tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan kasus pelanggaran hak anak yang terjadi selama Januari-April 2019 paling banyak di sekolah dasar (SD).
Ketua KPAI Susanto memaparkan temuan berasal dari laporan yang diterima lembaganya lewat divisi pengaduan, hasil pengawasan, serta kasus-kasus yang informasinya menyebar di media sosial dan pemberitaan media massa.
Susanto mencatat KPAI menemukan 25 kasus pelanggaran hak anak di tingkat SD, 5 kasus di tingkat SMP, 6 kasus di tingkat SMA, dan 1 kasus di Perguruan Tinggi.
Menurut Susanto, kasus kekerasan dan perundungan juga lebih banyak ditemukan di sekolah dasar daripada jenjang pendidikan lainnya.
Susanto mencatat beberapa kasus kekerasan seksual bahkan masih banyak terjadi di SD. Misalnya, di Malang, 20 siswi menjadi korban pelecehan seksual guru honorer.
Sementara di Kecamatan Lili Riaja, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, 14 siswi dicabuli kepala sekolah. Sejumlah siswi di Kota Prabumulih, Sumatera Selatan juga tercatat menjadi korban pencabulan guru olahraga.
"Kompleksitas masing-masing jenjang [pendidikan] itu berbeda, misalnya jenjang TK, bullyingnya secara verbal, fisik, psikis juga masih terjadi," kata Susanto setelah acara Peringatan Hari Pendidikan Nasional dan Hari Bullying Internasional di kantor KPAI, Jakarta Pusat, Kamis (2/5/2019).
Oleh sebab itu, dia mendesak Kemendikbud dan Kementerian Agama mempercepat penambahan jumlah Sekolah Ramah Anak (SRA) di seluruh Indonesia.
"Saat ini jumlah SRA di Indonesia baru sekitar 13 ribuan dari 400 ribu sekolah dan madrasah di Indonesia," ujar Susanto.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom