Menuju konten utama

KPAI Minta Anak dengan SKTM Palsu Tetap Bisa Daftar Sekolah

“Kalau orang tuanya dapat sanksi, anak jangan dapat sanksi yang sama."

KPAI Minta Anak dengan SKTM Palsu Tetap Bisa Daftar Sekolah
Siswa mengisi formulir untuk mendaftar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kantor Dinas Pendidikan Kota Solo, Jawa Tengah, Senin (25/6/2018). ANTARA FOTO/Maulana Surya

tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar sanksi bagi yang menyertakan SKTM palsu dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 tidak mengorbankan pendidikan anak. KPAI menilai sanksi yang tegas memang diperlukan, namun perlu juga diperhatikan agar hak pendidikan anak tidak ikut tercabut.

“Kalau orang tuanya dapat sanksi, anak jangan dapat sanksi yang sama. Sebaiknya dilakukan peringatan lalu pembatalan proses pendaftaran sebagaimana memang tertuang dalam aturan,” kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti, dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta pada Rabu (11/7/2018).

Menurut Retno, tidak sedikit anak-anak yang hanya menjadi korban dari perilaku orang tuanya dalam menyertakan SKTM palsu saat mendaftar. Retno pun mengatakan bahwa tidak seharusnya anak sampai mendapatkan blacklist sehingga kesulitan memperoleh sekolah.

“Kami mengingatkan kepada pemerintah daerah dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memberikan mereka kesempatan, tentunya di luar jalur SKTM. Tetap harus dibuka akses terhadap hak pendidikannya di sekolah negeri,” ujar Retno lagi.

Lemahnya kontrol dalam pemberian SKTM memang cukup memunculkan kisruh dalam PPDB 2018. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah misalnya, belum lama ini menemukan bahwa ada 78.065 SKTM yang dianggap palsu. Oleh karena kejadian itu, proses penerimaan pun dibatalkan, PPDB diulang, sehingga pengumumannya mengalami kemunduran waktu.

Meski mengimbau agar anak tidak ikut kena sanksi secara hukum, namun KPAI melihat adanya potensi pidana pada pihak-pihak yang mengeluarkan SKTM palsu tersebut.

Pasalnya praktik pemberian SKTM palsu itu sudah bukan lagi masuk dalam ranah kedisiplinan, melainkan pelanggaran yang menyalahi Undang-Undang Kependudukan.

“Apabila betul-betul direkayasa sedemikian rupa dan sistematis, maka memungkinkan juga untuk pidana. Katakanlah lurah atau kepala desanya yang memang mengeluarkan SKTM itu tanpa verifikasi,” kata Komisioner Bidang Hak Sipil KPAI, Jasra Putra.

Terungkapnya puluhan ribu SKTM tersebut rupanya erat kaitannya dengan ketentuan bagi sekolah untuk menerima peserta didik baru yang tergolong tidak mampu.

Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 14 Tahun 2018, satu wilayah daerah atau provinsi memang diperintahkan agar paling sedikitnya 20 persen menerima peserta didik yang tidak mampu dan dibuktikan dengan SKTM.

“Diharapkan orang tua memberikan contoh terbaik, dan karena pendidikan itu jangka panjang. Proses yang baik tentu akan menghasilkan output yang baik,” ucap Jasra.

Baca juga artikel terkait PPDB 2018 atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yulaika Ramadhani