tirto.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak pemerintah untuk pro-aktif mengusut kasus hilangnya Warga Negara Indonesia (WNI) atas nama Ruth Rudangta Sitepu di Malaysia. Pasalnya hilangnya Ruth sudah memasuki tahun kedua sejak diketahui hilang pada November 2016.
Ruth bersuamikan warga negara Malaysia bernama Joshua Hilmy. Mereka menikah di Batam pada 2004 dan memutuskan tinggal di Selangor sejak 2007. Pada November 2016 mereka dikabarkan hilang.
Koordinator KontraS Yati Andriyani menduga hilangnya Ruth dan suaminya bukan kasus orang hilang biasa. Alasannya kasus Ruth "tidak bisa dipisahkan dari kasus penghilangan paksa yang terjadi di Malaysia" terhadap Pastor Raymond Koh dan pemuka agama Syiah Amri Che Mat.
Ruth, Joshua dan Amri hilang pada November 2016, sedangkan Raymond hilang pada Februari 2017.
"Dari sisi durasi waktu juga sama. Sisi aktivitas mereka juga merepresentasikan kelompok minoritas. Walaupun kami belum pasti ini ada kaitannya," tutur Yati di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2019).
Untuk menyelesaikan kasus ini, Yati mengaku selama 26-27 Maret 2019 KontraS bersama dengan keluarga, sahabat, dan kuasa hukum korban mendatangi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Menurut Yati, pihak Kemenkumham berjanji akan menindaklanjuti laporan kasus tersebut, dengan membicarakannya lebih dulu dalam rapat internal mendalam.
"Kemenkumham juga harus dan wajib melindunginya, karena Ruth masih menjadi WNI," ujarnya di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2019).
KontraS menurut Yati juga mendatangi Komnas HAM meminta mereka untuk mengusut apakah ada potensi pelanggaran HAM pada hilangnya Ruth. Serta mendorong mereka untuk melakukan kerjasama dengan Suruhanjaya Hak Asasi Manusia (Suhakam) Malaysia.
Begitu juga dengan pihak Kemenlu yang KontraS temui hari ini. Menurut Yati, pada pertemuan kali itu, pihak kementerian mengaku sudah lebih dulu membentuk tim khusus di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Malaysia untuk mengusut kasus tersebut.
Namun hal tersebut membuat KontraS terheran-heran, kenapa prosesnya memakan waktu cukup lama.
"Kami khawatir ada upaya untuk tidak membuka kasus ini. Sekali lagi ini kewajiban kementerian dan lembaga untuk mengambil langkah cepat dan tepat," tegasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Agung DH