tirto.id - Kisruh sedang melanda Partai Hanura. Sekretaris Jendral DPP Hanura Syarifuddin Sudding dan Ketua Umum DPP Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) saling pecat.
Sudding mengungkapkan pemecatan terhadap OSO dipicu keresahan pengurus Hanura di berbagai daerah yang merasa diabaikan dan diperlakukan sewenang-wenang dalam pemberian rekomendasi calon kepala daerah untuk Pilkada 2018.
“Iya aspirasi dari daerah tidak direspons dengan baik,” kata Sudding saat dihubungi Tirto.
Sudding mengungkapkan semula tidak ada persoalan dalam pemberian rekomendasi Pilkada yang ia tandatangani bersama OSO. Namun, belakangan OSO ingin mengganti rekomendasi calon kepala daerah Pilkada di sejumlah daerah. Sudding beralasan enggan menuruti keinginan OSO karena rekomendasi perubahan Pilkada ditandatangani oleh OSO bersama wakil sekjen DPP Hanura.
“Ada dua rekomendasi (versi pertama dan kedua) di DPP yang membuat kekacauan dan keributan di bawah seperti di Kabupaten Puncak (Papua),” kata Sudding.
“Apa keinginan beliau harus dituruti.”
Ia mengatakan para pengurus daerah merupakan pihak yang paling mengerti siapa calon-calon yang mestinya didukung DPP dalam Pilkada. Selain itu mereka juga telah berkomunikasi politik dengan calon kepala daerah potensial. “
Tapi tiba-tiba ada keputusan dari DPP tidak sejalan dengan aspirasi mereka,” ujarnya.
Sudding juga menuding OSO bersikap otoriter terhadap para pengurus yang berbeda pandang dalam pencalonan kepala daerah. Ia menyatakan ada enam ketua DPD yang dipecat OSO. Mereka di antaranya Ketua DPD Jawa Barat, Ketua DPD Sumatera Utara, Ketua DPD Maluku Utara, Ketua DPD Sulawesi Selatan, dan Ketua DPD Jawa Tengah.
Pemecatan itu menurutnya tidak sesuai mekanisme partai tanpa memberi kesempatan membela diri di dewan kehormatan partai maupun mahkamah partai. Apalagi usai pemecatan itu, OSO menunjuk pelaksana tugas (plt) pengganti tanpa mekanisme partai.
“Ini sudah persoalan like and dislike, kalau dia (OSO) tidak suka [langsung tunjuk] Plt tanpa diberi ruang pembelaan kepada orang yang dianggap salah,” katanya.
Menurutnya, sikap OSO membuat para pengurus daerah resah. Mereka merasa tidak memiliki kepastian di dalam bekerja membesarkan partai. Hal ini yang kemudian memunculkan mosi tidak percaya pengurus daerah terhadap OSO. Pengurus daerah ingin OSO dicopot sebagai ketua umum melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
“Tidak ada kepastian dalam bekerja, sudah tidak nyaman, bekerja tidak dihargai, yang ada tekanan dan marah. Ini yang membuat kawan-kawan dalam posisi kegalauan,” ujarnya.
Keresahan pengurus Hanura di daerah merupakan reaksi dari pelanggaran pakta integritas yang pernah ditandatangani OSO saat awal menjadi ketua umum. Sudding mengatakan di dalam salah satu poin pakta integritas itu untuk menjaga soliditas partai di tingkat pusat maupun daerah. Apabila poin integritas itu dilanggar OSO siap mengundurkan diri.
“Beliau sudah nyatakan kalau tidak menjalankan pakta integritas akan mundur. Tapi nyatanya tidak,” katanya.
Kontroversi Pemecatan OSO
Keputusan kubu Sudding memecat OSO sebagai ketua umum mendapat dukungan pengurus DPD Partai Hanura Nusa Tenggara Barat. “Kami mendukung Musyawarah Luar Biasa untuk mengganti Oesman Sapta Odang,” ujar Ketua DPD Hanura NTB Mudahan Hazdie seperti dilansir dari Antara.
