tirto.id - Sejumlah analis pasar keuangan memperkirakan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap banyak mata uang lain menguat sepanjang perdagangan Rabu (11/1/2017) karena pasar sedang menantikan isi pernyataan Presiden AS terpilih, Donald Trump di konfrensi pers perdananya pada 2017 di malam hari ini.
"Pelaku pasar menanti pernyataan Trump tentang kebijakan ekonomi AS ke depan pada Rabu malam ini, termasuk sikap dia terhadap perdagangan global dan kemitraan AS dengan Cina,” kata Ekonom OCBC Bank, Wellian Wiranto, pada Rabu (11/1/2017) seperti dikutip Antara.
Wellian mencontohkan nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada pembukaan pasar di Rabu pagi melemah 32 poin menjadi Rp13.312, dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.280 per dolar AS.
Begitu juga pada kurs refrensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), yang menunjukkan rupiah melemah tipis menjadi Rp13.327 dari posisi Selasa di Rp13.320 per dolar AS.
Menurut Wellian para pelaku pasar sedang menunggu kepastian mengenai konsistensi sikap Trump saat ini dengan janji-janjinya dalam kampanye. Terutama sekali, janji Trump yang pernah menawarkan kebijakan fiskal ekspansif sehingga akan mendorong banyak penerbitan obligasi dan sikap dia selama ini yang cenderung proteksionis dan konservatif di urusan perdagangan.
Namun, menurut analis Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, pelemahan rupiah pada Rabu ini relatif terbatas sebab faktor kenaikan cadangan devisa Indonesia masih menjadi sentimen positif bagi mata uang domestik.
Bank Indonesia mencatat posisi cadangan devisa Indonesia di akhir Desember 2016 tercatat sebesar 116,4 miliar dolar AS, atau lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir November 2016 yang sebesar 111,5 miliar dolar AS.
Reza menambahkan rupiah masih memiliki peluang untuk kembali melanjutkan penguatannya seiring dengan sejumlah harga komoditas yang berada dalam tren penguatan. Hal itu dapat memberikan kesempatan pada mata uang rupiah, yang berbasis komoditas, untuk kembali bergerak menguat.
Sementara itu, sebagaimana dikutip Bloomberg pada Rabu (11/1/2017), wacana mengenai kebijakan pemangkasan pajak dan rencana belanja di masa pemerintahan Trump memang dinilai oleh banyak pelaku pasar bisa mendorong pertumbuhan perekonomian global.
Akan tetapi, Bank Dunia mengkhawatirkan kebijakan perdagangan pemerintah AS di era Trump, yang proteksionis, berisiko bisa memunculkan efek negatif ke perekonomian dunia. Sejumlah analis khawatir kebijakan perdagangan yang proteksionis AS akan memprovokasi pembalasan dari negara lain sehingga akan menggerus keuntungan ekonomi dunia yang muncul dari membesarnya stimulus fiskal.
Meskipun demikian, perkiraan terakhir dari Bank Dunia belum secara pasti menilai dampak kebijakan pemerintahan Trump ke perekonomian global. Bank Dunia masih mengesampingkan faktor dampak kebijakan Trump sehingga memperkirakan pertumbuhan AS tahun ini ada di kisaran 2,1-2,2 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2017 diperkiraan oleh Bank Dunia mencapai 2,7 persen.
“Masih terlalu dini untuk menilai dampak kebijakan ekonomi Trump,” tulis Bank Dunia di laporannya.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom