tirto.id - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono, mengusulkan agar PT Pupuk Indonesia dan Perum Bulog yang kini berada di bawah naungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi di bawah Kementerian Pertanian (Kementan). Menurutnya, hal ini diperlukan untuk memudahkan koordinasi guna mengakselerasi pembangunan sektor pertanian nasional. Apalagi, tambahnya, selama ini lembaga-lembaga di bidang pangan terkesan berjalan sendiri-sendiri.
Meski begitu, dia menegaskan tak akan mengubah organisasi kedua perusahaan pelat merah tersebut. Melalui penggabungan ini, kata Sudaryono, Kementan hanya akan menjadi “ketua kelas” yang memimpin jalannya ekosistem pertanian dari hulu sampai hilir.
“Intinya organisasi tetap ada di situ semua tapi 'ketua kelasnya' adalah Menteri Pertanian. Karena selama ini pupuknya yang ngurus Menteri BUMN, perdagangan pupuknya Menteri Perdagangan. Kemudian si petani yang ngurus [Kementerian] Pertanian,” jelasnya dalam keterangan resminya, dikutip Tirto, Kamis (3/10/2024).
Selain itu, melalui perubahan komando, Sudaryono berharap Pupuk Indonesia dan Bulog tidak hanya berfokus mengejar untung, namun juga bisa menggenjot produktivitas pertanian nasional. Pada saat yang sama, seiring dengan meningkatnya produksi beras, Kementan juga dapat memerintahkan Bulog untuk menyerap hasil panen petani.
Dus, perubahan komando dua perusahaan tersebut juga akan memberikan rasa optimistis dalam mewujudkan swasembada pangan.
“Tahun depan kita coba mengajukan Peraturan Presiden di mana nanti Pupuk Indonesia, termasuk Bulog dan Kementerian Pertanian menjadi satu [perintah di bawah Kementan],” imbuh Sudaryono telah merencanakan langkah selanjutnya untuk merealisasikan usulan tersebut.
Menanggapi usulan ini, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPN HKTI), Sadar Subagyo, melihat selama ini memang terdapat kendala koordinasi antara lembaga-lembaga di bidang pangan. Padahal, kendala koordinasi membuat tata kelola sektor pangan dan pertanian menjadi amburadul.
Imbasnya, distribusi pupuk subsidi oleh Pupuk Indonesia sering kali terhambat dan penyerapan hasil panen petani juga tak maksimal.
"Sudah saatnya kita meninggalkan ego sektoral yang tidak menguntungkan petani. Jika Bulog dan PT Pupuk Indonesia berada di bawah Kementan, distribusi pupuk bisa lebih terkoordinasi dan hasil panen petani bisa terserap dengan baik,” kata Sadar melalui sambungan telepon kepada Tirto, Kamis (3/10/2024).
Ia menambahkan, selama ini Pupuk Indonesia sering terlambat dalam mendistribusikan pupuk subsidi kepada para petani, sehingga membuat produktivitas terganggu. Sedangkan dari sisi Bulog, penyerapan hasil panen yang tidak optimal sering kali membuat harga gabah jatuh di tingkat petani.
"Melalui penataan kelembagaan ini, pemerintah bisa lebih fokus untuk memberikan solusi nyata kepada petani dan meningkatkan kesejahteraan petani,” sambungnya.
Berbeda dengan Sadar, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, menyarankan agar Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono, fokus saja membenahi tata kelola Kementan alih-alih mengusulkan perubahan komando Pupuk Indonesia dan Bulog menjadi di bawah Kementan. Hal ini menurutnya justru lebih penting untuk dilakukan, mengingat buruknya tata kelola Kementan telah membuat produksi beras kian turun tiap tahunnya.
“Tupoksi Kementerian Pertanian itu apa? Meningkatkan produksi pertanian terutama pangan fokusnya. Nggak usah ngurusin yang aneh-aneh, ngurusin Pupuk, ngurusin Bulog dan lain sebagainya,” katanya, saat dihubungi Tirto melalui sambungan telepon, Selasa (1/10/2024).
Menurut catatan Dwi, produksi beras selama 10 tahun terakhir rata-rata mengalami penurunan sekitar 1 persen tiap tahunnya. Pada 2023 misalnya, produksi beras untuk konsumsi pangan penduduk tercatat sebesar 31,10 juta ton, turun 1,39 persen atau 439,24 ribu ton dari produksi 2022 yang sebesar 31,54 juta ton. Padahal pada 2014, berdasar catatan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional masih sebesar 41,18 juta ton.
Sebaliknya, sejak 10 tahun terakhir impor beras yang dilakukan oleh pemerintah terus mengalami kenaikan. Bahkan, menurut Dwi, saat Kementan dipimpin Andi Amran Sulaiman sejak 2014-2019 dan kembali menjabat lagi pada Oktober 2023 sampai sekarang, Indonesia sudah mengimpor beras hingga lima kali.
Jika dirinci, berdasar data BPS, pada 2014 Indonesia membuka impor beras sebanyak 844.163 ton dengan nilai 388,18 ribu dolar AS. Kemudian naik menjadi 861.601 ton dengan nilai 351,60 ribu dolar AS di 2015. Impor beras oleh pemerintah Indonesia menjadi lebih tinggi di tahun selanjutnya, yakni mencapai 1,28 juta ton dengan nilai 531,8 juta dolar AS.
Pada 2017, impor beras sempat turun drastis menjadi hanya sebesar 305.274,8 ton dengan nilai 143,64 ribu dolar AS. Namun melonjak menjadi 2,25 juta ton dengan nilai 1,04 juta dolar AS dan kembali turun di 444.508,8 ton dengan nilai 184,25 ribu dolar AS di 2019. Selanjutnya di tahun 2020-2022 impor beras berfluktuasi dengan volume masing-masing tahun sebesar 356.286,2 ton, 407.741,4 ton, dan 429.207,3 ton.
Secara drastis impor beras melonjak menjadi 3,06 juta dengan nilai sebesar 1,79 juta dolar AS pada 2023, menjadikannya yang terbesar 10 tahun terakhir.
“Lalu yang lainnya terkait dengan impor seluruh komoditas pangan itu dalam 10 tahun ini melonjak 9 juta ton. Selama 10 tahun terakhir ini, kalau dari sisi nilai melonjak hampir 2 kali lipat. Tahun 2013 itu kalau 10 tahun karena data kan baru muncul 2023, selama 10 tahun terakhir ini melonjak dari 10,1 miliar US dollar tahun 2023 kemarin jadi 18,8 miliar US dollar impor komoditas pangan,” jelas Dwi.
Dihubungi terpisah, Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, menilai persoalan pangan yang sudah akut ini tidak hanya bisa diatasi dengan perpindahan komando Pupuk Indonesia dan Bulog ke Kementan. Sebaliknya, melihat kinerja internal Kementerian, pengalihan komando kedua perusahaan BUMN itu justru akan memicu kerancuan dan berpotensi memunculkan konflik kepentingan.
“Di lingkup internal Kementan saja kinerja dan koordinasinya masih harus dibenahi. Apa jadinya jika harus juga mengomando Bulog dan Pupuk? Belum lagi status Pupuk Indonesia ini PT tapi di bawah kementerian. Jika Kementan menambah tanggung jawab, ini jadinya tidak fokus, Kementan masih harus berbenah,” ujar dia kepada Tirto, Selasa (1/10/2024).
Bahkan, menurutnya, penempatan Pupuk Indonesia dan Bulog di bawah Kementan akan membuat kedua perusahaan pelat merah tersebut kehilangan daya inovasi. Meski begitu, Eliza mengakui, perubahan komando bisa membuat pengelolaan sektor pertanian lebih tersentral, sehingga dapat meningkatkan koordinasi dan efisiensi sektor tersebut.
“Perpindahan komando tidak secara otomatis meningkatkan produksi pertanian. Karena akar persoalan mendasar ini bukan pada aspek pupuk dan peraturan impor semata,” tegasnya.
Bagaimana tidak, 80 persen dari total postur belanja Kementan habis digunakan untuk bantuan bibit, benih sampai penyediaan alat dan mesin pertanian (alsintan). Sementara belanja modal atau infrastruktur pendukung hanya 4 persen. Padahal belanja modal untuk perbaikan infrastruktur pertanian seperti irigasi, jalan usaha tani, pengolahan, penyimpanan, dan infrastruktur pertanian digital lebih penting untuk mendukung peningkatan produksi komoditas pangan.
“Jika ingin meningkatkan produksi, tingkatkan dulu kesejahteraan petaninya. Karena ketika petani diberikan kepastian harga, pasar, dan didukung dengan infrastruktur yang memadai, pertanian akan menguntungkan dan mereka akan mampu mengadopsi berbagai inovasi dan berekspansi menambah luasan tanam,” sambungnya.
Usulan pemindahan komando Pupuk Indonesia dan Bulog oleh Wamentan sebenarnya menunjukkan hulu dan hilir ekosistem pertanian Indonesia tidak pernah tersambung. Sehingga mengakibatkan industri pertanian nasional tidak efisien dan sulit berkembang.
Hal ini terlihat dari masih mahalnya harga beras saat tren impor beras kian menanjak. Pada September 2024, misalnya, dari data BPS, harga beras di tingkat grosir naik 0,08 persen secara bulanan (month to month/mtm) sementara secara tahunan (year on year/yoy) naik 4,40 persen. Begitu pun harga beras di tingkat eceran yang naik 0,05 persen (mtm) dan 5,91 persen (yoy).
“Peran dan tanggung jawab Kementan di sektor hulu, bagaimana meningkatkan produksi pangan di dalam negeri, menciptakan kualitas pangan yang baik, dan membangun usaha sektor pertanian yang efisien dan berdaya saing tinggi,” jelas pengamat pertanian sekaligus Kepala Dinas Pangan Sumatra Barat, Syaiful Bahri, dalam aplikasi perpesanan kepada Tirto, Kamis (3/9/2024).