Mudahan menyatakan DPD Hanura NTB menjadi salah satu DPD yang menyatakan mosi tidak percaya kepada OSO sebagai ketua umum. Mosi tidak percaya ini menurutnya juga sudah disampaikan kepada DPP Hanura. Ia meminta penyelenggaraan munaslub segera dilakukan.
"Mosi tidak percaya ini kita sampaikan ke DPP pada 12 Januari lalu," kata Mudahan.
"Dalam waktu dekat ini sudah Munaslub."
Namun, tak semua daerah setuju OSO dipecat. DPD Partai Hanura Kalimantan Barat menegaskan tetap mendukung OSO sebagai ketua umum dan menolak penyelenggaraan munaslub. Ini tentu tak mengherankan karen OSO sebagai putra daerah di sana.
"Kami tidak setuju adanya Musnalub liar di Jakarta, jadi kalau ada yang bilang DPD setuju itu bisa dipertanyakan. Karena kawan-kawan di sejumlah daerah juga bingung, " kata Sekretaris DPD Partai Hanura Kalimantan Barat Harry Adryanto Daya di Pontianak kepada Antara.
Harry menuding pemecatan terhadap OSO dipicu sekelompok orang yang tidak suka dengan cara OSO menerapkan cara Pilkada yang bersih. Ia punya versi sendiri soal OSO meminta dan menjaga jangan sampai ada lagi kader-kader Hanura yang ditangkap KPK karena kasus korupsi, seperti mantan anggota DPR RI, Miryan S Aryani.
"Kami dan teman-teman DPD Hanura di Indonesia yang saya hubungi mengaku terkejut dan masih solid. Dan kami tegaskan kita tidak setuju dan tidak mengakui rapat liar tersebut (memecat Oso)," ujar Harry.
Ia mengaku mendapat informasi kalau Sudding yang menggelar rapat liar itu sudah mau dicopot. "Mungkin dia tahu makanya cepat membuat gerakan. Tapi itu tidak semudah itu, kita lihat saja nanti," kata Harry.
Respons OSO
Bagi OSO, ia menganggap pihak-pihak yang memecat dirinya hendak mengecilkan posisi Hanura, khususnya menjelang verifikasi partai politik di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Dalam suasana jelang verifikasi parpol, ada niat orang-orang tertentu ingin mengecilkan Hanura. Dan kalau mereka gagal, mereka akan pindah ke partai lain," kata OSO di Kompleks Parlemen Senayan.
Ia mengatakan dirinya akan memecat kader yang hendak merusak partai dengan memicu konflik internal. Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) beralasan tidak ada alasan untuk mempertahankan orang yang telah merusak marwah partai.
"Sederhana saja, saya yang mundur atau mereka berhenti. Segera saya umumkan siapa saja yang akan dipecat," ujarnya.
OSO mengatakan dirinya sudah berkomunikasi dengan Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Wiranto. Dalam pertemuan itu Wiranto meminta OSO mengikuti Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai dalam menyelesaikan kisruh internal.
Ia juga tidak mempermasalahkan kabar Wiranto akan kembali menduduki jabatan Ketum Hanura. "Boleh saja Wiranto jadi Ketum Hanura, tidak perlu ribut-ribut. Kalau Wiranto mau jadi Ketum lagi, saya kasih," katanya.
OSO mengungkapkan dulu Wiranto meminta dirinya secara langsung untuk menjadi Ketum Hanura sehingga kalau sekarang Wiranto ingin jabatan tersebut maka dirinya tidak mempersoalkannya. Ia berharap bila Wiranto menjadi Ketum Hanura kembali, maka Wiranto bisa menjadi calon presiden atau calon wakil presiden di Pemilu 2019.
Sudding bersama pengurus DPD dan DPC Hanura menyatakan mosi tidak percaya terhadap OSO sebagai ketua umum dan menggantinya dengan Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Partai Hanura Marsekal Madya TNI (Purn) Daryatmo pada
Senin (15/1).
Namun di hari yang sama, OSO juga telah memutuskan memecat Sudding sebagai sekjen Partai Hanura karena dinilai tidak cakap menjalankan tugas.
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar