tirto.id - Rodong Sinmun, koran Partai Buruh Korea Utara, menyiarkan foto pemimpin Korut, Kim Jong-un, dengan ajudan militernya tengah mengamati uji peluru kendali balistik dalam peragaan menyerang pelabuhan dan bandar udara Korea Selatan, yang digunakan militer Amerika Serikat, pada Rabu (20/72017).
Siaran itu diduga merujuk pada peluncuran tiga peluru kendali oleh negara tersebut sehari sebelumnya.
Menurut kantor berita Korut, KCNA, peragaan tersebut dikabarkan menunjukkan keberhasilan meledakkan senjata nuklir, yang terpasang di peluru kendali.
Akan tetapi, Korut tidak memberi keterangan waktu peragaan itu, melainkan hanya melaporkan kegiatan pemimpin negara tersebut tanpa keterangan waktu dan tempat.
Korut menembakkan tiga rudal hingga meluncur sejauh 500 dan 600 kilometer ke arah laut dari pesisir timurnya, kata militer Korsel.
Itu adalah uji terkini seusai sejumlah langkah provokatif negara tertutup tersebut. Sebelumnya, Korut turut menggelar simulasi senjata nuklir.
Uji rudal dan senjata nuklir itu dinilai banyak pihak melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Simulasi itu dilakukan dengan membatasi jangkauan tembak, tetapi tetap ditujukan seolah menyerang pelabuhan dan bandar udara Korsel, lokasi ditempatkannya perangkat perang nuklir imperialis Amerika Serikat yang harus dihancurkan," kata KCNA.
Yang-uk, peneliti senior Forum Pertahanan dan Keamanan Korea, juga penasihat kebijakan Angkatan Laut Korsel mengatakan, ada bukti cukup kuat, menunjukkan Korut berhasil mengembangkan senjata nuklir untuk rudal.
"Hal itu adalah pengingat jika mereka terus melanjutkan pengembangan tersebut, risiko untuk kita akan terus meningkat," tambahnya.
Peluncuran rudal pada Selasa dinilai sebagai upaya menampilkan kekuatan militer Korut usai Korsel dan AS memilih suatu wilayah di selatan untuk pemasangan sistem anti-rudal, disebut "Terminal High Altitude Area Defence" (THAAD) guna mengantisipasi ancaman Korut.
Korut mengancam langkah tersebut dengan "tanggapan fisik," katanya.
"Sikap itu merupakan sinyal bahwa rencana perang (AS) tidak dapat berhasil, karena jika sistem tersebut diaktivasi maka Korut akan langsung menyerangnya," kata Joshua Pollack, editor jurnal Nonproliferation Review, berpusat di AS.
Media pemerintah Korut menyebut duta besar AS untuk Korsel, Mark Lippert sebagai "pengacau dengan mental terbelakang" dan "penjahat perang yang bengis," pada Selasa.
Pada awal bulan ini, pemerintah AS menerbangkan jet tempur di kawasan negara tersebut.
Korut sering menyiarkan kecaman terhadap pemerintah Korsel dan AS.
Korut dan negara demokratis yang cukup makmur, Korsel, secara teknis masih berperang, mengingat konflik pada 1950 sampai 1953 diselesaikan dengan gencatan senjata, bukan kesepakatan perdamaian.
Korut kerap mengancam akan menghancurkan Jepang, Korsel beserta sekutu utamanya, AS.
Angkatan udara AS menyatakan Lippert dalam proses adaptasi menerbangkan pesawat tempur F-16 pada 12 Juli guna memiliki pemahaman lebih baik terkait kesepakatan pertahanan AS dan Korsel terhadap Korut.
Penulis: Rima Suliastini
Editor: Rima Suliastini