tirto.id - Hrafna-Floki, seorang yang dikenal sebagai salah satu penjelajah laut yang berani dan terampil dalam sejarah Viking, melakukan pelayaran untuk mencari negeri baru. Perjalanan di abad sembilan ini membuatnya bertemu dengan pulau Islandia, wilayah bergunung-gunung dengan vegetasi yang minim dan dipengaruhi oleh dua arus laut utama, khususnya Arus Teluk.
Sebelum Floki, tercatat nama Naddoður dan Garðar Svavarsson yang sukses menjelajah Islandia setelah tersesat dari Kepulauan Faroe. Kisah mereka menemukan wilayah besar, subur, hijau, dan bersalju itu kemudian tersebar sampai ke telinga Floki.
Ia memulai pelayarannya ditemani beberapa keluarga dan kerabatnya sekitar tahun 870 Masehi dari Norwegia dengan tujuan menemukan tanah baru yang belum pernah dijelajahi sebelumnya.
Dalam serial Viking (2013) ia beralasan ingin menjauh dari Ragnar Lothbrok, raja Viking yang berkuasa saat itu. Sementara dalam naskah kuno Landnámabók atau Kitab Pemukiman Nordik, dijelaskan secara rinci bagaimana perjalanan Floki dan pemukiman di Islandia.
Ia membawa ternak, ikan kering, dan daging yang telah diawetkan untuk dijadikan makanan selama pelayaran. Air yang dibawanya disimpan dalam tong-tong kayu kedap air. Selain itu, ia juga membawa peralatan untuk memancing dan memasak.
Navigasi yang digunakan Floki merupakan navigasi tradisional Viking yang terdiri dari pengamatan bintang, arah mata angin, dan burung gagak. Ia menggunakan jam pasir untuk menghitung waktu dan mengetahui arah mata angin.
Kisah soal penemuan Islandia sangat menarik karena ditentukan oleh tiga burung gagak yang ia bawa. Ia melepaskan ketiga burung itu sembari berharap para Dewa memberinya keberuntungan.
Gagak pertama terbang ke arah Kepulauan Faroe dan yang kedua kembali ke kapal. Sementara yang ketiga terbang ke barat laut dan tidak pernah kembali. Dari sinilah ia menemukan Islandia dan orang-orang mulai menjulukinya “Hrafna” atau “Gagak”.
Di sanalah ia mulai membangun pemukiman dan menetap selama sisa musim dingin. Ribuan Viking lainnya lantas bermigrasi ke pulau ini, termasuk beberapa budak yang mereka bawa. Menetap dan akhirnya membentuk koloni, bangsa Viking menciptakan rumah-rumah khas mereka di seluruh pulau.
Di Islandia, rumah Viking beratap rumput. Sedangkan di negeri asalnya, kawasan Skandinavia, rumah Viking berbentuk pelana, memanjang dan beratapkan jerami atau papan kayu yang ditopang balok kayu untuk langit-langitnya.
Rumah Panjang Viking
Bangsa Viking dikenal sebagai para penjelajah laut yang tangguh dan pemberani. Mereka berasal dari wilayah Skandinavia, yang sekarang terdiri dari negara-negara seperti Norwegia, Swedia, dan Denmark.
Zaman Viking adalah suatu periode dalam sejarah Eropa, khususnya sejarah Eropa Utara dan Skandinavia, yang berlangsung dari akhir abad ke-8 hingga pertengahan abad ke-11. Hal ini ditandai dengan perluasan bangsa Norse, yang dikenal sebagai Viking, ke seluruh Eropa, Asia, dan Amerika Utara. Mereka juga berdagang dengan berbagai negara di Mediterania.
Istilah "Zaman Viking" pertama kali diciptakan oleh penyair Romantis Swedia, Erik Gustaf Geijer dan Esaias Tegnér, pada awal abad ke-19. Sebelumnya, istilah "Viking" hanya merujuk kepada para perompak tanpa konotasi geografis atau etnis.
Di luar citranya yang terkenal sebagai petani dan pedagang sekaligus perompak dan penjarah, mereka memiliki kebudayaan yang kaya dan unik, termasuk dalam arsitektur dan pembangunan rumah khas mereka. Rumah khas bangsa Viking tidak hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga merupakan simbol penting dalam kehidupan sehari-hari.
Rumah panjang Viking biasanya berukuran panjang sekitar 30 hingga 80 meter, dan lebar sekitar 5 hingga 15 meter. Umumnya berbentuk persegi panjang, memiliki atap pelana, dan mampu menampung keluarga besar, budak, serta hewan peliharaan. Atap ini terbuat dari perpaduan kayu ek dan jerami, lantas ditutupi dengan tanah liat atau lumpur. Atapnya lalu ditinggikan dalam keadaan miring yang membantu melindungi rumah dari cuaca.
Sementara dinding rumah terbuat dari kayu gelondongan, papan kayu, dan batu, kemudian ditutupi dengan kulit atau kain.
Awalnya, rumah panjang Viking memiliki dua lorong dan berevolusi menjadi tiga lorong panjang. Bagian tengah rumah berfungsi sebagai lorong atau koridor. Perkembangan dari dua menjadi tiga lorong pada rumah panjang Viking mencerminkan perubahan dalam kebutuhan dan gaya hidup masyarakat Viking pada masa itu.
Rumah panjang Viking dibagi menjadi beberapa ruangan, termasuk ruang tamu, ruang makan, kamar tidur, dan dapur. Ruang tamu biasanya terletak di tengah rumah panjang dan digunakan untuk bercengkrama dan menyambut tamu.
Ruang makan biasanya terletak di dekat pintu masuk yang besar. Pintu ini membantu memudahkan orang untuk masuk dan keluar dari rumah.
Lalu kamar tidur terletak di ujung rumah dan kerap ditinggikan untuk menjaga agar orang tetap hangat atau untuk melindungi mereka dari hewan liar. Sementara dapur biasanya terletak di luar rumah panjang, digunakan untuk memasak dan kebutuhan sehari-hari.
Rumah tradisional Viking juga memiliki berbagai fitur yang cocok untuk iklim keras Nordik. Misalnya, tungku api yang digunakan untuk menghangatkan rumah dan memasak makanan.
Mereka juga menambahkan gudang untuk menyimpan makanan, peralatan, hingga senjata. Ada juga kandang hewan yang digunakan untuk menampung hewan ternak, seperti sapi, domba, dan babi.
“Hewan-hewan melayani tujuan sekunder karena mereka membantu menjaga rumah panjang tetap hangat, meskipun ada kebisingan. Memelihara hewan di gudang juga melindungi mereka dari pencuri ternak, karena hewan juga merupakan bentuk mata uang yang berharga,” ujar Robin Whitlock dalam artikelnya di Ancient Origins.
Rumah panjang memiliki keterbatasan cahaya alami, tapi bangsa Viking menggunakan lubang asap, penutup kulit binatang, dan lampu untuk menciptakan penerangan yang cukup. Sebagian besar bangunan Nordik hingga pertengahan abad 11 masih terbuat dari kayu. Bahan insulasinya diimpor dari kawasan Finlandia dan Skandinavia.
Ruang Komunal
Rumah panjang Viking merupakan ruang komunal, dengan banyak keluarga yang tinggal bersama dalam jarak yang berdekatan, sehingga menghasilkan lingkungan yang ramai dan bising dengan sedikit privasi.
Rumah juga berfungsi sebagai struktur penting dalam masyarakat Viking. Ia berfungsi sebagai tempat tinggal, tempat kerja, dan tempat penyimpanan. Selain itu, rumah panjang juga merupakan pusat kegiatan sosial dan budaya.
Di dalam rumah panjang, terdapat area yang digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari seperti menyusun peralatan pertanian, memasak, dan membuat pakaian. Lain itu, beberapa rumah panjang juga memiliki area khusus yang digunakan sebagai tempat kerajinan seperti tempat pembuatan perhiasan atau senjata yang nantinya diperjual belikan.
Di dalam rumah panjang, terdapat area yang digunakan sebagai ruang pertemuan atau ruang serba guna. Ruang ini digunakan untuk mengadakan pertemuan keluarga, rapat klan, atau acara-acara sosial lainnya. Selain itu, ruang ini juga digunakan untuk mengadakan upacara keagamaan dan ritual-ritual spiritual Viking.
Di dalam rumah panjang, terdapat altar kecil yang digunakan untuk menyembah dewa-dewa Viking yang disebut dengan "hof", yang digunakan untuk melakukan ritual keagamaan dan menghormati para dewa Norse.
Altar ini biasanya terletak di bagian tengah rumah panjang dan dihiasi dengan patung-patung dewa atau simbol-simbol keagamaan.
Selain itu, rumah panjang juga digunakan sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga dan simbol-simbol kekayaan keluarga yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Rumah panjang Viking juga menjadi tempat untuk mengajarkan nilai-nilai budaya dan tradisi. Di dalam rumah panjang, para orang tua dan kakek nenek kerap berbagi cerita sejarah dan kehebatan keluarga, dilanjutkan dengan menyisipkan nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi oleh generasi berikutnya.
Perbedaan Regional dan Adaptasi Rumah Viking
Desain rumah Viking bervariasi di berbagai pemukiman. Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk ketersediaan sumber daya lokal, iklim, dan preferensi budaya.
Salah satu contoh adaptasi regional adalah rumah panjang dengan area khusus untuk pembuatan kapal atau menenun. Rumah panjang khusus ini biasanya ditemukan di pemukiman yang terletak di dekat pantai atau di daerah pedesaan.
Rumah panjang Viking di Norwegia biasanya memiliki atap lebih curam daripada rumah panjang Viking di Denmark. Hal ini karena iklim Norwegia lebih dingin dan lebih banyak hujan daripada iklim Denmark.
Di Islandia, rumah beratap rumput menggantikan rumah panjang karena iklim pulau yang kurang bersahabat. Ia memiliki dasar batu, struktur, dan atap pelana sempit yang ditutupi rumput untuk insulasi termal yang unggul.
Alasan lain ialah rumput yang melimpah sementara kayu keras tidak begitu banyak di Islandia. Rumah ini memiliki jendela yang lebih besar daripada rumah panjang Viking di daerah lain.
Di Narsarsuaq, Greenland, terdapat rumah rumput yang dibangun oleh Erik Torvaldsson, kerap dipanggil Erik Merah, dan putranya Leif The Happy. Erik menguasai wilayah ini sekitar tahun 985 Masehi setelah diusir dari Islandia karena pembantaian.
Meskipun ada perbedaan dalam desain, rumah orang-orang Viking memiliki beberapa kesamaan, misalnya memiliki pintu di sisi panjangnya.
Hal ini karena pintu di sisi panjang memungkinkan orang untuk masuk dan keluar dengan mudah. Persamaan lainnya ialah rata-rata semua rumah Viking memiliki tungku di tengah-tengahnya. Tungku ini digunakan untuk memasak, menghangatkan ruangan, dan memberikan cahaya.
Ketika musim dingin tiba, bangsa Viking kerap mengubur rumah mereka hingga satu meter ke dalam tanah untuk menciptakan ruang hidup yang terisolasi dengan baik dan tahan angin dengan menggunakan tanah sebagai penyekat yang baik dengan sumber daya kayu yang terbatas.
Praktik ini relatif jarang terjadi di kalangan Viking secara pribadi tetapi ditemukan dalam contoh budaya Skandinavia dan Anglo-Saxon yang mungkin digunakan sebagai tempat penyimpanan makanan atau tempat tinggal.
Namun dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam European Journal of Archaeology, Marianne Hem Eriksen mengeksplorasi praktik pembakaran rumah panjang oleh Bangsa Viking itu sendiri.
Eriksen berpendapat bahwa gundukan yang ia temukan mungkin tidak menandai kremasi dan penguburan manusia, melainkan kremasi dan penguburan rumah itu sendiri. Ia lalu beralih ke antropologi untuk memahami hubungan antara manusia dan rumahnya, dengan menyatakan bahwa dalam beberapa budaya, rumah diyakini memiliki siklus hidupnya sendiri dan secara metaforis terkait dengan tubuh manusia.
“Jadi dengan membakar rumah mereka mungkin memiliki keinginan untuk mengkremasinya, untuk membebaskan kekuatan hidup rumah,” tukasnya.
Kiwari, sangat sedikit bangunan Skandinavia Abad Pertengahan yang terbuat dari kayu dan bertahan lama. Contoh arsitektur Zaman Viking yang masih bertahan adalah gereja paranada Borgund di Lærdal, Fjord, Norwegia.
Arsitekturnya merupakan bukti kejeniusan, keahlian, serta semangat komunal bangsa Viking yang terus memengaruhi arsitektur serta lanskap budaya modern. []
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Nuran Wibisono