Menuju konten utama

KontraS: Dana Kesehatan Lapas Minim, Kondisi Napi Memprihatinkan

KontraS merilis hasil penelitian terkait minimnya pelayanan kesehatan bagi terpidana mati di setiap lapas di Indonesia.

KontraS: Dana Kesehatan Lapas Minim, Kondisi Napi Memprihatinkan
Petugas BNN dan sipir menggeledah ruang tahanan (sel) narapidana kasus narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Tulungagung, Tulungagung, Jawa Timur, Jumat (22/2/2019). ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko.

tirto.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) merilis hasil penelitian mereka terkait kondisi lembaga pemasyarakatan bagi terpidana mati di Indonesia. Hasilnya, pelayanan kesehatan terhadap terpidana mati masih sangat kurang.

"Baik itu petugas lapas maupun para terpidana mengeluhkan minimnya pemenuhan hak atas kesehatan baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental bagi terpidana mati," kata peneliti KontraS Arif Nur Fikri di kawasan Cikini, Jakarta Pusat pada Kamis (10/10/2019).

Laporan itu menyebut anggaran perawatan kesehatan di lapas hanya Rp10 juta per tahun untuk masing-masing lapas. Artinya, masing-masing lapas hanya punya anggaran kesehatan Rp27.400 per hari.

Akibatnya, layanan kesehatan terhadap narapidana menjadi memprihatinkan. Salah satu narapidana mati yang diwawancara dalam laporan KontraS memaparkan "Saya menderita diare. Mereka memberi saya paracetamol karena mereka tidak punya obat lain."

Beberapa lapas mengizinkan narapidana membawa obat-obatan dari luar asal ada persetujuan dokter. Namun, kondisi ini tak merata di seluruh lapas, bergantung pada sistem keamanan lapas.

Misalnya, narapidana mati di lapas yang ada Lapas Narkotika, Pulau Nusakambangan mengindikasikan mereka tidak boleh membawa obat dari luar, bahkan ketika narapidana memiliki resep khusus.

"Seorang narapidana melaporkan bahwa staf lapas menolak memberikan obat yang diperlukan untuk tekanan darahnya. Dalam kasus lain, staf lapas memberikan obat kepada seorang tahanan hanya beberapa kali sebulan, meski pun ia harus meminumnya setiap hari untuk memantau kesehatannya," tulis laporan tersebut.

Kondisi perawatan kesehatan mental pun tak kalah memprihatinkan. Dalam paparan, Fikri mengatakan akses ke perawatan kesehatan mental dan dukungan psikososial sangat terbatas.

Memang di sejumlah lapas memiliki petugas untuk melakukan konseling dengan narapidana mati. Lapas Lowokwaru menjalin kerja sama dengan fakultas psikologi untuk memberikan konseling, di lapas lain beberapa sipir dilatih untuk menilai kesehatan mental para tahanan.

Namun, karena mereka memang bukan profesional maka konseling itu hanya untuk assessment, bukan memberikan tindakan. Akhirnya tindak lanjut yang diberikan lapas ialah dengan mengarahkan narapidana itu ke rohaniawan.

"Tidak jarang menggunakan pendekatan agama ketimbang dokter," kata Fikri.

Karenanya, Fikri meminta pemerintah untuk memastikan para narapidana mati mendapat dukungan psikologis yang dilaksanakan profesional. Anggaran kesehatan juga harus ditingkatkan dan petugas lapas harus memberikan akses obat-obatan kepada narapidana yang membutuhkan.

Baca juga artikel terkait LAPAS atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri