tirto.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menargetkan rekomendasi kasus tes wawasan kebangsaan (TWK) di lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selesai pada akhir Juli 2021.
"Komnas HAM berharap seluruh data, fakta, dan informasi tersebut segera dirampungkan pada akhir Juli 2021, mengacu pada situasi dan kondisi pandemi COVID-19," kata Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam di Jakarta, Kamis (22/7/2021) dilansir dari Antara.
Anam mengatakan hari ini Tim Pemantauan dan Penyelidikan kasus TWK pegawai KPK telah melakukan pendalaman keterangan ahli. Hal itu merupakan ketiga kalinya dilakukan terkait penggalian dari ahli.
Ahli yang dimintai keterangan oleh Komnas HAM yakni ahli hukum tata negara yang dilakukan secara virtual. Pendalaman keterangan ahli guna memperkuat konsep, hukum dan konsekuensi kewenangan, hierarki kelembagaan dan kepatuhan terhadap hukum.
"Hal ini merupakan bagian dari tata kelola suatu negara hukum," ujar dia.
Sebelumnya, pada Rabu (21/7) Komnas HAM juga melakukan pendalaman detail dan klarifikasi dari beberapa informasi kepada sejumlah pegawai KPK. Hal ini guna memastikan perkembangan faktual antara satu dengan yang lain.
Menurut Anam terdapat beberapa perbedaan keterangan dan informasi yang memperkuat bukti-bukti yang ada setelah permintaan keterangan dari pihak-pihak lainnya.
Terkait masalah TWK di KPK, Ombudsman RI telah menemukan sejumlah tindakan malaadministrasi terkait TWK dalam rangka alih status pegawai KPK menjadi ASN, mulai dari tahap penyusunan dasar hukum yakni Peraturan KPK Nomor 1 tahun 2021; pelaksanaan TWK; dan penetapan hasil.
Sebanyak 75 pegawai KPK yang telah dinonaktifkan karena dianggap tak lolos TWK telah bersuara. Mereka mengapresiasi laporan Ombudsman RI tersebut dan masih akan mempelajari hasil temuan demi menentukan langkah selanjutnya.
Kepala Bagian Perancangan dan Produk Hukum KPK nonaktif Rasamala Aritonang mengatakan terbuka sejumlah opsi, misalnya terkait penyalahgunaan kewenangan termasuk dalam pelanggaran administrasi dan bisa diseret ke pengadilan tata usaha negara.
Selain itu, karena TWK itu mengganggu kerja penyidik, maka bisa juga dijerat dengan pasal obstruction of justice.