Sama halnya dengan Dwi dan Eliza, Syaiful juga tak setuju jika komando Pupuk Indonesia dan Bulog dialihkan ke bawah Kementan. Namun, alih-alih secara kelembagaan, dia justru menilai akan lebih baik jika tugas pengadaan subsidi pupuk yang selama ini dilakukan oleh Pupuk Indonesia diambil alih oleh Kementan.
Pasalnya, selama ini dia melihat penyediaan pupuk bersubsidi masih dimonopoli oleh Kementerian BUMN, karena Pupuk Indonesia hanya satu-satunya lembaga penyalur pupuk bersubsidi. Dengan ini, menurutnya bahkan BUMN telah gagal dalam menciptakan industri pupuk yang efektif dan efisien bagi petani.
“Saat ini yang diperlukan petani adalah ketersediaan pupuk dengan berbagai macam ragam produk dan kebutuhannya. Sudah saatnya juga pengadaan pupuk di dalam negeri tidak dimonopoli BUMN. Pemerintah dapat mendorong kebijakan deregulasi dan desentralisasi industri pupuk,” ujarnya.
Menurutnya, dengan penyediaan pupuk menjadi di bawah Kementan, pemerintah dapat menggandeng koperasi petani, UMKM, atau swasta untuk mendistribusikan pupuk tersebut kepada petani. Cara ini pun bisa membuat petani lebih bebas memilih pupuk sesuai kebutuhannya.
“Peran Kementan adalah menyiapkan regulasi industri pupuk dalam rangka desentralisasi pengadaan pupuk. Menjaga dan mengawasi harga dan kualitas pupuk yang beredar di pasar. Karena bagi petani lebih baik tersedia pupuk meskipun bukan subsidi, daripada menunggu pupuk subsidi tetapi tidak pasti,” imbuh Syaiful.
Sedangkan untuk Bulog, imbuhnya, peran Bulog sudah pasti tidak bisa diambil alih Kementan karena perannya dalam memastikan ketersediaan stok beras dan komoditas pangan pokok lainnya, sekaligus sebagai stabilisator harga pangan. Peran ini jelas tak masuk pada tugas-tugas Kementan.
“Pengertiannya tidak lembaga dan industrinya tidak di bawah kementan. Karena peran kementan adalah kebijakan dan regulasi bukan produsen,” tegasnya.
Alih-alih di bawah Kementan, ungkapnya, Bulog seharusnya dapat ditempatkan sepenuhnya di dalam naungan Badan Pangan Nasional (Bapanas). Hal ini sesuai dengan tugas yang diemban lembaga tersebut, yakni menguatkan ketersediaan dan cadangan pangan nasional, memastikan stabilitas harga dan pasokan pangan, mengentaskan kerawanan gizi dan pangan, menjamin keamanan dan mutu pangan, serta mengoptimalkan pemanfaatan pangan dan gizi untuk hidup sehat, aktif dan produktif.
Namun, menurut Guru Besar IPB, Dwi Andreas Santosa, sebelumnya pemerintah harus terlebih dulu menghapus status Bulog sebagai Perum dan menjadikannya lembaga pangan, seperti lembaga penyangga pangan nasional.
“Dan kalau seperti itu, Bulog bisa langsung di bawah Badan Pangan Nasional. Itu sebaiknya lebih efektif. Langsung, tidak perlu BUMN dan sebagainya. Dan Bulog mikirnya sudah tidak lagi untung rugi. Mikirnya hanya dua, bagaimana menyejahterakan petani. Yang kedua, bagaimana menstabilkan pangan di Indonesia saja,” jelas dia.
Sementara itu, menanggapi usulan Wamentan, Sudaryono, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi, mengatakan siap mengikuti apapun keputusan pemerintah terkait dengan posisi perusahaan di masa depan. Sebab, Pupuk Indonesia adalah perusahaan milik negara yang dikelola pemerintah.
"Pupuk Indonesia milik negara, negara yang mengelola pemerintah, kita siap apapun keputusan pemerintah," ujarnya dalam keterangannya kepada Tirto, Kamis (3/10/2024).
Tidak hanya itu, dengan perubahan komando, Rahmad menyebut bakal menyiapkan perseroan agar bisa menyesuaikan diri jika usulan tersebut diterima presiden. Namun, lebih penting dari itu, pihaknya bakal terus menjalankan tugas yang telah diberikan pemerintah, di manapun nantinya ditempatkan.
"Kami pasti bisa menyesuaikan. Apapun keputusan pemerintah, kita laksanakan dengan cara yang terbaik," pungkas Rahmad.
Sementara itu, sampai artikel ini tayang, Tirto belum bisa mendapatkan tanggapan dari Bulog, perusahaan pelat merah lainnya yang diusulkan Wamentan untuk kepemimpinannya diubah menjadi di bawah Menteri Pertanian.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi