tirto.id - Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengecam pembubaran acara diskusi mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur, yang terjadi pada pekan kemarin.
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM tersebut menegaskan pembubaran acara diskusi di dua kota tersebut melanggar konstitusi.
“Karena peristiwa itu termasuk melanggar hak berdiskusi, berpendapat dan berserikat,” kata Beka di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (9/7/2018).
Insiden pembubaran diskusi mahasiswa Papua di Malang, terjadi pada 1 Juli 2018. Acara itu digelar oleh Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Malang untuk memperingati Proklamasi Negara West Papua yang Ke-47. Pembubaran dilakukan sekelompok warga bersama Ketua RT setempat.
Polres Malang Kota mengklaim penolakan diskusi itu murni dilakukan warga. Sebaliknya, juru bicara AMP Malang Yohanes Geai heran sebab selama sembilan tahun dia tinggal di Dinoyo, Malang, tidak pernah warga keberatan saat AMP berdiskusi soal aspirasi kemerdekaan Papua.
Pada 6 Juli 2018, terjadi lagi pembubaran diskusi dan nonton film “Peringatan 20 Tahun Peristiwa Biak Berdarah (1998)” yang digelar di Asrama Mahasiswa Papua, jalan Kalasan, Surabaya. Pembubaran acara itu melibatkan aparat gabungan TNI, Polri dan Satpol PP dengan dalih Operasi Yustisi.
Saat pembubaran acara itu, sempat terjadi saling dorong antara aparat dan peserta diskusi. Di tengah situasi itu, diduga ada aparat yang melakukan pelecehan terhadap seorang aktivis perempuan peserta diskusi, yakni Anindya Joedino, yang diremas bagian dadanya.
Selain mengecam pembubaran diskusi di dua kota itu, Beka Ulung Hapsara juga meminta kepolisian mengusut tuntas kasus dugaan pelecehan terhadap Anindya. Jika ada anggota kepolisian terlibat pelecehan itu, kata dia, maka harus ditindak tegas.
Beka meminta pemerintah dan aparat mendefinisikan kembali ancaman terhadap keamanan nasional dalam menyikapi kegiatan diskusi para mahasiswa asal Papua.
“Kita jangan mendiskriminasikan saudara kita [dari Papua],” kata dia.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Addi M Idhom