Menuju konten utama

Kondisi Myanmar Saat Ini: Militer Ambil Alih, Suu Kyi Masih Ditahan

Kondisi Myanmar saat ini: militer ambil alih pemerintahan, Aung San Suu Kyi masih ditahan.

Kondisi Myanmar Saat Ini: Militer Ambil Alih, Suu Kyi Masih Ditahan
Konselor Negara dan Menteri Luar Negeri Myanmar Aung San Suu Kyi menghadiri KTT ASEAN-Korea disela-sela KTT ASEAN ke-31 di Philippine International Convention Center (PICC) di Manila, Filipina, Senin (13/11/2017). ANTARA FOTO/REUTERS/Noel Celis

tirto.id - Militer Myanmar menyatakan pada Senin (1/2/2021), mereka sedang mengambil alih pemerintahan. Laporan terkini di Myanmar juga mengatakan banyak politikus senior negara itu termasuk Aung San Suu Kyi telah ditahan.

Dilansir AP News, seorang presenter di Myawaddy TV milik militer mengumumkan pengambilalihan tersebut dan mengutip bagian dari konstitusi militer yang memungkinkan militer untuk mengambil kendali pada saat darurat nasional.

Dia mengatakan alasan pengambilalihan tersebut sebagian karena kegagalan pemerintah menindak tuduhan militer atas penipuan dalam pemilu November lalu dan kegagalan menunda pemilihan karena krisis virus corona.

Pengumuman tersebut menyusul ancaman kudeta militer yang telah berlangsung beberapa hari belakangan ini dan bersamaan dengan pertemuan pertama Parlemen baru negara itu.

Pengambilalihan tersebut merupakan pembalikan tajam dari kemajuan demokrasi yang dibuat Myanmar dalam beberapa tahun terakhir setelah lima dekade pemerintahan militer dan isolasi internasional yang dimulai pada tahun 1962.

Ini juga akan menjadi kejatuhan dari Aung San Suu Kyi, yang memimpin perjuangan demokrasi, meskipun ia bertahun-tahun menjalani tahanan rumah dan memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian atas usahanya.

Tindakan militer ini sudah menerima kecaman internasional yang meluas. Menteri Luar Negeri AS yang Baru Anthony Blinken mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan "kekhawatiran besar" atas penahanan yang dilaporkan.

“Kami menyerukan kepada para pemimpin militer Burma untuk membebaskan semua pejabat pemerintah dan pemimpin masyarakat sipil dan menghormati keinginan rakyat Burma seperti yang diungkapkan dalam pemilihan demokratis,” tulisnya, menggunakan nama lama Myanmar (Burma).

"Amerika Serikat mendukung rakyat Burma dalam aspirasi mereka untuk demokrasi, kebebasan, perdamaian, dan pembangunan," katanya.

Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne mengeluarkan pernyataan serupa, juga menyerukan militer untuk menghormati supremasi hukum dan membebaskan para pemimpin yang ditahan.

Penahanan para politikus dan pemotongan sinyal televisi dan layanan komunikasi pada hari Senin adalah tanda pertama munculnya rencana untuk merebut kekuasaan.

Akses telepon dan internet ke Naypyitaw putus dan Partai Liga Nasional (NLD) Suu Kyi tidak dapat dihubungi. Layanan telepon di daerah lain di Myanmar juga dilaporkan putus, meski orang masih bisa menggunakan internet.

The Irrawaddy, sebuah layanan berita online melaporkan bahwa Suu Kyi, penasihat negara dan presiden Myanmar Win Myint, ditahan pada dini hari. Layanan berita tersebut mengutip Myo Nyunt, juru bicara NLD.

Laporannya mengatakan bahwa anggota Komite Eksekutif Pusat partai, anggota parlemen dan anggota Kabinet daerah juga telah ditahan.

Di Yangon, kota terbesar di negara itu, kehidupan di jalan tampak seperti biasanya, karena orang-orang melakukan aktivitas pagi seperti biasa, termasuk berolahraga di taman.

Sesi parlemen hari Senin menjadi yang pertama sejak pemilu tahun lalu, karena ketegangan terus berlanjut disebabkan komentar militer baru-baru ini yang dianggap sebagai ancaman kudeta.

Militer, bagaimanapun, mempertahankan tindakannya benar secara hukum, meskipun juru bicara partai Suu Kyi serta banyak pengamat internasional mengatakan hal ini pada dasarnya adalah kudeta.

Baca juga artikel terkait MYANMAR atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Politik
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Agung DH