tirto.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik penjelasan kepolisian mengenai penyebab kematian terduga teroris Muhamad Jefri alias MJ di Indramayu.
MJ ditangkap oleh Densus 88 pada 7 Februari 2018 lalu. Tapi, tak lama setelah tertangkap, MJ meninggal dunia. Mabes Polri mengklaim MJ meninggal dunia akibat sakit jantung.
Akan tetapi, Koordinator Badan Pekerja KontraS Yati Andriyani menduga ada kesalahan prosedur pada penangkapan MJ. “Menurut pihak keluarga, penangkapan terhadap yang bersangkutan tidak disertai dengan surat perintah penangkapan dan penahanan,” kata Yati dalam keterangan resmi lembaganya yang dirilis pada Jumat malam (16/2/2018).
Yati juga menilai Mabes Polri belum secara terbuka menjelaskan metode penggalian informasi terhadap terduga pelaku pidana yang memiliki riwayat penyakit jantung seperti MJ.
“Jika benar yang bersangkutan meninggal karena serangan jantung, maka patut dipertanyakan tindakan Tim Densus yang seperti apa yang membuat MJ mengalami serangan jantung karena sebagaimana diketahui serangan jantung dapat terjadi akibat dipicu oleh kondisi dan situasi tertentu,” kata Yati.
Menurut Yati, jika benar MJ meninggal karena serangan jantung, rangkaian peristiwa sebelum hal itu terjadi harus didalami untuk memastikan penyebabnya. “Mengingat MJ tewas saat berada di bawah penguasaan Densus 88,” ujar Yati.
Karena itu, Yati menambahkan, KontraS mendesak Mabes Polri melakukan autopsi ulang terhadap jenazah MJ untuk mengetahui penyebab pasti kematiannya. Autopsi itu juga penting untuk melibatkan tim dokter independen serta disaksikan pihak keluarga agar prosesnya transparan.
KontraS sekaligus meminta Komnas HAM dan Ombudsman RI menginvestigasi kasus kematian MJ. Investigasi itu terutama berkaitan dengan proses penangkapan MJ dan autopsinya. Yati mengatakan Komisi III DPR dan Panja RUU Pemberantasan Terorisme perlu memanggil Polri untuk meminta penjelasan mengenai kasus ini.
Menurut Yati, KontraS mengakui pemberantasan tindakan terorisme adalah kerja penting untuk keamanan negara dan warga negara. Namun, dia menegaskan, penanganan yang tidak berkesesuaian dengan parameter hukum dan HAM tidak dapat dibenarkan. Dia khawatir kasus serupa yang terjadi pada terduga teroris asal Klaten, Siyono, terulang.
“Kami khawatir cara-cara penanganan terorisme yang kontroversial, tidak transparan, dan tidak memperhatikan parameter HAM dan aturan hukum justru akan memicu, menyuburkan atau membuat rantai ekspresi atau tindakan terorisme lainnya,” kata Yati.
Pada Kamis (15/2/2018), Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengumumkan bahwa kematian MJ disebabkan oleh sakit jantung. "Penyebab kematian yang bersangkutan adalah serangan jantung dengan riwayat penyakit jantung menahun," kata Setyo di Mabes Polri seperti dikutip Antara.
Menurut Setyo, beberapa saat setelah ditangkap, pada pukul 18.00 WIB Rabu (7/2/2018), MJ mengeluh sesak napas. Tim Densus lalu membawa MJ ke klinik terdekat di Indramayu, Jawa Barat. Lalu, pada pukul 18.30 WIB Rabu malam, dokter di klinik tersebut memastikan MJ telah meninggal dunia.
"Setelah ditangkap, yang bersangkutan (Jefri) dibawa Densus untuk menunjukkan lokasi temannya, tapi dia mengeluh sesak napas. Kemudian oleh tim dibawa ke klinik terdekat," kata Setyo.
Sementara menurut dokter forensik RS Polri Said Sukanto, Kombes Pol Arief Wahyono, hasil autopsi terhadap jenazah MJ memastikan bahwa penyebab kematiannya adalah serangan jantung.
"Jenazah tidak ada luka luar sama sekali. Diautopsi, organ-organ dibuka, kami periksa di laboratorium. Hasilnya, kematian disebabkan serangan jantung," kata Arief.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom