Menuju konten utama

Koneksi Internet Jelek, Konsumen Berhak Menuntut Provider

Konsumen internet dilindungi undang-undang. Mereka punya hak meminta ganti rugi dengan menuntut ke pengadilan.

Koneksi Internet Jelek, Konsumen Berhak Menuntut Provider
Ilustrasi pengguna laptop. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Aditia Purnomo pusing gara-gara jaringan internet di rumahnya mengalami gangguan. Padahal, warga Sukoharjo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta ini sangat butuh internet untuk aktivitas harian di rumah. Indihome, layanan internet broadband PT Telkom Indonesia, yang jadi langganannya sedang bermasalah sejak Jumat sejak akhir pekan lalu.

“Awal matinya Jumat sore, sekitar magrib. Setelah itu ditelepon beberapa kali tidak bisa disambung karena “katanya” petugasnya full melayani pelanggan [...] Sampai tadi (Senin) saya tinggal masih bermasalah sejak hari Jumat,” kata Aditia kepada Tirto.

Pria ini mengaku harus menelepon hingga 29 kali kepada Telkom selaku pengelola Indihome. Ia ternyata tak sendirian. Azka Maulana, warga Yogyakarta lainnya juga mengalami nasib yang sama. “Iya, dari Jumat kemarin Indihome gangguan. Baru ditangani sama teknisinya Senin,” jelas Azka.

Azka dibuat bingung dengan informasi yang disampaikan provider. Saat menelepon ke customer service, ia dapat informasi ada gangguan karena cuaca, tapi pihak teknisi melaporkan adanya gangguan pada boks di tiang listrik yang kemasukan semut.

Gangguan internet semacam ini tak hanya dialami oleh dua pelanggan Indihome Yogyakarta itu. Di internet, keluhan sama yang berasal dari berbagai daerah yang ditujukan pada PT Telkom/Indihome, ramai bertebaran. Gangguan yang dibarengi dengan informasi kepada pelanggan yang minim, bahkan nihil.

Salah satu akun resmi milik PT Telkom, @TelkomCare, membenarkan telah terjadi gangguan. Di salah satu cuitan balasan pada pelanggannya, ia mengatakan bahwa “memang sebelumnya terjadi gangguan massal di area tersebut, namun saat ini sudah solved, silakan coba restart modemnya dana coba kembali koneksinya.”

Arif Prabowo, VP Corporate Communication PT Telkom, mengkonfirmasi telah terjadi gangguan, terutama di daerah Palu dan Kendari yang mengalami gangguan pada salah satu gateway internet.

"Bersama ini disampaikan bahwa layanan internet di area Palu dan Kendari pada akhir pekan kemarin sempat mengalami penurunan kualitas yang disebabkan adanya gangguan pada salah satu gateway internet di Kota Makassar yang melayani kedua area tersebut. Gangguan tersebut telah berhasil diatasi dengan perbaikan konfigurasi di gateway internet tersebut. Telkom memohon maaf kepada seluruh pelanggan yang sempat mengalami ketidaknyamanan ini," kata Arif kepada Tirto.

Namun, Arif membantah adanya gangguan massal layanan internet Indihome di Yogyakarta seperti yang dikeluhkan oleh Azka maupun Aditia.

Apapun alasannya, terputusnya koneksi internet jelas merugikan konsumen. Konsumen khususnya pelanggan internet di Indonesia dilindungi payung hukum. Pertama, Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Kedua, Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi.

Baca juga: Merayu Konsumen dengan Postingan Barang Unyu

Pada UU perlindungan konsumen, secara umum mengatur kaidah bahwa tanpa memandang jenis barang/jasa yang dibeli/dilanggan, konsumen dilindungi Pasal 4 huruf (b) yang berbunyi “hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.”

Artinya pelanggan atau konsumen wajib diberikan produk/jasa yang sesuai dengan apa yang telah dibayar kepada perusahaan penyedia. Saat koneksi terputus, dalam konteks berlangganan internet, maka sama saja ada ketidaksesuaian antara yang dibeli dan didapat. Apalagi layanan internet termasuk TV berbayar yang disediakan provider umumnya memakai tarif paket per bulan yang besarannya sudah ditentukan dan waktu pembayaran dengan jatuh tempo.

undefined

Pada permasalahan ketidaksesuaian semacam itu, dalam UU perlindungan konsumen, pada pasal 7 huruf (f) dan (g) disebutkan bahwa perusahaan penyedia barang/jasa “memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.”

Pasal 23 UU perlindungan konsumen secara tegas mengatur bila pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen, maka dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan.

Pada UU telekomunikasi, sebagai payung hukum khusus yang mengatur telekomunikasi, juga diatur hal yang tak jauh berbeda. Pada pasal 15 ayat 1 UU No 36 tahun 1999, mempertegas soal ganti rugi yang disebabkan oleh kelalaian penyedia jasa. Pada ayat lanjutan pasal itu, ganti rugi bisa tidak dikeluarkan saat perusahaan penyedia jasa bisa membuktikan bahwa mereka bukan penyebab kerugian yang dialami pelanggan. Penyelesaian ganti rugi dapat dilaksanakan melalui proses pengadilan atau di luar pengadilan (mediasi) seperti diatur dalam PP No 52 tahun 2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi.

Sularsi, Koordinator Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengungkapkan bahwa sebelum berbicara soal ganti rugi, pada suatu kasus terganggunya layanan, seperti koneksi internet, perusahaan penyedia pertama-tama harus segera menginformasikan permasalahan yang terjadi pada pelanggannya.

“Wajib bagi pelaku usaha adalah menginformasikan pada pelanggannya. Permasalahan teknisnya apa? Dan akan berapa lama perbaikan dilakukan. Itu adalah kewajiban yang harus diberikan dan haknya konsumen mendapatkan kejelasan informasi,” jelas Sularsi.

Sularsi memberi contoh kasus terputusnya koneksi internet Smartfren pada 2013. Jaringan utama internet Smartfren submarine putus antara Bangka-Batam, terkena jangkar kapal. Dampaknya layanan internet hanya bisa mencapai 60 persen saja.

Tifatul Sembiring, yang saat itu menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) memberi tahu kejadian terjadi pada 15 Maret 2013, sedangkan ia sebagai regulator baru mengkonfirmasi melalui akun Twitternya berselang sepekan dari kejadian.

Merujuk kasus Smartfren, Sularsi memberi contoh bagaimana kurang pekanya perusahaan memberikan informasi kepastian pada pelanggannya. “Ingat kasus Smartfren yang waktu itu blankspot karena jangkar, mereka baru satu minggu (kemudian) melakukan konferensi pers. Harusnya pada saat terjadi kasih informasi agar konsumen tidak kebingungan,” kata Sularsi.

Persoalan kurangnya informasi yang diberikan pihak perusahaan penyedia jasa hanya sejumput masalah dari hak konsumen yang terabaikan. Belum lagi soal hak pengguna terhadap barang/jasa tak sesuai dari yang telah dibelinya. Konsumen memang bisa meminta ganti rugi, termasuk melalui pengadilan tapi jadi penyelesaian yang panjang. Ihwal semacam ini tak perlu terjadi bila penyedia jasa/barang tak mengabaikan hak-hak konsumen.

Namun, pada dasarnya konsumen punya hak untuk menuntut pihak penyedia jasa bila merasa dirugikan.

Baca juga artikel terkait INTERNET atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra