tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkap adanya sebuah sel tahanan di satu SMK Swasta di Batam. Meski tidak bisa memastikan sejak kapan sel tahanan tersebut dibuat, namun KPAI mengatakan bahwa sekolah menengah kejuruan tersebut sudah berdiri sejak 5 tahun yang lalu.
Anggota KPAI Putu Elvina mengatakan, penahanan siswa dalam sel tersebut dilakukan dengan dalih tindakan pendisiplinan. Selain itu, proses belajar mengajar juga dilakukan dengan sistem militer dan diajarkan menembak dengan senapan angin.
Sebelumnya dikabarkan seorang siswa berinisial RS (17 tahun) di tahan selama 2 malam karena dituduh melakukan pencurian uang saat dirinya menjalani kegiatan Praktek Kerja Lapangan.
Pada 8 September 2018, RS dikabarkan mengalami luka lecet di kedua telapak kaki saat mendapatkan hukuman berjalan jongkok di pekarangan sekolah yang beraspal dalam kondisi tangan masih di borgol.
Selain itu, foto penangkapan RS sebelumnya juga dikirim oleh oknum berinisial ED selaku pembina dan pemilik modal ke media sosial hingga mengakibatkan trauma berat karena mengalami cyber bullying.
Putu mengatakan bahwa ED diduga menjadi pelaku yang memborgol dan menampar RS. Sehari-hari ED menjadi pembina upacara dan membina latihan baris berbaris.
Namun, Putu mengatakan sel tahanan dalam sekolah tersebut sudah di bongkar. "Untuk penguatan, KPAI kemarin sudah bersurat ke Polresta Balerang di teruskan kepada Polda Kepri serta kepala dinas pendidikan Kepri. Hari ini ada tim yang diutus oleh dinas pendidikan Kepri untuk kunjungan ke SMK tersebut," kata Putu di kantor KPAI, Jakarta (12/9/2018).
Tidak hanya keberadaan sel tahanan dan tindakan kekerasan, Putu juga mengatakan bahwa sekolah tersebut juga melakukan diskriminatif terhadap siswa.
Ia juga menambahkan bahwa tidak hanya ada satu anak yang berada di sel, tapi sebelumnya sudah ada beberapa anak yang sempat berada di sel tersebut dengan berbagai tuduhan tidak berdasar.
Sejauh ini, Putu menyatakan bahwa pihak keluarga dan sekolah sudah melakukan mediasi, "Kemarin pihak keluarga dan sekolah sudah melakukan mediasi tapi musyawarah atau mediasi tersebut tidak akan menhilangkan proses hukum karena ini bukan delik aduan tapi pidana murni" ujar Putu.
Selain itu dalam konferensi pers ini "KPAI terus mendorong Dinas Pendidikan dan Dinas PPPA Provinsi Kepri untuk mengontrol dan mendampingi perbaikan, perubahan pola pendidikan di SMK tersebut yang seharusnya meninggalkan pola kekerasan. Seharusnya sesuai dengan aturan yang berlaku mencakup UU Sisdiknas, UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak" kata Retno Listyarti Anggota Komisioner KPAI.
Guna mencegah hal ini kembali terjadi, Putu juga memastikan bahwa KPAI akan terus mengadvokasi kasus ini.
Penulis: Atik Soraya
Editor: Alexander Haryanto