Menuju konten utama

Korut Bersumpah Balas Dendam ke AS Setelah Sanksi Terbaru

Korea Utara mengancam akan mengambil tindakan adil"setelah pemberlakuan sanksi itu, dan AS akan membayar kejahatan sanksi itu ribuan kali lipat.

Korut Bersumpah Balas Dendam ke AS Setelah Sanksi Terbaru
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menyaksikan sebuah pertunjukan megah di People's Theatre pada hari Rabu untuk memperingati 70 tahun pendirian State Merited Chorus (Paduan Suara Negara) dalam foto tidak bertanggal yang disiarkan oleh Pusat Agensi Berita Korea Utara (KCNA) di Pyongyang, Kamis (23/2). ANTARA FOTO/KCNA/via REUTERS.

tirto.id - Korea Utara telah berjanji untuk melakukan balas dendam "ribuan kali lipat" terhadap AS setelah PBB memberlakukan sanksi baru sebagai tanggapan atas uji coba rudal balistik antarbenua baru-baru ini.

Dalam sebuah pernyataan kantor berita resmi KCNA, seperti dikutip The Guardian, pemerintah Korea Utara (Korut) mengatakan bahwa sanksi tersebut merupakan "pelanggaran keras atas kedaulatan" dan merupakan bagian dari "rencana keji untuk mengisolasi dan menahan" negara tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Sabtu (5/8/2017) waktu setempat, Dewan keamanan PBB dengan suara bulat mendukung sanksi baru yang dapat memangkas pendapatan tahunan ekspor Korut sebesar 3 miliar dolar menjadi sepertiga. Langkah tersebut menargetkan pendapatan utama seperti batu bara, besi, timah dan makanan laut, tapi bukan minyak.

Baca juga: PBB Sepakati Sanksi Nuklir Baru untuk Korea Utara

Pyongyang mengancam untuk mengambil "tindakan adil" setelah pemberlakuan sanksi itu, Mereka juga menggambarkan sanksi tersebut sebagai kejahatan yang akan dibayar AS "ribuan kali".

Langkah PBB menerapkan sanksi yang melarang Cina, Rusia, dan negara-negara lain untuk mempekerjakan lebih banyak lagi pekerja Korea Utara, yang pengiriman uangnya membantu dana rezim tersebut, serta melarang usaha patungan dengan negara tersebut dan investasi baru dalam kemitraan bisnis yang ada.

Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, menggambarkan langkah-langkah tersebut sebagai "paket sanksi ekonomi terbesar yang pernah ditingkatkan" terhadap Korea Utara.

Dalam sebuah panggilan telepon pada hari Senin, Presiden AS Donald Trump dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in sepakat bahwa program nuklir dan rudal Pyongyang "menimbulkan ancaman serius yang tumbuh dan berkembang" dan berjanji untuk menerapkan tekanan maksimum pada rezim tersebut. .

Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson, mengatakan pada Senin (7/8/2017) bahwa Korea Utara harus menghentikan peluncuran rudal jika mereka ingin bernegosiasi.

Berbicara kepada wartawan di ibukota Filipina, Manila, di sela-sela sebuah konferensi regional dimana ambisi nuklir Pyongyang mendominasi diskusi, Tillerson mengatakan "sinyal terbaik yang dapat diberikan Korea Utara pada kita adalah mereka siap untuk bernegosiasi menghentikan rudal in diluncurkan.

"Bila kondisinya benar, kita bisa duduk dan berdialog seputar masa depan Korea Utara sehingga mereka merasa aman dan makmur secara ekonomi," kata Tillerson sembari menambahkan ada "sarana komunikasi lainnya" yang tidak ditentukan, terbuka terhadap Pyongyang.

Tillerson tampaknya sering pergi, untuk menghindari berada di ruangan yang sama dengan rekannya dari Korea Utara, Ri Yong-ho, bahkan melewatkan makan malam pada Minggu (6/8/2017).

Ri mengatakan saat konferensi Manila bahwa sanksi tambahan tidak akan memaksa Pyongyang melakukan perundingan mengenai program rudal nuklir dan balistiknya, menurut salinan pidatonya yang disampaikan kepada wartawan oleh seorang juru bicara.

"Kami tidak akan menempatkan pertahanan diri kita untuk mencegah nuklir di meja perundingan ... dan tidak akan pernah mengambil langkah mundur dari penguatan kemampan nuklir kita," kata Ri.

Pernyataan tersebut mengatakan bahwa uji coba rudal balistik antarbenua Korea Utara pada bulan Juli membuktikan bahwa seluruh AS berada dalam jangkauan tembak-menembaknya, dan bahwa rudal tersebut adalah alat pertahanan yang sah.

Tanggung jawab atas krisis di semenanjung Korea terletak semata-mata pada Washington, kata Ri sambil menambahkan bahwa Korea Utara "siap untuk mengajarkan AS pelajaran berat dengan kekuatan strategis nuklirnya."

Dia tidak menunjukkan tindakan apa yang Korea Utara tengah pertimbangkan untuk menanggapi sanksi baru PBB tersebut.

Perjalanan Tillerson ke Manila adalah bagian dari upaya untuk meyakinkan negara-negara Asean untuk mendorong Pyongyang mengakhiri rencana nuklirnya.

Baca juga: AS Minta Jepang & Cina Tindak Tegas Korut Pasca-Uji Rudal

Tekanan terhadap Cina, sekutu utama Korea Utara dan sejauh ini merupakan mitra dagang terbesarnya, untuk menandatangani dan memberlakukan sanksi yang lebih kuat telah meningkat sejak rezim tersebut melakukan dua tes ICBM bulan lalu.

Banyak ahli percaya Pyongyang masih jauh dari kemampuannya memasang sebuah hulu ledak nuklir mini dengan rudal jarak jauh. Namun, rezim tersebut sekarang memiliki rudal yang secara teoritis mampu menyerang daratan AS.

KCNA menyinggung kemampuan baru Korea Utara padaSenin, dengan mengatakan: "Tidak ada kesalahan yang lebih besar daripada Amerika Serikat yang percaya bahwa tanahnya aman di seberang lautan."

Baca juga artikel terkait SANKSI NUKLIR atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari