatan dalam konsultasi publik atas suatu proyek skala besar juga harus dilindungi sebagaimana diatur oleh pedoman perlindungan permukaan skala kecil dari FAO tahun 2014.
Di tempat yang sama, Direktur ICEL (Indonesian Center For Environmental Law), Henri Subagiyo mengapresiasi putusan hakim PTUN Jakarta yang mencabut izin reklamasi tiga pulau. Menurut dia, keputusan tersebut menegaskan proyek reklamasi teluk Jakarta bermasalah dan harus dihentikan.
"Presiden Jokowi harus mengambil sikap yang jelas dan tegas dengan menghentikan semua rencana dan kegiatan reklamasi di Indonesia. Kebijakan soal tujuan, pertimbangan pilihan reklamasi atau tidak, prosedur dan teknis reklamasi seharusnya dibenahi dulu," kata dia.
Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono sudah memastikan akan mengajukan banding atas putusan PTUN Jakarta soal pembatalan izin reklamasi Pulau F, I dan K.
"Pertama, yang lalu memang tidak dilengkapi, ada dokumen yang tercecer terkait tata ruang atau zonasi. Kedua, mengenai amdal yang telah dilakukan dan telah disosialisasikan, itu juga tidak disinggung, seolah Pemprov DKI tidak pernah mensosialisasikan," ujar Sumarsono di Balaikota DKI Jakarta, Senin kemarin.
Sumarsono menghormati keputusan PTUN, namun mengajukan banding merupakan prosedur yang sudah diatur. "Kami yakin mengajukan banding dan insyaallah semua bisa dilengkapi. Menang atau kalah nomor dua," kata dia.
Penulis: Chusnul Chotimah
Editor: Addi M Idhom